LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 59, 2007
POLHUKAM. POLITIK. DEMOKRASI. PEMILU. KPU. Presiden dan Wakil Presiden. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. DPR dan DPRD. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2007
TENTANG
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil hanya dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas;
c. bahwa berdasarkan penyelenggaraan pemilihan umum sebelumnya, diperlukan penyempurnaan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggara pemilihan umum;
d. bahwa penyempurnaan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggara pemilihan umum dimaksudkan untuk lebih meningkatkan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi;
e. bahwa diperlukan satu undang-undang yang mengatur penyelenggara pemilihan umum;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum;
Mengingat: 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4631);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4311);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Penyelenggara Pemilihan Umum adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat.
6. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU, adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
7. Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, adalah Penyelenggara Pemilu di provinsi dan kabupaten/kota.
8. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disebut PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan atau nama lain.
9. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan.
10. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disebut PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di luar negeri.
11. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disebut KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
12. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disebut KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri.
13. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disebut TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara.
14. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disebut TPSLN, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara di luar negeri.
15. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
16. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah Panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
17. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain.
18. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan.
19. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
20. Dewan Kehormatan adalah alat kelengkapan KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu yang dibentuk untuk menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.
BAB II
ASAS PENYELENGGARA PEMILU
Pasal 2
Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas:
a. mandiri;
b. jujur;
c. adil;
d. kepastian hukum;
e. tertib penyelenggara Pemilu;
f. kepentingan umum;
g. keterbukaan;
h. proporsionalitas;
i. profesionalitas;
j. akuntabilitas;
k. efisiensi; dan
l. efektivitas.
BAB III
KOMISI PEMILIHAN UMUM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Wilayah kerja KPU meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) KPU menjalankan tugasnya secara berkesinambungan.
(3) Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak mana pun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
Bagian Kedua
Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan
Pasal 4
(1) KPU berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.
(2) KPU Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) KPU Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Pasal 5
(1) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis.
(2) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap.
(3) Dalam menjalankan tugasnya, KPU dibantu oleh Sekretariat Jenderal; KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota masing-masing dibantu oleh sekretariat.
(4) Tata kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPU.
Pasal 6
(1) Jumlah anggota:
a. KPU sebanyak 7 (tujuh) orang;
b. KPU Provinsi sebanyak 5 (lima) orang; dan
c. KPU Kabupaten/Kota sebanyak 5 (lima) orang.
(2) Keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(3) Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai hak suara yang sama.
(5) Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus).
(6) Masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji.
(7) Sebelum berakhirnya masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6), calon anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang baru harus sudah diajukan dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 7
(1) Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai tugas:
a. memimpin rapat pleno dan seluruh kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
b. bertindak untuk dan atas nama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota ke luar dan ke dalam;
c. memberikan keterangan resmi tentang kebijakan dan kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan
d. menandatangani seluruh peraturan dan keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada rapat pleno.
Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban
Paragraf 1
Komisi Pemilihan Umum
Pasal 8
(1) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal;
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
f. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
g. menetapkan peserta Pemilu;
h. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan hasil rekapitulasi penghitungan suara di tiap-tiap KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
j. menerbitkan Keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;
k. menetapkan dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota untuk setiap partai politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
l. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah terpilih dan membuat berita acaranya;
m. menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;
n. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN, dan KPPSLN;
o. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Bawaslu;
p. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif kepada anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN, dan KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
q. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat;
r. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
s. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
t. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
(2) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal;
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
f. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
g. menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang telah memenuhi persyaratan;
h. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
j. menerbitkan Keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;
k. mengumumkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dan membuat berita acaranya;
l. menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;
m. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN, dan KPPSLN;
n. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Bawaslu;
o. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif kepada anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN, KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat;
q. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
r. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
s. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
(3) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah meliputi:
a. menyusun dan menetapkan pedoman tata cara penyelenggaraan sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
b. mengoordinasikan dan memantau tahapan;
c. melakukan evaluasi tahunan penyelenggaraan Pemilu;
d. menerima laporan hasil Pemilu dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
e. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif kepada anggota KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaran Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
(4) KPU dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berkewajiban:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu secara tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilu dan pasangan calon secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta mengelola barang inventaris KPU berdasarkan peraturan perundang-undangan;
f. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu;
g. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU dan ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU;
h. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengucapan sumpah/janji pejabat; dan
i. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Komisi Pemilihan Umum Provinsi
Pasal 9
(1) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di provinsi;
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di provinsi berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh KPU Kabupaten/Kota;
d. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
e. menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada KPU;
f. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi di KPU Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah di provinsi yang bersangkutan dan mengumumkannya berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota;
h. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Provinsi, dan KPU;
i. menerbitkan Keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan mengumumkannya;
j. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi terpilih sesuai dengan alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di provinsi yang bersangkutan dan membuat berita acaranya;
k. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota;
l. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Provinsi;
m. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif kepada anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Panwaslu Provinsi dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
n. menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
o. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
p. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.
(2) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di provinsi;
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di provinsi berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh KPU Kabupaten/Kota;
d. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
e. menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada KPU;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di provinsi yang bersangkutan dan mengumumkannya berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
g. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat hasil penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Provinsi, dan KPU;
h. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota;
i. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Provinsi;
j. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif kepada anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Panwaslu Provinsi dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
l. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
m. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.
(3) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah meliputi:
a. merencanakan program, anggaran, dan jadwal Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi;
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
f. menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi;
g. menetapkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi yang telah memenuhi persyaratan;
h. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat hasil penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Provinsi, dan KPU;
j. menetapkan dan mengumumkan hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi dari seluruh KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
k. menerbitkan keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan mengumumkannya;
l. mengumumkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi terpilih dan membuat berita acaranya;
m. melaporkan hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi kepada KPU;
n. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota;
o. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Provinsi;
p. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif kepada anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Panwaslu Provinsi dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
q. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
r. melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh KPU;
s. memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi dan tata cara penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi;
u. menyampaikan laporan mengenai hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, gubernur, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; dan
v. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.
(4) KPU Provinsi dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berkewajiban:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dengan tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilu dan pasangan calon secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU;
f. memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta mengelola barang inventaris KPU Provinsi berdasarkan peraturan perundang-undangan;
g. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU dan menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi dan ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU Provinsi;
i. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU; dan
j. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota
Pasal 10
(1) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di kabupaten/kota;
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
d. mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkan data pemilih sebagai daftar pemilih;
f. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi;
g. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat berita acara rekapitulasi suara dan sertifikat rekapitulasi suara;
h. melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi di kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
j. menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan mengumumkannya;
k. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota terpilih sesuai dengan alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di kabupaten/kota yang bersangkutan dan membuat berita acaranya;
l. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PPK, PPS, dan KPPS;
m. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota;
n. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif kepada anggota PPK, PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
o. menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
p. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
q. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau undang-undang.
(2) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di kabupaten/kota;
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
d. mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkan data pemilih sebagai daftar pemilih;
f. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi;
g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
h. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
i. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PPK, PPS, dan KPPS;
j. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota;
k. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif kepada anggota PPK, PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
l. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
m. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
n. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau undang-undang.
(3) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah meliputi:
a. merencanakan program, anggaran, dan jadwal Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota;
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota dalam wilayah kerjanya;
e. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkan data pemilih sebagai daftar pemilih;
g. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota;
h. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi dan menyampaikannya kepada KPU Provinsi;
i. menetapkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota yang telah memenuhi persyaratan;
j. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
k. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
l. menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan mengumumkannya;
m. mengumumkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota terpilih dan membuat berita acaranya;
n. melaporkan hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota kepada KPU melalui KPU Provinsi;
o. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PPK, PPS, dan KPPS;
p. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota;
q. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif kepada anggota PPK, PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/kota dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
r. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
s. melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota;
u. menyampaikan hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Menteri Dalam Negeri, bupati/walikota, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota; dan
v. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi dan/atau undang-undang.
(4) KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berkewajiban:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dengan tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilu dan pasangan calon secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi;
f. memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan perundang-undangan;
g. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU dan KPU Provinsi serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota;
i. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU dan KPU Provinsi; dan
j. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Persyaratan
Pasal 11
Syarat untuk menjadi calon anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon anggota KPU atau pernah menjadi anggota KPU dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh tahun) untuk calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota atau pernah menjadi anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
e. memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang tertentu yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara Pemilu;
f. berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon anggota KPU dan KPU Provinsi dan paling rendah SLTA atau sederajat untuk calon anggota KPU Kabupaten/Kota;
g. berdomisili di wilayah Republik Indonesia untuk anggota KPU, di wilayah Provinsi yang bersangkutan untuk anggota KPU Provinsi, atau di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk anggota KPU Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk;
h. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari rumah sakit;
i. tidak pernah menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dalam surat pernyataan yang sah atau sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan;
j. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
k. tidak sedang menduduki jabatan politik, jabatan struktural, dan jabatan fungsional dalam jabatan negeri;
l. bersedia bekerja penuh waktu; dan
m. bersedia tidak menduduki jabatan di pemerintahan dan badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD) selama masa keanggotaan.
Bagian Kelima
Pengangkatan dan Pemberhentian
Paragraf 1
KPU
Pasal 12
(1) Presiden membentuk Tim Seleksi calon anggota KPU.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membantu Presiden untuk menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas dan tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 35 tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU.
(6) Komposisi Tim Seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Presiden dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan KPU.
Pasal 13
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU, Tim Seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU sekurang-kurangnya pada 5 (lima) media massa cetak harian nasional selama 1 (satu) hari dan 5 (lima) media massa elektronik nasional selama 3 (tiga) hari berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota KPU dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pengumuman hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota KPU yang lulus seleksi tertulis sekurang-kurangnya pada 5 (lima) media massa cetak harian nasional selama 1 (satu) hari dan 5 (lima) media massa elektronik nasional selama 3 (tiga) hari berturut-turut untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja;
g. melakukan wawancara dengan bakal calon anggota KPU, termasuk mengklarifikasi tanggapan dan masukan masyarakat dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja; dan
h. menyampaikan 21 (dua puluh satu) nama bakal calon anggota KPU kepada Presiden paling lambat 2 (dua) hari kerja terhitung sejak Tim Seleksi memutuskan nama bakal calon.
Pasal 14
(1) Presiden menetapkan 21 (dua puluh satu) nama calon atau 3 (tiga) kali jumlah anggota KPU untuk selanjutnya diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Penyampaian nama calon yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon anggota KPU paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Presiden menerima nama bakal calon anggota KPU dari Tim Seleksi.
Pasal 15
(1) Proses pemilihan anggota KPU di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU dari Presiden.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih dan menyusun urutan peringkat dari 21 (dua puluh satu) nama calon anggota KPU berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 7 (tujuh) peringkat teratas dari 21 (dua puluh satu) nama calon anggota KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai anggota KPU terpilih.
(4) Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan nama anggota KPU terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Presiden dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja terhitung sejak calon anggota KPU ditetapkan.
Pasal 16
(1) Anggota KPU terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) disampaikan kepada Presiden untuk disahkan.
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Presiden paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya 7 (tujuh) nama yang ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Paragraf 2
KPU Provinsi
Pasal 17
(1) KPU membentuk Tim Seleksi calon anggota KPU Provinsi pada setiap provinsi.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas dan tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(3) Keanggotaan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang anggota yang diajukan oleh gubernur, 2 (dua) orang anggota yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan 2 (dua) orang anggota yang diajukan oleh KPU.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU Provinsi.
(6) Tim Seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan KPU dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan KPU provinsi.
Pasal 18
(1) KPU memberitahukan secara tertulis kepada gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi mengenai pembentukan Tim Seleksi calon anggota KPU Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
(2) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh gubernur dilakukan dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 17 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan dari KPU.
(3) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dilakukan melalui rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 17 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan dari KPU.
(4) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU dilakukan melalui rapat pleno KPU dengan memperhatikan ketentuan Pasal 17 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
(5) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) gubernur dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi belum mengajukan nama anggota Tim Seleksi, KPU berwenang menetapkan nama untuk mengisi dan melengkapi keanggotaan Tim Seleksi.
(6) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui rapat pleno KPU.
(7) Proses pemilihan dan penetapan anggota Tim Seleksi oleh KPU, gubernur, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan secara terbuka.
Pasal 19
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU Provinsi, Tim Seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU Provinsi sekurang-kurangnya pada 2 (dua) media massa cetak harian lokal untuk 1 (satu) kali terbit dan 1 (satu) media massa elektronik lokal selama 3 (tiga) hari berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Provinsi dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Provinsi dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pengumuman hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota KPU Provinsi yang lulus seleksi tertulis sekurang-kurangnya pada 2 (dua) media massa cetak harian lokal selama 1 (satu) hari dan 1 (satu) media massa elektronik lokal selama 3 (tiga) hari berturut-turut untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja; dan
g. melakukan wawancara dengan bakal calon anggota KPU Provinsi, termasuk mengklarifikasi tanggapan dan masukan dari masyarakat dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja.
Pasal 20
(1) Tim Seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi hasil seleksi kepada KPU.
(2) Pengajuan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon anggota KPU Provinsi dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak Tim Seleksi memutuskan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi.
Pasal 21
(1) KPU melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
(2) KPU menyusun peringkat nama calon anggota KPU Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) KPU menetapkan 5 (lima) peringkat teratas dari 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai anggota KPU Provinsi terpilih.
(4) Anggota KPU Provinsi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan KPU.
(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota KPU Provinsi dilakukan oleh KPU dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja.
Paragraf 3
KPU Kabupaten/Kota
Pasal 22
(1) KPU Provinsi membentuk Tim Seleksi calon anggota KPU Kabupaten/Kota pada setiap kabupaten/kota.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas dan tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(3) Keanggotaan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang anggota yang diajukan oleh bupati/walikota, 2 (dua) orang anggota yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan 2 (dua) orang anggota yang diajukan oleh KPU Provinsi.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU Kabupaten/Kota.
(6) Tim Seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan KPU Provinsi dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 23
(1) KPU Provinsi memberitahukan secara tertulis kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota mengenai pembentukan Tim Seleksi calon anggota KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(2) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh bupati/walikota dilakukan dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dalam waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan dari KPU Provinsi.
(3) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dilakukan melalui rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan memperhatikan ketentuan Pasal 22 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dalam waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan dari KPU Provinsi.
(4) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU Provinsi dilakukan melalui rapat pleno KPU Provinsi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 22 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
(5) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) bupati/walikota dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota belum mengajukan nama anggota Tim Seleksi, KPU Provinsi berwenang menetapkan nama untuk mengisi dan melengkapi keanggotaan Tim Seleksi.
(6) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui rapat pleno KPU Provinsi.
(7) Proses pemilihan dan penetapan anggota Tim Seleksi oleh KPU Provinsi, bupati/walikota, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan secara terbuka.
Pasal 24
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU Kabupaten/Kota, Tim Seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU Kabupaten/Kota dalam kurun waktu 3 (tiga) hari melalui 2 (dua) media massa cetak harian lokal untuk 1 (satu) kali terbit dan 1 (satu) media massa elektronik lokal selama 3 (tiga) hari berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pengumuman hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota yang lulus seleksi tertulis pada 2 (dua) media massa cetak harian lokal selama 1 (satu) hari dan media massa elektronik lokal selama 3 (tiga) hari berturut-turut untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja; dan
g. melakukan wawancara dengan bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota, termasuk mengklarifikasi tanggapan dan masukan dari masyarakat dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja.
Pasal 25
(1) Tim Seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota hasil seleksi kepada KPU Provinsi.
(2) Pengajuan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak Tim Seleksi memutuskan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 26
(1) KPU Provinsi melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2) KPU Provinsi menyusun peringkat calon anggota KPU Kabupaten/Kota berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) KPU Provinsi menetapkan 5 (lima) peringkat teratas dari 10 (sepuluh) nama calon sebagai anggota KPU Kabupaten/Kota.
(4) Anggota KPU Kabupaten/Kota terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan KPU Provinsi.
(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota KPU Kabupaten/Kota di KPU Provinsi dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
Pasal 27
(1) Pelantikan anggota KPU dilakukan oleh Presiden.
(2) Pelantikan anggota KPU Provinsi dilakukan oleh KPU dan pelantikan anggota KPU Kabupaten/Kota dilakukan oleh KPU Provinsi.
Paragraf 4
Sumpah/Janji
Pasal 28
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengucapkan sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan."
Paragraf 5
Pemberhentian
Pasal 29
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berhenti antarwaktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:
a. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau kode etik;
c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan secara berturut-turut selama 3 (tiga) bulan atau berhalangan tetap.
d. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
e. dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana Pemilu.
f. tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas; atau
g. melakukan perbuatan yang terbukti menghambat KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam mengambil keputusan dan penetapan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemberhentian anggota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota KPU oleh Presiden;
b. anggota KPU Provinsi oleh KPU; dan
c. anggota KPU Kabupaten/Kota oleh KPU Provinsi.
(4) Penggantian anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota KPU digantikan oleh calon anggota KPU urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
b. anggota KPU Provinsi digantikan oleh calon anggota KPU Provinsi urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh KPU; dan
c. anggota KPU Kabupaten/Kota digantikan oleh calon anggota KPU Kabupaten/Kota urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh KPU Provinsi.
Pasal 30
(1) Pemberhentian anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf f, dan huruf g didahului dengan verifikasi oleh Dewan Kehormatan atas rekomendasi Bawaslu atau pengaduan masyarakat dengan identitas yang jelas.
(2) Dalam proses pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Dewan Kehormatan.
(3) Dalam hal rapat pleno KPU memutuskan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rekomendasi Dewan Kehormatan, anggota yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberhentian.
(4) Tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembelaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pengambilan keputusan dalam pembuatan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Dewan Kehormatan diatur lebih lanjut dengan peraturan KPU.
(5) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dibentuk paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak anggota KPU dilantik.
Pasal 31
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diberhentikan sementara karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana Pemilu; atau
c. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3).
(2) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan harus diaktifkan kembali.
(4) Dalam hal surat keputusan pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diterbitkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, dengan sendirinya anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan aktif kembali.
(5) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang dinyatakan tidak terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan rehabilitasi nama anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(6) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(7) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) telah berakhir dan tanpa pemberhentian tetap, yang bersangkutan dinyatakan dengan Undang-Undang ini aktif kembali.
Bagian Keenam
Mekanisme Pengambilan Keputusan
Pasal 32
Pengambilan keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dilakukan dalam rapat pleno.
Pasal 33
(1) Jenis rapat pleno sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 adalah:
a. rapat pleno tertutup; dan
b. rapat pleno terbuka.
(2) Penetapan hasil Pemilu dan rekapitulasi penghitungan suara dilakukan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam rapat pleno terbuka.
Pasal 34
(1) Rapat pleno KPU sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota KPU yang dibuktikan dengan daftar hadir.
(2) Keputusan rapat pleno KPU sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota KPU yang hadir.
(3) Dalam hal tidak tercapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan rapat pleno KPU diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 35
(1) Rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan daftar hadir.
(2) Keputusan rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang hadir.
(3) Dalam hal tidak tercapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 36
(1) Dalam hal tidak tercapai kuorum, khusus rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk menetapkan hasil Pemilu ditunda selama 3 (tiga) jam.
(2) Dalam hal rapat pleno telah ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tetap tidak tercapai kuorum, rapat pleno dilanjutkan tanpa memperhatikan kuorum.
(3) Khusus rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk menetapkan hasil Pemilu tidak dilakukan pemungutan suara.
Pasal 37
(1) Undangan dan agenda rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari sebelumnya.
(2) Rapat pleno dipimpin oleh Ketua KPU, ketua KPU Provinsi, dan ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Apabila ketua berhalangan, rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dipimpin oleh salah satu anggota yang dipilih secara aklamasi.
(4) Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan dukungan teknis dan administratif dalam rapat pleno.
Pasal 38
(1) Ketua wajib menandatangani penetapan hasil Pemilu yang diputuskan dalam rapat pleno dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
(2) Dalam hal penetapan hasil Pemilu tidak ditandatangani ketua dalam waktu 3 (tiga) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) salah satu anggota menandatangani penetapan hasil Pemilu.
(3) Dalam hal tidak ada anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menandatangani penetapan hasil Pemilu, dengan sendirinya hasil Pemilu dinyatakan sah dan berlaku.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal 39
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU:
a. dalam hal keuangan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan Pemilu dan tugas lainnya memberikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara periodik dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditembuskan kepada Bawaslu.
Pasal 40
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU Provinsi bertanggung jawab kepada KPU.
(2) KPU Provinsi menyampaikan laporan kinerja dan penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada KPU.
(3) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi kepada gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi.
Pasal 41
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada KPU Provinsi.
(2) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kinerja dan penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada KPU Provinsi.
(3) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Bagian Kedelapan
Panitia Pemilihan
Paragraf 1
PPK
Pasal 42
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan, dibentuk PPK.
(2) PPK berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(3) PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4) Dalam hal terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu lanjutan, masa kerja PPK diperpanjang dan PPK dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
Pasal 43
(1) Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU Kabupaten/Kota.
(3) Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus).
(4) Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(5) PPK melalui KPU Kabupaten/Kota mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris PPK kepada bupati/walikota untuk selanjutnya dipilih dan ditetapkan 1 (satu) nama sebagai sekretaris PPK dengan keputusan bupati/walikota.
Pasal 44
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi:
a. membantu KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, dan daftar pemilih tetap;
b. membantu KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu;
c. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
d. menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota;
e. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf e dalam rapat yang harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilu;
g. mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada huruf f;
h. menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada seluruh peserta Pemilu;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, dan KPU Kabupaten/Kota;
j. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kecamatan;
k. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;
l. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPK kepada masyarakat;
m. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
n. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 2
PPS
Pasal 45
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu di desa/kelurahan, dibentuk PPS.
(2) PPS berkedudukan di desa/kelurahan.
(3) PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah hari pemungutan suara.
(4) Dalam hal terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu lanjutan, masa kerja PPS diperpanjang dan PPS dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara dimaksud.
Pasal 46
(1) Anggota PPS sebanyak 3 (tiga) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul bersama kepala desa/kelurahan dan badan permusyawaratan desa/dewan kelurahan.
Pasal 47
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a. membantu KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
b. membentuk KPPS;
c. mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih;
d. mengumumkan daftar pemilih;
e. menerima masukan dari masyarakat tentang daftar pemilih sementara;
f. melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara;
g. menetapkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada huruf f untuk menjadi daftar pemilih tetap;
h. mengumumkan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada huruf g dan melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK;
i. menyampaikan daftar pemilih kepada PPK;
j. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK;
k. mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
l. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
m. meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada hari yang sama setelah terkumpulnya kotak suara dari setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS;
n. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Pengawas Pemilu Lapangan;
o. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;
p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPS kepada masyarakat;
q. membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilu, kecuali dalam hal penghitungan suara;
r. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
s. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 3
KPPS
Pasal 48
(1) Anggota KPPS sebanyak 7 (tujuh) orang berasal dari anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota.
(4) Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal 49
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi:
a. mengumumkan dan menempelkan daftar pemilih tetap di TPS;
b. menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Lapangan;
c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS;
d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS;
e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu Lapangan, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara;
f. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
g. membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK melalui PPS;
h. menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan Pengawas Pemilu Lapangan;
i. menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS pada hari yang sama;
j. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
k. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 4
PPLN
Pasal 50
(1) PPLN berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia.
(2) Anggota PPLN berjumlah paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang yang berasal dari wakil masyarakat Indonesia.
(3) Anggota PPLN diangkat dan diberhentikan oleh KPU atas usul Kepala Perwakilan Republik Indonesia sesuai dengan wilayah kerjanya.
(4) Susunan keanggotaan PPLN terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal 51
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPLN meliputi:
a. membantu KPU dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
b. membentuk KPPSLN;
c. mengumumkan daftar pemilih sementara, melakukan perbaikan data pemilih atas dasar masukan dari masyarakat Indonesia di luar negeri, mengumumkan daftar pemilih hasil perbaikan, serta menetapkan daftar pemilih tetap;
d. menyampaikan daftar pemilih warga negara Republik Indonesia kepada KPU;
e. melaksanakan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPSLN dalam wilayah kerjanya;
g. mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPSLN di wilayah kerjanya;
h. menyerahkan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada KPU;
i. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara;
j. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;
k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPLN kepada masyarakat Indonesia di luar negeri;
l. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
m. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 5
KPPSLN
Pasal 52
(1) Anggota KPPSLN paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPPSLN diangkat dan diberhentikan oleh ketua PPLN atas nama ketua KPU.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPSLN wajib dilaporkan kepada KPU.
(4) Susunan keanggotaan KPPSLN terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal 53
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPSLN meliputi:
a. mengumumkan daftar pemilih tetap di TPSLN;
b. menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri;
c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPSLN;
d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPSLN;
e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu Luar Negeri, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara;
f. mengamankan kotak suara setelah penghitungan suara;
g. membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri;
h. menyerahkan hasil penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPLN;
i. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU; dan
j. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang.
Pasal 54
Uraian tugas dan tata kerja PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN lebih lanjut ditetapkan oleh KPU.
Paragraf 6
Persyaratan
Pasal 55
Syarat untuk menjadi anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN meliputi:
a. warga negara Indonesia;
b. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
e. tidak menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah atau sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan;
f. berdomisili dalam wilayah kerja PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
g. sehat jasmani dan rohani;
h. dapat membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia; dan
i. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Paragraf 7
Sumpah/Janji
Pasal 56
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN, mengucapkan sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN sebagai berikut.
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota PPK/PPS/KPPS/PPLN/KPPSLN dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan."
Bagian Kesembilan
Kesekretariatan
Paragraf 1
Susunan
Pasal 57
(1) Sekretariat Jenderal KPU dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris Jenderal.
(2) Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris Jenderal KPU adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Calon Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris Jenderal diusulkan oleh KPU masing-masing sebanyak 3 (tiga) orang kepada Presiden.
(4) Dalam pengusulan calon Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPU harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan Pemerintah.
(5) Calon Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) masing-masing dipilih satu orang dan ditetapkan dengan keputusan Presiden.
(6) Sekretaris Jenderal KPU bertanggung jawab kepada KPU.
(7) Pegawai Sekretariat Jenderal adalah pegawai negeri sipil dan tenaga profesional lain yang diperlukan.
(8) Sekretaris Jenderal dapat mengangkat pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan atas persetujuan KPU.
(9) Pakar/ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berada di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal KPU.
Pasal 58
(1) Sekretariat KPU Provinsi dipimpin oleh seorang sekretaris.
(2) Sekretaris KPU Provinsi adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Calon sekretaris KPU Provinsi diusulkan oleh KPU Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang kepada gubernur.
(4) Dalam pengusulan calon sekretaris KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU Provinsi harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan gubernur.
(5) Calon sekretaris KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipilih 1 (satu) orang dan ditetapkan oleh gubernur.
(6) Sekretaris KPU Provinsi bertanggung jawab kepada KPU Provinsi.
(7) Pegawai sekretariat adalah pegawai negeri sipil dan tenaga profesional lain yang diperlukan.
Pasal 59
(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang sekretaris.
(2) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Calon sekretaris KPU Kabupaten/Kota diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) orang kepada bupati/walikota.
(4) Pengusulan calon sekretaris KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) KPU Kabupaten/Kota harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan bupati/walikota.
(5) Calon sekretaris KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipilih 1 (satu) orang dan ditetapkan oleh bupati/walikota.
(6) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada KPU Kabupaten/Kota.
(7) Pegawai sekretariat adalah pegawai negeri sipil dan tenaga profesional lain yang diperlukan.
Pasal 60
(1) Sekretariat Jenderal KPU terdiri atas paling banyak 7 (tujuh) biro; biro terdiri atas paling banyak 4 (empat) bagian dan setiap bagian terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(2) Sekretariat KPU Propinsi terdiri atas paling banyak 3 (tiga) bagian dan setiap bagian terdiri atas 2 (dua) subbagian.
(3) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota paling banyak terdiri atas 4 (empat) subbagian.
(4) Jumlah pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan KPU dengan mempertimbangkan beban kerja, proporsi jumlah penduduk, kondisi geografis, dan luas wilayah.
Pasal 61
Eselonisasi jabatan struktural Sekretaris Jenderal KPU, Wakil Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota sebagai berikut:
a. Sekretaris Jenderal KPU adalah jabatan struktural eselon Ia.
b. Wakil Sekretaris Jenderal KPU adalah jabatan struktural eselon Ib.
c. Sekretaris KPU Provinsi adalah jabatan struktural eselon IIa.
d. Sekretaris KPU Kabupaten/Kota adalah jabatan struktural eselon IIIa.
Pasal 62
Di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota dapat ditetapkan jabatan fungsional tertentu yang jumlah dan jenisnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 63
Struktur organisasi Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan KPU setelah berkonsultasi dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan KPU.
Pasal 65
Pengisian jabatan dalam struktur organisasi Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan keputusan KPU.
Paragraf 2
Tugas dan Wewenang
Pasal 66
Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota masing-masing melayani KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 67
(1) Sekretariat Jenderal KPU bertugas:
a. membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu;
b. memberikan dukungan teknis administratif;
c. membantu pelaksanaan tugas KPU dalam menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu perumusan dan penyusunan rancangan peraturan dan keputusan KPU;
e. memberikan bantuan hukum dan memfasilitasi penyelesaian sengketa Pemilu;
f. membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU; dan
g. membantu pelaksanaan tugas-tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat Jenderal KPU berwenang:
a. mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b. mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. mengangkat tenaga pakar/ahli berdasarkan kebutuhan atas persetujuan KPU; dan
d. memberikan layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat Jenderal KPU berkewajiban:
a. menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan;
b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola barang inventaris KPU.
(4) Sekretariat Jenderal KPU bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 68
(1) Sekretariat KPU Provinsi bertugas:
a. membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu;
b. memberikan dukungan teknis administratif;
c. membantu pelaksanaan tugas KPU Provinsi dalam menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
e. membantu perumusan dan penyusunan rancangan keputusan KPU Provinsi;
f. memfasilitasi penyelesaian masalah dan sengketa Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi;
g. membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU Provinsi; dan
h. membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat KPU Provinsi berwenang:
a. mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU; dan
b. mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. memberikan layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat KPU Provinsi berkewajiban:
a. menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan;
b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola barang inventaris KPU Provinsi.
(4) Sekretariat KPU Provinsi bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 69
(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bertugas:
a. membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu;
b. memberikan dukungan teknis administratif;
c. membantu pelaksanaan tugas KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi;
e. membantu perumusan dan penyusunan rancangan keputusan KPU Kabupaten/Kota;
f. memfasilitasi penyelesaian masalah dan sengketa Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota;
g. membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU Kabupaten/Kota; dan
h. membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota berwenang:
a. mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU; dan
b. mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. memberikan layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota berkewajiban:
a. menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan;
b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota.
(4) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PENGAWAS PEMILU
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 70
(1) Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(2) Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap.
(3) Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc.
Pasal 71
Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilu dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu selesai.
Bagian Kedua
Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan
Pasal 72
(1) Bawaslu berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Panwaslu Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Panwaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
(4) Panwaslu Kecamatan berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(5) Pengawas Pemilu Lapangan berkedudukan di desa/kelurahan.
(6) Pengawas Pemilu Luar Negeri berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 73
(1) Keanggotaan Bawaslu terdiri atas kalangan profesional yang mempunyai kemampuan dalam melakukan pengawasan dan tidak menjadi anggota partai politik.
(2) Jumlah anggota:
a. Bawaslu sebanyak 5 (lima) orang;
b. Panwaslu Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang;
c. Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) orang.
d. Panwaslu Kecamatan sebanyak 3 (tiga) orang.
(3) Jumlah anggota Pengawas Pemilu Lapangan di setiap desa/kelurahan sebanyak 1 (satu) orang.
(4) Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Bawaslu dipilih dari dan oleh anggota Bawaslu.
(6) Ketua Panwaslu Provinsi, ketua Panwaslu Kabupaten/Kota, dan ketua Panwaslu Kecamatan dipilih dari dan oleh anggota.
(7) Setiap anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan mempunyai hak suara yang sama.
(8) Komposisi keanggotaan Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus).
(9) Masa keanggotaan Bawaslu adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji.
Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban
Paragraf 1
Badan Pengawas Pemilu
Pasal 74
(1) Tugas dan wewenang Bawaslu adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu yang meliputi:
l. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
2. penetapan peserta Pemilu;
3. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pasangan calon Presiden dan wakil Presiden, dan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah;
4. proses penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, serta pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah;
5. pelaksanaan kampanye;
6. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di TPS;
8. pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
9. proses rekapitulasi suara di PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
11. proses penetapan hasil Pemilu;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
e. menetapkan standar pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagai pedoman kerja bagi pengawas Pemilu di setiap tingkatan;
f. mengawasi pelaksanaan penetapan daerah pemilihan dan jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi pengenaan sanksi kepada anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g;
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.
Pasal 75
Bawaslu berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan KPU sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Panitia Pengawas Pemilu Provinsi
Pasal 76
(1) Tugas dan wewenang Panwaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi;
3. proses penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi;
4. penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Provinsi;
5. pelaksanaan kampanye;
6. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;
8. pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya;
9. proses rekapitulasi suara dari seluruh kabupaten/kota yang dilakukan oleh KPU Provinsi;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
11. proses penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
e. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi;
f. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung;
g. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
h. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panwaslu Provinsi berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f;
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.
Pasal 77
Panwaslu Provinsi berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas Pemilu pada tingkatan di bawahnya;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat provinsi; dan
f. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota
Pasal 78
(1) Tugas dan wewenang Panwaslu Kabupaten/Kota adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota;
3. proses penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota;
4. penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota;
5. pelaksanaan kampanye;
6. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;
8. mengendalikan pengawasan seluruh proses penghitungan suara;
9. pergerakan surat suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
10. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU kabupaten/kota dari seluruh kecamatan;
11. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; dan
12. proses penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
c. menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilu yang tidak mengandung unsur tindak pidana;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu di tingkat kabupaten/kota;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panwaslu Kabupaten/Kota berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g;
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.
Pasal 79
Panwaslu Kabupaten/Kota berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Panwaslu pada tingkatan di bawahnya;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Panwaslu Provinsi sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Provinsi berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kabupaten/kota; dan
f. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan
Pasal 80
Tugas dan wewenang Panwaslu Kecamatan adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil Pemilu;
5. pergerakan surat suara dari TPS sampai ke PPK;
6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari seluruh TPS; dan
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
e. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu;
f. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan mengenai tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
Pasal 81
Panwaslu Kecamatan berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan;
c. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada Panwaslu Kabupaten/Kota;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5
Pengawas Pemilu Lapangan
Pasal 82
Tugas dan wewenang Pengawas Pemilu Lapangan adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang meliputi:
1. pelaksanaan pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPS;
5. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS;
6. pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat PPS;
7. pergerakan surat suara dari TPS sampai ke PPK; dan
8. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh Panwaslu Kecamatan.
Pasal 83
Pengawas Pemilu Lapangan berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwaslu Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;
d. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada Panwaslu Kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh Panwaslu Kecamatan.
Paragraf 6
Pengawas Pemilu Luar Negeri
Pasal 84
Tugas dan wewenang Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara, hasil perbaikan daftar pemilih, dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPSLN;
5. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPLN dari seluruh TPSLN;
6. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPSLN;
7. pengumuman hasil penghitungan suara dari TPSLN yang ditempelkan di sekretariat PPLN;
8. pergerakan surat suara dari TPSLN sampai ke PPLN; dan
9. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPLN dan KPPSLN untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang diberikan oleh Bawaslu.
Pasal 85
Pengawas Pemilu Luar Negeri berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPLN dan KPPSLN yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di luar negeri;
d. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada Bawaslu; dan
e. melaksanakan kewajiban lainnya yang diberikan oleh Bawaslu.
Bagian Keempat
Persyaratan
Pasal 86
Syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan, serta Pengawas Pemilu Lapangan adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
e. memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang yang berkaitan dengan pengawasan;
f. berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota dan berpendidikan paling rendah SLTA atau yang sederajat untuk anggota Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan;
g. berdomisili di wilayah Republik Indonesia untuk anggota Bawaslu, di wilayah provinsi yang bersangkutan untuk anggota Panwaslu Provinsi, atau di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan untuk anggota Panwaslu Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk;
h. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari rumah sakit;
i. tidak pernah menjadi anggota partai politik yang dinyatakan secara tertulis dalam surat pernyataan yang sah atau sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan;
j. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
k. tidak sedang menduduki jabatan politik, jabatan struktural, dan jabatan fungsional dalam jabatan negeri;
l. bersedia bekerja penuh waktu; dan
m. bersedia tidak menduduki jabatan di pemerintahan dan badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD) selama masa keanggotaan.
Bagian Kelima
Pengangkatan dan Pemberhentian
Paragraf 1
Bawaslu
Pasal 87
(1) KPU membentuk Tim Seleksi calon anggota Bawaslu.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membantu KPU untuk menetapkan calon anggota Bawaslu yang akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas dan tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota Bawaslu.
(6) Komposisi Tim Seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan KPU dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung 3 (tiga) bulan setelah terbentuknya KPU.
Pasal 88
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota Bawaslu, Tim Seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota Bawaslu sekurang-kurangnya pada 5 (lima) media massa cetak harian nasional selama 1 (satu) hari dan 5 (lima) media massa elektronik nasional selama 3 (tiga) hari berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pengumuman hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan daftar nama bakal calon anggota Bawaslu yang lulus seleksi tertulis sekurang-kurangnya pada 5 (lima) media massa cetak harian nasional selama 1 (satu) hari dan 5 (lima) media massa elektronik nasional selama 3 (tiga) hari berturut-turut untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja;
g. melakukan wawancara dengan bakal calon anggota Bawaslu, termasuk mengklarifikasi tanggapan dan masukan masyarakat dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja; dan
h. menyampaikan 15 (lima belas) nama bakal calon anggota Bawaslu kepada KPU paling lambat 2 (dua) hari terhitung sejak Tim Seleksi memutuskan nama bakal calon.
Pasal 89
(1) KPU menetapkan 15 (lima belas) nama calon atau 3 (tiga) kali jumlah anggota Bawaslu untuk selanjutnya diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Penyampaian nama calon yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon anggota Bawaslu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak KPU menerima nama bakal calon anggota Bawaslu dari Tim Seleksi.
Pasal 90
(1) Proses pemilihan anggota Bawaslu di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota Bawaslu dari KPU.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih dan menyusun urutan peringkat 15 (lima belas) nama calon anggota Bawaslu berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 5 (lima) nama peringkat teratas dari 15 (lima belas) nama calon anggota Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai anggota Bawaslu terpilih.
(4) Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan nama anggota Bawaslu terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Presiden dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja terhitung sejak calon anggota Bawaslu ditetapkan.
Pasal 91
(1) Anggota Bawaslu terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden untuk disahkan.
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Presiden paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya 5 (lima) nama yang ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 92
(1) Untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dibentuk Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerja masing-masing.
(2) Untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi, dibentuk Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan serta Pengawas Pemilu Lapangan yang bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi di wilayah kerja masing-masing.
(3) Untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu kepala daerah kabupaten/kota, dibentuk Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan, serta Pengawas Pemilu Lapangan yang bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu kepala daerah kabupaten/kota di wilayah kerja masing-masing.
Paragraf 2
Panwaslu Provinsi
Pasal 93
Calon anggota Panwaslu Provinsi diusulkan oleh KPU Provinsi kepada Bawaslu sebanyak 6 (enam) orang untuk selanjutnya ditetapkan dengan keputusan Bawaslu sebanyak 3 (tiga) orang sebagai anggota Panwaslu Provinsi terpilih setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan.
Paragraf 3
Panwaslu Kabupaten/Kota
Pasal 94
(1) Calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi diusulkan oleh KPU Kabupaten/kota kepada Panwaslu Provinsi sebanyak 6 (enam) orang untuk selanjutnya dipilih sebanyak 3 (tiga) orang sebagai anggota Panwaslu Kabupaten/Kota setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan dan ditetapkan dengan keputusan Bawaslu.
(2) Calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota untuk Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota kepada Bawaslu sebanyak 6 (enam) orang untuk selanjutnya dipilih sebanyak 3 (tiga) orang sebagai anggota Panwaslu Kabupaten/Kota setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan dan ditetapkan dengan keputusan Bawaslu.
Paragraf 4
Panwaslu Kecamatan
Pasal 95
Calon anggota Panwaslu Kecamatan diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota kepada Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak 6 (enam) orang untuk selanjutnya dipilih sebanyak 3 (tiga) orang sebagai anggota Panwaslu Kecamatan dan ditetapkan dengan keputusan Panwaslu Kabupaten/Kota.
Paragraf 5
Pengawas Pemilu Lapangan
Pasal 96
Anggota Pengawas Pemilu Lapangan dipilih dan ditetapkan dengan keputusan Panwaslu Kecamatan.
Paragraf 6
Pengawas Pemilu Luar Negeri
Pasal 97
(1) Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
(2) Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan Bawaslu atas usul kepala perwakilan Republik Indonesia.
(3) Anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri terdiri atas masyarakat Indonesia yang berdomisili di luar negeri.
Paragraf 7
Sumpah/Janji
Pasal 98
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri mengucapkan sumpah/janji.
(2) Pengambilan sumpah/janji anggota Bawaslu dilakukan oleh Hakim Agung di kantor KPU.
(3) Pengambilan sumpah/janji anggota Panwaslu Provinsi dilakukan oleh Bawaslu.
(4) Pengambilan sumpah/janji anggota Panwaslu Kabupaten/Kota dilakukan oleh Panwaslu Provinsi, kecuali pada penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota pengambilan sumpah/janji dilakukan oleh Bawaslu.
(5) Sumpah/janji anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagai berikut.
"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota Bawaslu/Panwaslu Provinsi/Panwaslu Kabupaten/Kota/Panwaslu Kecamatan/Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan."
Paragraf 8
Pemberhentian
Pasal 99
(1) Anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri berhenti antarwaktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:
a. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik;
c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 3 (tiga) bulan.
d. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
e. dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana Pemilu; atau
f. tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas.
(3) Pemberhentian anggota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota Bawaslu oleh Presiden;
b. anggota Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri oleh Bawaslu.
(4) Penggantian anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota Bawaslu, digantikan oleh calon anggota Bawaslu urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
b. anggota Panwaslu Provinsi, digantikan oleh calon anggota Panwaslu Provinsi urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh Bawaslu;
c. anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, digantikan oleh calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh Panwaslu Provinsi;
d. anggota Panwaslu Kecamatan digantikan oleh calon anggota Panwaslu Kecamatan yang telah diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan ditetapkan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota;
e. anggota Pengawas Pemilu Lapangan dipilih dan ditetapkan oleh Panwaslu Kecamatan; dan
f. anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri dipilih dan ditetapkan oleh Bawaslu atas usul kepala perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 100
(1) Pemberhentian anggota Bawaslu, yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f didahului dengan verifikasi oleh Dewan Kehormatan atas pengaduan masyarakat dengan identitas yang jelas.
(2) Dalam proses pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota Bawaslu, harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Dewan Kehormatan.
(3) Dalam hal rapat Bawaslu memutuskan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rekomendasi Dewan Kehormatan, anggota yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai anggota Bawaslu sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberhentian.
(4) Tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembelaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pengambilan keputusan dalam pembuatan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Dewan Kehormatan diatur lebih lanjut dengan peraturan Bawaslu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak Bawaslu mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 101
(1) Pemberhentian, penonaktifan sementara, dan pengenaan sanksi administratif kepada anggota Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dilakukan oleh Bawaslu.
(2) Tata cara pemberhentian, penonaktifan sementara, dan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan Bawaslu.
Pasal 102
(1) Anggota Bawaslu diberhentikan sementara karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana Pemilu; atau
c. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 ayat (3).
(2) Dalam hal anggota Bawaslu dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota Bawaslu.
(3) Dalam hal anggota Bawaslu dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan harus diaktifkan kembali.
(4) Dalam hal surat keputusan pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diterbitkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, dengan sendirinya anggota Bawaslu dinyatakan aktif kembali.
(5) Dalam hal anggota Bawaslu yang dinyatakan tidak terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan rehabilitasi nama anggota Bawaslu yang bersangkutan.
(6) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(7) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) telah berakhir dan tanpa pemberhentian tetap, yang bersangkutan dinyatakan dengan Undang-Undang ini aktif kembali.
Pasal 103
Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan dibantu oleh sekretariat.
Bagian Keenam
Pengambilan Keputusan
Pasal 104
(1) Keputusan Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan penetapan dan pemberian rekomendasi masing-masing kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengenai penonaktifan sementara dan/atau pengenaan sanksi administratif kepada anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dilakukan melalui rapat pleno.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui suara terbanyak.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban dan Pelaporan
Pasal 105
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu:
a. dalam hal keuangan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. dalam hal pengawasan seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu dan tugas lainnya memberikan laporan pengawasan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara periodik untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Laporan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada KPU.
Pasal 106
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Panwaslu Provinsi bertanggung jawab kepada Bawaslu.
(2) Panwaslu Provinsi menyampaikan laporan kinerja dan pengawasan penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada Bawaslu.
(3) Panwaslu Provinsi menyampaikan laporan kegiatan pengawasan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi kepada gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi.
Pasal 107
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Panwaslu Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Bawaslu.
(2) Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kinerja dan pengawasan penyelengaraan Pemilu secara periodik kepada Bawaslu.
(3) Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan pengawasan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Bagian Kedelapan
Kesekretariatan
Pasal 108
(1) Sekretariat Bawaslu dipimpin oleh kepala sekretariat yang berasal dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(2) Kepala Sekretariat Bawaslu adalah jabatan struktural eselon II.
(3) Kepala Sekretariat Bawaslu bertanggung jawab kepada Bawaslu.
(4) Kepala Sekretariat Bawaslu diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri atas usul Bawaslu.
(5) Calon kepala Sekretariat Bawaslu diusulkan oleh Bawaslu sebanyak 3 (tiga) orang calon kepada Menteri Dalam Negeri untuk dipilih dan ditetapkan 1 (satu) orang oleh Menteri Dalam Negeri sebagai Kepala Sekretariat Bawaslu.
(6) Pegawai Sekretariat Bawaslu berasal dari pegawai negeri sipil dan tenaga profesional yang diperlukan.
(7) Pola organisasi dan tata kerja Sekretariat Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan Bawaslu.
Pasal 109
(1) Sekretariat Panwaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/kota masing-masing dipimpin oleh kepala sekretariat yang berasal dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(2) Kepala sekretariat Panwaslu Provinsi bertanggung jawab kepada Panwaslu Provinsi dan kepala sekretariat Panwaslu Kabupaten/kota bertanggung jawab kepada Panwaslu Kabupaten/Kota.
(3) Kepala sekretariat dan pegawai sekretariat Panwaslu Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh gubernur atas usul Panwaslu Provinsi.
(4) Kepala sekretariat dan pegawai sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota atas usul Panwaslu Kabupaten/Kota.
(5) Jumlah pegawai sekretariat Panwaslu Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan masing-masing paling banyak 5 (lima) orang.
(6) Pegawai sekretariat Panwaslu Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan berasal dari pegawai negeri sipil dan tenaga profesional yang diperlukan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan pegawai sekretariat Panwaslu dan tata kerja sekretariat Panwaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan Bawaslu dengan berpedoman pada Peraturan Presiden.
BAB V
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN
Bagian Pertama
Kode Etik
Pasal 110
(1) KPU dan Bawaslu secara bersama-sama menyusun dan menyetujui satu kode etik untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(2) Dalam hal penyusunan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KPU dan Bawaslu dapat mengikutsertakan pihak lain.
(3) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(4) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan KPU paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Bawaslu terbentuk.
Bagian Kedua
Dewan Kehormatan
Pasal 111
(1) Untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU dan anggota KPU Provinsi, dibentuk Dewan Kehormatan KPU yang bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan Dewan Kehormatan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan KPU.
(3) Dewan Kehormatan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri atas 3 (tiga) orang anggota KPU dan 2 (dua) orang dari luar anggota KPU.
(4) Dewan Kehormatan KPU terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Dewan Kehormatan KPU dipilih dari dan oleh anggota Dewan Kehormatan.
(6) Ketua Dewan Kehormatan KPU tidak boleh dirangkap oleh Ketua KPU.
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Kehormatan KPU menetapkan rekomendasi.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bersifat mengikat.
(9) KPU wajib melaksanakan rekomendasi Dewan Kehormatan KPU.
Pasal 112
(1) Untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU Kabupaten/Kota, dibentuk Dewan Kehormatan KPU Provinsi yang bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan Dewan Kehormatan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan KPU Provinsi.
(3) Dewan Kehormatan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 3 (tiga) orang yang terdiri atas 2 (dua) orang anggota KPU Provinsi dan 1 (satu) orang dari luar anggota KPU Provinsi.
(4) Dewan Kehormatan KPU Provinsi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Dewan Kehormatan KPU Provinsi dipilih dari dan oleh anggota Dewan Kehormatan KPU Provinsi.
(6) Ketua Dewan Kehormatan tidak boleh dirangkap oleh Ketua KPU Provinsi.
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Kehormatan KPU Provinsi menetapkan rekomendasi.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bersifat mengikat.
(9) KPU Provinsi wajib melaksanakan rekomendasi Dewan Kehormatan KPU Provinsi.
Pasal 113
(1) Untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota Bawaslu, dibentuk Dewan kehormatan Bawaslu yang bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan Dewan Kehormatan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Bawaslu.
(3) Dewan Kehormatan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri atas 1 (satu) orang anggota dari KPU, 2 (dua) orang anggota dari Bawaslu, dan 2 (dua) orang dari luar anggota KPU dan Bawaslu.
(4) Dewan Kehormatan Bawaslu terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Dewan Kehormatan Bawaslu dipilih dari dan oleh anggota Dewan Kehormatan Bawaslu.
(6) Ketua Dewan Kehormatan Bawaslu tidak boleh dirangkap oleh Ketua Bawaslu.
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Kehormatan Bawaslu menetapkan rekomendasi.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bersifat mengikat.
(9) Bawaslu wajib melaksanakan rekomendasi Dewan Kehormatan Bawaslu.
BAB VI
KEUANGAN
Pasal 114
(1) Anggaran belanja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu, Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota serta Sekretariat Bawaslu bersumber dari APBN.
(2) Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden wajib dianggarkan dalam APBN.
(3) Sekretaris Jenderal KPU mengoordinasikan pendanaan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN.
(4) Kepala Sekretariat Bawaslu mengoordinasikan anggaran belanja Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(5) Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah wajib dianggarkan dalam APBD.
Pasal 115
Anggaran penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang APBN, serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD wajib dicairkan sesuai dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Pasal 116
Kedudukan keuangan anggota KPU, Bawaslu, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, diatur dalam Peraturan Presiden.
BAB VII
PERATURAN DAN KEPUTUSAN PENYELENGGARA PEMILU
Pasal 117
(1) Untuk penyelenggaraan Pemilu, KPU membentuk peraturan KPU dan keputusan KPU.
(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk penyelenggaraan Pemilu, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membentuk keputusan dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan oleh KPU.
Pasal 118
(1) Untuk pelaksanaan pengawasan Pemilu, Bawaslu membentuk peraturan Bawaslu dan keputusan Bawaslu.
(2) Peraturan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 119
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggara Pemilu di provinsi yang bersifat khusus atau bersifat istimewa sepanjang tidak diatur lain dalam undang-undang tersendiri.
Pasal 120
Pembentukan Tim Seleksi untuk memilih calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota di daerah otonom baru yang DPRD-nya belum terbentuk diatur lebih lanjut dengan peraturan KPU.
Pasal 121
Untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajibannya, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pemerintah dan pemerintah daerah serta memperoleh bantuan dan fasilitas, baik dari Pemerintah maupun dari pemerintah daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 122
(1) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU tidak dapat melaksanakan tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan undang-undang, tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal KPU.
(2) Dalam hal KPU tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat mengambil langkah agar KPU dapat melaksanakan tugasnya kembali.
(3) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tidak dapat menjalankan tugasnya, tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh KPU setingkat di atasnya.
Pasal 123
(1) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan Bawaslu tidak dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan undang-undang, pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Kepala Sekretariat Bawaslu.
(2) Dalam hal Bawaslu tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat segera mengambil langkah agar Bawaslu dapat melaksanakan tugasnya kembali.
(3) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan Panwaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota tidak dapat menjalankan tugasnya, tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Bawaslu atau Panwaslu setingkat di atasnya.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 124
(1) Masa kerja anggota KPU yang diperpanjang berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berakhir sejak saat pengucapan sumpah/janji anggota KPU yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPU yang masa kerjanya diperpanjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan tugas, wewenang, dan kewajiban KPU sesuai dengan Undang-Undang ini.
(3) Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, segala kewajiban dengan pihak lain yang belum selesai dilaksanakan oleh KPU tetap berlangsung dan dinyatakan tetap berlaku menurut Undang-Undang ini.
(4) Untuk pertama kali, pembentukan Tim Seleksi anggota KPU menurut Undang-Undang ini harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 125
(1) Keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir masa keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta KPUD Provinsi sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
(2) Dalam hal anggota KPUD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir masa tugasnya pada saat berlangsungnya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, pengisian keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang ini ditunda.
(3) Anggota KPUD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap menjalankan tugas sampai dengan pengisian keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) Pengisian keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 4 (empat) bulan sejak pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih.
Pasal 126
(1) Keanggotaan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir masa keanggotaan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta KPUD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
(2) Dalam hal anggota KPUD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir masa tugasnya pada saat berlangsungnya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, pengisian keanggotaan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini ditunda.
(3) Anggota KPUD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap menjalankan tugas sampai dengan pengisian keanggotaan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) Pengisian keanggotaan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 4 (empat) bulan sejak pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih.
Pasal 127
Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sedang berlangsung pada saat Undang-Undang ini diundangkan, KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 128
Struktur organisasi dan tata kerja sekretariat KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/kota disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 3 (tiga) bulan sejak pengisian keanggotaan KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/kota.
Pasal 129
(1) Keanggotaan Bawaslu harus sudah terisi paling lambat 5 (lima) bulan setelah pengisian keanggotaan KPU berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota sedang berlangsung pada saat Undang-Undang ini diundangkan, panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tetap melaksanakan tugasnya.
(3) Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepada daerah yang akan berlangsung sebelum terbentuknya Bawaslu berdasarkan Undang-Undang ini, pembentukan pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 130
Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur penyelenggara Pemilu dan kode etik penyelenggara Pemilu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 131
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4631) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 132
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan-ketentuan dalam:
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4277);
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4311); dan
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
yang mengatur lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilu sepanjang telah diatur dalam Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 133
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
HAMID AWALUDIN
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
No. 2043 Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 104
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2007
TENTANG
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
I. UMUM
Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Amanat konstitusi tersebut untuk memenuhi tuntutan perkembangan kehidupan politik, dinamika masyarakat, dan perkembangan demokrasi yang sejalan dengan pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu, wilayah negara Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang besar dan menyebar di seluruh Nusantara serta memiliki kompleksitas nasional menuntut penyelenggara pemilihan umum yang profesional dan memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penyempurnaan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggara pemilihan umum dimaksudkan untuk lebih meningkatkan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi penyelenggaraan pemilihan umum. Oleh karena itu, diperlukan satu undang-undang yang mengatur penyelenggara pemilihan umum.
Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang dilaksanakan oleh suatu komisi pemilihan umum, selanjutnya disebut Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan dan melaksanakan pemilihan umum bebas dari pengaruh pihak mana pun.
Perubahan penting dalam Undang-Undang ini, antara lain, meliputi pengaturan mengenai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan disempurnakan menjadi 1 (satu) undang-undang secara lebih komprehensif.
Di dalam Undang-Undang ini diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya; KPU memberikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. Undang-Undang ini juga mengatur pembentukan panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara pemilihan umum yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan umum dalam rangka mengawal terwujudnya pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dalam penyelenggaraan pemilihan umum, diperlukan adanya suatu pengawasan untuk menjamin agar pemilihan umum tersebut benar-benar dilaksanakan berdasarkan asas pemilihan umum dan peraturan perundang-undangan. Untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum, Undang-Undang ini mengatur mengenai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bersifat tetap. Fungsi pengawasan intern oleh KPU dilengkapi dengan fungsi pengawasan ekstern yang dilakukan oleh Bawaslu serta Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Pembentukan Pengawas Pemilu tersebut tidak dimaksudkan untuk mengurangi kemandirian dan kewenangan KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum.
Adanya lembaga penyelenggara pemilihan umum yang profesional membutuhkan Sekretariat Jenderal KPU di tingkat pusat dan sekretariat KPU Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota di daerah sebagai lembaga pendukung yang profesional dengan tugas utama membantu hal teknis administratif, termasuk pengelolaan anggaran. Untuk lebih membantu lancarnya tugas-tugas KPU, diangkat tenaga ahli/pakar sesuai dengan kebutuhan dan berada di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal KPU.
Dalam rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang memiliki integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan ditetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik Penyelenggara Pemilu dapat diterapkan dalam penyelenggaraan pemilihan umum, dibentuk Dewan Kehormatan KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu.
Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan pemilihan umum, Undang-Undang ini memuat pengaturan yang mengamanatkan agar Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan dan fasilitas yang diperlukan oleh KPU dan Bawaslu.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Rumusan pasal ini menjelaskan sifat penyelenggara Pemilu yang nasional, tetap, dan mandiri.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang berhak menandatangani peraturan hanya Ketua KPU.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU merupakan pengguna akhir data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU dan dituangkan ke dalam berita acara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "KPU wajib menyerahkannya kepada saksi" adalah KPU wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara kepada saksi dan Bawaslu, baik diminta maupun tidak.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf p
Yang dimaksud dengan "menonaktifkan sementara" adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU merupakan pengguna akhir data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU dan dituangkan ke dalam berita acara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "wajib menyerahkannya kepada saksi" adalah KPU wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak diminta.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf o
Yang dimaksud dengan "menonaktifkan sementara" adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penggunaan anggaran yang diterima KPU dari APBN diperiksa secara periodik oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU Provinsi merupakan pengguna akhir data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Provinsi dan dituangkan ke dalam berita acara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "KPU Provinsi wajib menyerahkannya kepada saksi" adalah KPU Provinsi wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf i
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf m
Yang dimaksud dengan "menonaktifkan sementara" adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam memutakhirkan data pemilih, KPU Provinsi merupakan pengguna akhir data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Provinsi dan dituangkan ke dalam berita acara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "KPU Provinsi wajib menyerahkannya kepada saksi" adalah KPU Provinsi wajib memberikan berita acara serta sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "menonaktifkan sementara" adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam memutakhirkan data pemilih, KPU Provinsi merupakan pengguna akhir data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Provinsi dan dituangkan ke dalam berita acara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "KPU Provinsi wajib menyerahkannya kepada saksi" adalah KPU Provinsi wajib memberikan berita acara serta sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf p
Yang dimaksud dengan "menonaktifkan sementara" adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Laporan kepada Presiden disampaikan melalui Menteri Dalam Negeri.
Huruf v
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penggunaan anggaran yang diterima oleh KPU Provinsi dari APBN diperiksa secara periodik oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU Kabupaten/Kota merupakan pengguna akhir data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan ke dalam berita acara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkannya kepada saksi" adalah KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan berita acara serta sertifikat penghitungan suara baik diminta maupun tidak.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf n
Yang dimaksud dengan "menonaktifkan sementara" adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU Kabupaten/Kota merupakan pengguna akhir data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan ke dalam berita acara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkannya kepada saksi" adalah KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf k
Yang dimaksud dengan "menonaktifkan sementara" adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU Kabupaten/Kota merupakan pengguna akhir data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan ke dalam berita acara.
Huruf k
Yang dimaksud dengan "KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkannya kepada saksi" adalah KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf l
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf q
Yang dimaksud dengan "menonaktifkan sementara" adalah membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Huruf v
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penggunaan anggaran yang diterima oleh KPU Kabupaten/Kota dari APBN diperiksa secara periodik oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 11
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "memiliki pengetahuan dan keahlian atau memiliki pengalaman" dalam ketentuan ini dibuktikan dengan karya tulis atau pernah menjadi anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, pengawas, dan panitia pemilihan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cacat tubuh tidak termasuk kategori gangguan kesehatan.
Huruf i
Calon yang belum pernah menjadi anggota partai politik melampirkan pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai cukup.
Calon yang pernah menjadi anggota partai politik melampirkan keterangan tertulis dari partai politik yang bersangkutan yang menerangkan bahwa calon sudah tidak lagi menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Huruf j
Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "membantu" dalam ketentuan ini adalah melakukan seleksi calon anggota KPU dan menyampaikan hasilnya kepada Presiden.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "unsur profesional" adalah unsur organisasi profesi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "melibatkan partisipasi masyarakat" adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan tanggapan dan masukan secara tertulis terhadap calon anggota KPU.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara.
Huruf b
"Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja" dalam ketentuan ini sudah termasuk waktu untuk melengkapi persyaratan administrasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa cetak harian nasional dan media massa elektronik nasional harus dicantumkan alamat Sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim Seleksi kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota KPU, dan tanggapan harus disertai identitas diri pemberi tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini berkaitan dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan manajemennya, sistem politik, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang politik, integritas diri termasuk klarifikasi atas tanggapan masyarakat yang disampaikan dengan identitas yang jelas.
Huruf h
Penyampaian nama bakal calon anggota KPU dari Tim Seleksi kepada Presiden disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon anggota KPU.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat disusun dalam urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan 21 (dua puluh satu).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur profesional" adalah unsur organisasi profesi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "gubernur" termasuk penjabat gubernur.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
"Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja" dalam ketentuan ini sudah termasuk waktu untuk melengkapi persyaratan administrasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa cetak harian lokal dan media massa elektronik harus dicantumkan alamat Sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim Seleksi kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota KPU Provinsi dan tanggapan harus disertai identitas diri pemberi tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini berkaitan dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan manajemennya, sistem politik, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang politik, integritas diri termasuk klarifikasi atas tanggapan masyarakat yang disampaikan dengan identitas yang jelas.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh KPU disusun dalam urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan peringkat 10 (sepuluh).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur profesional" adalah unsur organisasi profesi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bupati/walikota" termasuk penjabat bupati/walikota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud "media massa cetak harian lokal" adalah media massa yang terbit di wilayah provinsi dan/atau media massa cetak harian lokal yang menjangkau kabupaten/kota yang bersangkutan.
Huruf b
"Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja" dalam ketentuan ini sudah termasuk waktu untuk melengkapi persyaratan administrasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa cetak harian dan media massa elektronik harus dicantumkan alamat sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim Seleksi kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota dan tanggapan harus disertai indentitas diri pemberi tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini berkaitan dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan manajemennya, sistem politik, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang politik, integritas diri termasuk klarifikasi atas tanggapan masyarakat yang disampaikan dengan identitas yang jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh KPU Provinsi disusun dalam bentuk urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan peringkat 10 (sepuluh).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Keterangan "meninggal dunia" dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Huruf b
Yang dimaksud "mengundurkan diri" adalah mengundurkan diri karena alasan kesehatan dan/atau karena terganggu fisik dan/atau jiwanya untuk menjalankan kewajibannya sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap" adalah menderita sakit fisik dan/atau jiwanya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Untuk menggantikan anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang berhenti atau diberhentikan, tidak diperlukan lagi pembentukan Tim Seleksi.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "keputusan pemberhentian" adalah keputusan Presiden untuk memberhentikan anggota KPU, keputusan KPU untuk memberhentikan anggota KPU Provinsi, dan keputusan KPU Provinsi untuk memberhentikan anggota KPU Kabupaten/Kota.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Selama anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota diberhentikan sementara segala hak keuangannya tetap diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penyelesaian administrasi hasil Pemilu dilakukan lebih lanjut oleh Sekretaris Jenderal KPU untuk tingkat pusat, KPU untuk tingkat provinsi, KPU Provinsi untuk tingkat kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Sebelum mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris, secara kolektif PPK dapat berkonsultasi dengan sekretaris daerah.
Pasal 44
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengumuman hasil rekapitulasi dilakukan dengan cara menempelkannya pada sarana pengumuman kecamatan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "PPK wajib menyerahkannya kepada saksi" adalah PPK wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "membentuk KPPS" termasuk menentukan jumlah dan lokasi TPS.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman daftar pemilih dilakukan dengan cara menempelkannya pada sarana pengumuman desa/kelurahan dan/atau sarana umum yang mudah dijangkau dan dilihat masyarakat.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "masukan dari masyarakat tentang daftar pemilih sementara" adalah masukan untuk menambah data pemilih yang memenuhi persyaratan tetapi belum terdaftar dan/atau mengurangi data pemilih karena tidak memenuhi persyaratan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan cara menempelkannya pada sarana pengumuman desa/kelurahan.
Huruf l
Yang dimaksud dengan "menjaga dan mengamankan", antara lain, adalah tidak membuka, tidak mengubah, tidak mengganti, tidak merusak, tidak menghitung surat suara, atau tidak menghilangkan kotak suara.
Huruf m
Yang dimaksud dengan "meneruskan" adalah membawa dan menyampaikan kotak suara kepada PPK, yang dapat dilakukan sendiri atau bekerja sama dengan pihak yang berwenang.
Huruf n
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan cara menempelkannya pada TPS dan/atau lingkungan TPS.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "menjaga dan mengamankan", antara lain, adalah tidak membuka, tidak mengubah, tidak mengganti, tidak merusak, atau tidak menghilangkan kotak suara yang telah berisi suara yang telah dicoblos dan setelah kotak suara disegel.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "KPPS wajib menyerahkannya kepada saksi" adalah KPPS wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pengumuman daftar pemilih dilakukan dengan cara, antara lain, menempelkannya pada sarana pengumuman di kantor perwakilan Republik Indonesia.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan cara, antara lain menempelkannya pada sarana pengumuman kantor perwakilan Republik Indonesia.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan cara, antara lain, menempelkannya pada TPSLN dan/atau lingkungan TPSLN.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cacat tubuh tidak termasuk kategori tidak sehat jasmani dan rohani.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "Pemerintah" adalah Presiden, yang dalam pelaksanaan konsultasi tersebut, Presiden dapat menunjuk Menteri Dalam Negeri.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Tenaga profesional lain direkrut sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan "sesuai dengan kebutuhan" adalah berkaitan dengan jumlah pakar/ahli dan keahlian yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja KPU serta membantu pelaksanaan tugas dan fungsi KPU secara profesional.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Tenaga profesional lain direkrut sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Tenaga profesional lain direkrut sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "memberikan bantuan hukum" adalah memberikan bantuan hukum kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan "pelaksanaan kampanye", terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye;
Angka 6
Yang dimaksud dengan "perlengkapan Pemilu", terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada KPU untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan "pelaksanaan kampanye", terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye.
Angka 6
Yang dimaksud dengan "perlengkapan Pemilu", terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada Panwaslu Provinsi untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan "pelaksanaan kampanye", terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye.
Angka 6
Yang dimaksud dengan "perlengkapan Pemilu", terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan "pelaksanaan kampanye", terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye.
Angka 3
Yang dimaksud dengan "perlengkapan Pemilu", terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada PPK untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan "pelaksanaan kampanye", terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye.
Angka 3
Yang dimaksud dengan "perlengkapan Pemilu", terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan "pelaksanaan kampanye", terutama mengenai bentuk dan materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye.
Angka 3
Yang dimaksud dengan "perlengkapan Pemilu", terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada PPLN dan KPPSLN untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang yang berkaitan dengan pengawasan, antara lain memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang penegakan hukum.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cacat tubuh tidak termasuk kategori tidak sehat jasmani dan rohani.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "unsur profesional" adalah unsur organisasi profesi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 88
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "melibatkan partisipasi masyarakat" adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan tanggapan dan masukan secara tertulis terhadap calon anggota Bawaslu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
"Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja" dalam ketentuan ini sudah termasuk waktu untuk melengkapi persyaratan administrasi.
Huruf d
Pengumuman dalam media massa elektronik mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa cetak harian nasional dan media massa elektronik harus dicantumkan alamat Sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim Seleksi kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota Bawaslu dan tanggapan harus disertai identitas diri pemberi tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini berkaitan dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan manajemennya, sistem politik, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang politik, integritas diri termasuk klarifikasi atas tanggapan masyarakat yang disampaikan dengan identitas yang jelas.
Huruf h
Penyampaian nama bakal calon anggota Bawaslu dari Tim Seleksi kepada KPU disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal calon anggota Bawaslu.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat disusun dalam urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan peringkat 15 (lima belas).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap" adalah menderita sakit, baik fisik maupun jiwanya, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 100
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "keputusan pemberhentian" adalah keputusan Presiden untuk memberhentikan anggota Bawaslu.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Ayat (1)
Selama anggota Bawaslu diberhentikan sementara segala hak keuangannya tetap diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Tenaga profesional lain yang direkrut sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 109
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Tenaga profesional lain yang direkrut sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 110
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pihak lain" dalam ketentuan ini adalah pihak yang mempunyai kompetensi untuk menyusun kode etik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "3 (tiga) orang anggota KPU" adalah anggota KPU yang tidak diadukan melanggar kode etik.
Yang dimaksud dengan "2 (dua) orang dari luar anggota KPU" adalah tokoh masyarakat atau akademisi yang memiliki integritas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "2 (dua) orang anggota KPU Provinsi" adalah anggota KPU Provinsi yang tidak diadukan dan/atau dilaporkan melanggar kode etik.
Yang dimaksud dengan "1 (satu) orang dari luar anggota KPU Provinsi" adalah tokoh masyarakat atau akademisi yang memiliki integritas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 113
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "2 (dua) orang anggota Bawaslu" adalah anggota Bawaslu yang tidak diadukan/dilaporkan melanggar kode etik.
Yang dimaksud dengan "2 (dua) orang dari luar anggota KPU dan Bawaslu" adalah tokoh masyarakat atau akademisi yang memiliki integritas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 114
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal KPU termasuk anggaran kesekretariatan.
Ayat (4)
Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang dikoordinasikan oleh Kepala Sekretariat Bawaslu termasuk anggaran kesekretariatan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 115
Pencairan anggaran yang dimaksud dalam ketentuan ini mengikuti persyaratan yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan bidang keuangan negara.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007
Dengan segala kerendahan hati diunggah oleh Fernandes Raja Saor, S.H., M.H. di 20.24
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar