Berita Hukum Pidana di TIMIKA, MINGGU – Komnas HAM Papua, Minggu (10/8), menyesalkan peristiwa penembakan oleh oknum aparat terhadap warga Wamena Kabupaten Jayawijaya Anthonius Tabuni (40) yang berujung kematian.
Penembakan terjadi saat Dewan Adat Papua menggelar peringatan Hari Penduduk Pribumi Sedunia yang dipusatkan di Wamena, Sabtu siang.
Kepala Sekertariat Komnas HAM Papua, Fritz Ramandey mengatakan penembakan oleh oknum aparat terhadap warga sipil tidak dapat ditoleransi. “Bahwa terjadi aksi lempar-melempar yang dilakukan massa terhadap polisi itu merupakan ekspresi kemarahan yang wajar. Saya yakin aparat sudah dilatih untuk menghadapinya,” ujarnya ketika dihubungi di Jayapura Papua.
Penulis berbagai buku tentang Papua ini mengatakan langkah represi aparat penting untuk mengamankan suasana. Namun, ia tidak setuju jika cara-cara yang dipakai berujung pada kehilangan jiwa warga sipil seperti yang dialami Anthonius Tabuni.
Saat peringatan Hari Penduduk Pribumi Sedunia di Wamena, Anthonius ditemukan tewas diantara kerumunan ribuan masyarakat dengan berlumuran daerah di sekitar dada. Ia diduga tewas ditembus timah panas namun aparat hingga kini belum mendapatkan penjelasan penyebab kematian Anthonius.
Suasana ricuh terjadi karena dalam peringatan itu terjadi penancapan bendera bintang kejora atau bintang fajar. Agenda ini berada di luar skenario acara Dewan Adat Papua (DAP). Aparat berusaha merebut bendera itu namun terjadi kericuhan dan beberapa saat kemudian terdengar rentetan senjata.
Fritz mempertanyakan antisipasi aparat karena sehari sebelumnya DAP telah meminta izin dan memberikan surat pemberitahuan penyelenggaraan Hari Penduduk Pribumi Sedunia di Wamena kepada polisi. Ia pun mempertanyakan prosedur penanganan kejadian pengibaran/penancapan bendera bintang kejora.
“Kami akan membuktikan apakah kejadian yang dilakukan aparat ini memenuhi unsur kesengajaan. Penembakan dilakukan saat pengamanan dan terpimpin pada garis komando serta prosedur tetap yang jelas. Ini tidak dilakukan sendiri tetapi dilakukan dengan mengenakan atribut negara,” ujarnya.
Kasus penembakan terhadap warga sipil di Papua telah berulang kali terjadi. Diantaranya kenangan pahit akan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Papua yang tak kunjung terselesaikan seperti Timika Berdarah (2003), Wasior Berdarah (2001), dan Abepura Berdarah (2005).
diunduh di : http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/10/08152391/komnas.ham.papua.sesalkan.penembakan.warga.sipil.di.wamena
Sedangkan ada juga beberapa walhi seperti dalam websitenya dikemukakan adalah sebagai berikut:
Tugas Mendesak KOMNAS HAM Periode 2007-2012: Tuntaskan Penyelidikan Kasus-kasus Pelanggaran HAM dalam Konflik Agraria dan Kejahatan Lingkungan Hidup
Pernyataan Sikap
WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), FSPI (Federasi Serikat Petani Indonesia), KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), RACA Institute, STN (Serikat Tani Nasional), WALHI DKI Jakarta, API (Aliansi Petani Indonesia), AMP (Aliansi Mahasiswa Papua), Front PEPERA PB (Front Perjuangan Pembebasan Rakyat Papua Barat)
Pada tanggal 21 Juni 2007, DPR RI telah memilih dan menetapkan 11 (sebelas) orang anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2007-2012, untuk menggantikan anggota Komnas HAM periode 2002-2007. Pergantian ini diharapkan tidak sekedar pergantian orang semata-mata, tetapi lebih strategis dari itu, diharapkan dapat meningkatkan kinerja Komnas HAM, khususnya dalam bidang penyelidikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat dalam konflik agraria dan kejahatan lingkungan hidup, sebagaimana dimandatkan UU 39/1999 tentang Hak Asasi Mansuia dan UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Agenda penyelidikan kasus-kasus dalam konflik agraria dan kejahatan lingkungan hidup ini menjadi agenda sangat penting dan seharusnya menjadi skala prioritas kerja Komnas HAM periode 2007-2012. Sebab, jika Komnas HAM gagal, maka Komnas HAM termasuk lembaga negara yang turut terlibat dalam agenda konspiratif untuk melanggengkan impunitas di Indonesia, dan menutup jalan keadilan yang bermartabat bagi rakyat korban, khususnya kaum petani dan masyarakat adat Indonesia.
Dalam kerangka di atas, setidaknya terdapat dua belas (dua belas) kasus prioritas yang wajib diselesaikan oleh Komnas HAM periode 2007-2012, yaitu:
1. Kasus petani dan masyarakat adat Kajang versus PT London Sumatera (Lonsum) di Kabupaten Bulukumba di Sulawesi Selatan;
2. Kasus Petani Tanah Awuk, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat versus Pemkab. Lombok Tengah dan PT Angkasa Pura I;
3. Kasus Petani Kontu, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara
4. Kasus warga Rumpin Bogor, Jawa Barat versus TNI Angkatan Udara;
5. Kasus petani Alas Tlogo versus TNI Angkatan Laut (Pasuruan Jawa Timur);
6. Kasus penembakan petani Runtu versus perusahaan HPH/perkebunan sawit PT Mitra Mendawai Sejati/Tanjung Lingga Group (Kab. Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah);
7. Kasus PT Freeport Indonesia (PT FI) di Kabupaten Mimika, Papua;
8. Kasus Lumpur Lapindo, Sidoarjo Jawa Timur;
9. Kasus PT Newmont di Kabupaten Minasa, Sulawesi Utara
10. Kasus PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) Muria di Kabupaten Jepara, Jateng dan PLTN Madura di Jawa Timur;
11. Kasus petani Ogan Komering Ilir (OKI) versus perusahaan perkebunan Sawit PT Persada Sawit Mas Mandiri (PSM);
12. Kasus petani Lengkong, Sukabumi, Jawa Barat versus PT Tugu Cimenteng (perkebunan sawit)
Kasus-kasus di atas hanyalah sebahagian kecil kasus-kasus agraria dan kejahatan lingkungan hidup yang terjadi dan telah dilaporkan kepada Komnas HAM periode 2002-2007, namun belum ada kemajuan berarti dari penyelidikan Komnas HAM. Oleh karena itu, dengan tegas kami meminta dan mendesak Komnas HAM untuk:
1. Segera bentuk Tim Adhoc Penyelidikan untuk Konflik Agraria dan Kejahatan Lingkungan Hidup, guna menuntaskan penyelidikan atas kasus-kasus di atas. Tim ini secara strategis juga mendata secara lebih akurat jumlah konflik agraria dan lingkungan hidup di Indonesia, guna diambil tindakan penyelesaian yang terukur secara hukum dan berperspektif HAM;
2. Memaksimalkan peran dan kewenangan dalam rangka mewujudkan pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM atas kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
namun agenda penembakan di Papua ini masih menjadi pertanyaan baru akankah diproses lebih lanjut atau dideponirkan saja, kita tunggu lagi ulasan berita hukum pidana terhadap penembakan di papua ini.
Penembakan di Papua, aparat diduga menmbak mati sipil
Dengan segala kerendahan hati diunggah oleh Fernandes Raja Saor, S.H., M.H. di 19.43
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar