"Everyone is entitled in full equality to a fair and public hearing by an independent and impartial tribunal in the determination of his rights and obligation of any criminal charge agains him. " (Setiap orang berhak dalam persamaan sepenuhnya didengarkan suaranya di muka umum dan secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tak memihak, dalam hal menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dan dalam setiap tuntutan pidana yang ditujukan kepadanya).
kemudian langkah kongkrit apa yang dilakukan oleh Mahkamah Agung?
Ketua Mahkamah Agung RI dalam Surat Edaran No.06 Tahun 2008
yang ditukan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dari Empat Lingkungan Peradilan di selruh wilayah Indonesia pada intinya melarang meminta dan atau menerima bantuan serta fasilitas dalam bentuk apapun dari PEMDA, BUMN/BUMD, Badan Hukum Swasta, atau pihak lain demi menjaga netralitas, kemandirian, citra dan wibawa lembaga peradilan. Surat selengkapnya:
Sehubungan dengan itu, Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
"Everyone has the right to an effective remedy by the competent national tribunals for act violating the fundamental rights granted him by the constitution or by law."
(Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif oleh hakim-hakim nasional yang kuasa terhadap tindakan perkosaan hak-hak dasar, yang diberitakan kepadanya oleh undang-undang dasar negara atau undang-undang)
Penulis membedakan antara pengertian "mandiri" dan "independen" atau merdeka. Mandiri menurut penulis artinya berada di bawah atap sendiri tidak berada di bawah atap departemen atau badan lain. Sedangkan independen atau merdeka berarti di dalam memutus perkara seperti dimaksud Prof. Dr. Lotulong.
Transparansi jangan dicampuradukan dengan audit keuangan. Transparansi bersifat informatif, sedangkan audit sudah masuk ranah pemeriksaan.
Tudingan miring bahwa Mahkamah Agung (MA) selama ini bersifat tertutup dan tidak transparan khususnya terkait pengelolaan anggaran, dijawab dengan aksi nyata. Melalui siaran pers tertanggal 19 September 2008, MA resmi mengumumkan dimulainya era akuntabilitas pengadilan dalam hal pengelolaan anggaran. MA menyatakan langkah akuntabilitas ini merupakan tindaklanjut atas terbitnya Surat Keputusan Ketua MA No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan di Pengadilan.
“Keterbukaan di pengadilan kini tidak lagi sebatas di atas kertas,” begitu tertulis di siaran pers MA. Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi menyatakan bahwa transparansi anggaran ini bersama dengan diluncurkannya situs putusan online (www.putusan.net), sejalan dengan komitmen MA atas keterbukaan pengadilan sejak diterbitkannya SK KMA 144.
Pada Juni 2008, langkah awal sebenarnya telah dirintis dengan menjadikan Pengadilan Agama Kendal dan Pengadilan Agama Cilacap sebagai proyek percontohan. Tiga bulan kemudian, tepatnya 16-19 September 2008, proyek ini ditindaklanjuti dengan mengikutsertakan 176 satuan kerja (satker) dan tiga Direktorat Jenderal dan satu badan di MA dalam program pelatihan tentang standarisasi menu situs web dan uploading data transparansi anggaran.
Total 180 satker rencananya akan memajang informasi yang relevan bagi publik, termasuk di dalamnya transparansi pengelolaan anggaran dan panjar uang perkara yang harus dibayarkan oleh para pencari keadilan (yustisiabel). Selain 180 satker, pelatihan juga diikuti oleh Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Agama serta beberapa Ketua Pengadilan Tingkat Pertama baik dari lingkungan peradilan agama dan tata usaha negara selaku pengendali mutu (quality control).
Tampilan Transparansi Anggaran pada Situs MA
|
Transparansi beda dengan audit
Ketua Muda Pembinaan MA Ahmad Kamil menjelaskan pada setiap situs pengadilan akan ditampilkan data-data seperti besaran anggaran, berapa alokasi yang sudah terserap, dan berapa sisanya. Di dalamnya juga menampilkan biaya perkara, termasuk rinciannya. “Semuanya boleh akses, mulai dari pihak yang berperkara sampai LSM sekalipun,” ujar Ahmad ditemui di sela-sela acara buka bersama di kantor Komisi Yudisial (22/9).
Ahmad berharap transparansi anggaran dapat dijadikan tonggak bagi perbaikan pelayanan pengadilan kepada publik. Ia juga menegaskan bahwa transparansi jangan dicampuradukan dengan audit keuangan. Sebagaimana diketahui, persoalan audit sempat “memanaskan” hubungan MA-BPK gara-gara MA tidak berkenan jika BPK mengaudit biaya perkara pada pengadilan. Menurut Ahmad, transparansi bersifat informatif, sedangkan audit sudah masuk ranah pemeriksaan.
“Untuk ini (audit, red.), kami berpendapat selama itu terkait PNBP, kalau itu sudah siap diaudit, tetapi kalau yang berkaitan dengan proses tetap tidak bisa karena itu milik orang yang berperkara,” jelasnya. Sebagai informasi, 23 Juli 2008 lalu, pemerintah baru saja menerbitkan PP tentang biaya perkara di lembaga peradilan.
Ketua KY Busyro Muqoddas menyambut baik langkah MA membuka akses informasi tentang anggaran pengadilan. Namun, Busyro berharap transparansi anggaran segera ditindaklanjuti dengan transparansi di sektor-sektor lain, khususnya terkait proses peradilan. “Termasuk putusan-putusan hakim dapat mudah diakses oleh para pencari keadilan,” tukasnya. Harapan Busyro sebenarnya sudah mulai diakomodir oleh MA dengan meluncurkan situs www.putusan.net. Sayang, situs dimaksud isinya masih relatif minim, dan sejauh ini terbatas pada putusan MA.
sumber : http://hukumonline.com/detail.asp?id=20179&cl=Berita
0 komentar:
Posting Komentar