Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
• Pengusaha
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
• Kewajiban Wajib Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya.
- Pendaftaran
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah :
1. Orang Pribadi yang menjalakan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya;
3. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta;
4. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
Pajak selanjutnya dijelaskan adalah Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi kedudukan wajib pajak dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi. Selain mendatangi Kantor Pelayanan Pajak, Wajib Pajak Orang Pribadi dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui e-registration di website Direktorat Jenderal Pajak http://www.pajak.go.id/. Selain mendapatkan NPWP, Wajib Pajak dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan kepadanya akan diberikan Nomor Pengkuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
- Pembayaran dan Pelaporan
Setelah melakukan pendaftaran dan mendapatkan NPWP, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar pajak, yang selanjutnya melaporkan pajak terutangnya dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT). Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT masa dan SPT tahunan adalah sebagai berikut :
No
Jenis SPT
Batas Waktu Pembayaran
Batas Waktu Pelaporan
Masa
1
PPh Pasal 21/26
Tgl 10 bulan berikut setelah masa pajak berakhir
20 hari setelah masa pajak berakhir
2
PPh Pasal 25
Tgl 15 bulan berikut setelah masa pajak berakhir
20 setelah masa pajak berakhir
Tahunan
1
PPh OP
Tgl 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
Akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
2
PBB
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
3
BPHTB
Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
Apabila dalam menghitung dan membayar pajak tersebut ditemukan ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal berdasarkan hasil pemeriksaan yang tidak dilaporkan oleh WP, Direktorat Jenderal Pajak akan menebitkan Surat Ketetapan Pajak (skp) kepada WP tersebut.
· Hak Wajib Pajak
Wajib pajak selain mempunyai kewajiban juga mempunyai hak untuk mendapatkan kerahasiaan atas seluruh informasi yang telah disampaikan pada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Berkaitan dengan pembayaran pajak terutang, Wajib Pajak berhak memperoleh :
1. Pengangsuran pembayaran, apabila wajib pajak mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu untuk membayar pajak sekaligus.
2. Pengurangan PPh Pasal 25, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan keuangan dikarenakan usahanya mengalami kesulitan sehingga tidak mampu membayar angsuran yang sudah ditetapkan sebelumnya.
3. Pengurangan PBB, pemberian keringanan pajak yang terutang atas Objek Pajak.
4. Pembebasan Pajak, apabila wajib pajak mengalami musibah dikarenakan force mayeur seperti bencana alam. Dalam hal ini DJP akan mengeluarkan suatu kebijakan.
5. Pajak ditanggung pemerintah Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah
6. Insentif Perpajakan, untuk merangsang investasi
7. Penundaan pelaporan SPT Tahunan, Apabila Wajib Pajak tidak dapat menyelesaikan/menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, Wajib Paja berhak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling lama 6 (enam) bulan.
8. Restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak), apabila wajib pajak merasa bahwa jumlah pajak atau kredit pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.
9. Keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan ke DJP. Apabila dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga,
10. Banding, Apabila hasil proses keberatan dirasa masih belum memuaskan Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
11. Peninjauan Kembali, Apabila Wajib Pajak tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak, apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
Jenis Pajak
function tableOrdering( order, dir, task )
{
var form = document.adminForm;
form.filter_order.value = order;
form.filter_order_Dir.value = dir;
document.adminForm.submit( task );
}
Top of Form
1
Bea Materai (BM)
2
Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB)
3
Pajak Bumi Dan Bangunan(PBB)
4
Pajak Pertambahan Nilai(PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah(PPNBM)
5
Pajak Penghasilan (PPh)
Bottom of Form
BEA MATRAI
I. Pengertian
a.Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan;b.Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI;c.Tandatangan adalah tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula parap, teraan Atau cap tandatangan atau cap parap, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tandatangan;d.Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya;e.Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.
II. Saat Terutang Bea Meteraiditentukan dalam hal:1.Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan;2.Dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen itu dibuat;3.Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia.
III. Pihak yang Terutang Bea MeteraiAdalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
IV. Pelunasan Bea Meteraiatas dokumen menggunakan cara:a.menggunakan benda meterai;b.menggunakan cara lain;misalnya membubuhkan tanda-tera sebagai pengganti benda meterai di atas dokumen dengan mesin teraan.
V. Sanksi Tidak atau Kurang Melunasi Bea Meterai Dokumen yang terutang/dikenakan Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar. Pemegang dokumen atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterainya harus melunasi Bea Meterai yang terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian.
I. Dokumen-dokumen yang Dikenakan Bea Meterai:1. Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 3.000,-a. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:1) Menyebutkan penerimaan uang;2) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;3) Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;4) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp.250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah);b. Cek dan Bilyet Giro tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal;c. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah);d. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 6.000,:a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang, dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;b. Akta-akta notaris termasuk salinannya;c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap rangkapnya;d. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; ataue. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:1) Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;2) Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula;f. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:1) Menyebutkan penerimaan uang;2) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;3) Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;4) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).g. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah); h. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
II. Dokumen yang Tidak Terutang Bea Meterai :a. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:1) Menyebutkan penerimaan uang;2) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;3) Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; 4) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah);b. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
III. Dokumen yang Tidak Dikenakan Bea Meterai :a. Dokumen yang berupa :1) Surat penyimpanan barang;2) Konosemen;3) Surat angkutan penumpang dan barang;4) Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 3);5) Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;6) Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;7) Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai angka 6).b.Segala bentuk Ijazah;c.Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu;d.Tanda bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank;e.Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dan bank;f.Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;g.Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut;h.Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Umum Pegadaian;i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek,dengan nama dan dalam bentuk apapun.
CARA PELUNASAN BEA METERAI
I. Meterai Tempel1. Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai;2. Meterai tempel direkatkan di tempat dimana Tanda tangan akan dibubuhkan;3. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada diatas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel;4. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.Apabila cara diatas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.
II. Kertas MeteraiJika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai; 2. Membubuhkan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu diatas kertas Meterai; 3. Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi. Apabila ketentuan diatas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan mesin teraan meterai hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal sebanyak 50 dokumen.
Syarat Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Mesin Teraan Meterai:1.Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan mesin teraan meterai harus mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat;2.Mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan meterai yang akan digunakan;3.Melampirkan surat pernyataan tentang jumlah ratarata dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari;4.Harus melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta Rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (F.2.0.32.01) Ke Kas Negara melalui Bank Presepsi.
Kewajiban Penerbit Dokumen yang Mendapatkan Ijin Penggunaan Mesin Teraan Meterai 1. Menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat tanggal 15 setiap bulan;2. Menyampaikan laporan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat satu bulan setelah mesin teraan meterai tidak dipergunakan lagi atau terjadi perubahan alamat/tempat kedudukan pemilik/pemegang ijin penggunaan mesin teraan meterai;3. Ijin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan;4. Bea Meterai yang belum dipergunakan karena mesin teraan meterai rusak atau tidak dipergunakan lagi, dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai lain atau pencetakan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan ataupun dengan sistem komputerisasi;5. Penerbit dokumen yang akan melakukan pengalihan Bea Meterai sebagaimana dimaksud diatas harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.
Lain-lain1.Penggunaan mesin teraan meterai tanpa ijin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai;2. Bea Meterai kurang bayar yang disebabkan oleh kelebihan pemakaian dari deposit yang disetor dikenakan sanksi denda administrasi sebesar 200 % dari Bea Meterai kurang bayar, dan pencabutan ijin penggunaan mesin teraan meterai;3. Penggunaan mesin teraan meterai yang melewati masa berlakunya ijin yang diberikan, dikenakan sanksi pencabutan ijin;4. Penyampaian laporan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat yang melewati batas waktu yang telah ditentukan dikenakan sanksi pencabutan ijin.
Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Cara Pemeteraian Kemudian
I. Pemeteraian Kemudian dilakukan atas:1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan;2. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya:3. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia. Pemeteraian kemudian wajib dilakukan terhadap dokumen-dokumen seperti diatas dengan menggunakan:a. Meterai Tempel; ataub. Surat Setoran Pajak yang disahkan oleh Pejabat Pos.
II. Besarnya Bea Meterai yang Harus Diiunasi dengan Cara Pemeteraian Kemudian adalah:1. Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan;2. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya adalah sebesar Bea Meterai yang terutang;3. Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan.
III. Lain-LainPemegang dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan dilunasi dengan menggunakan meterai tempel sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan. pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang wajib membayar denda sebesar 200% (duaratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Dalam hal pemeteraian kemudian atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia sebagaimana dimaksud baru dilakukan setelah dokumen digunakan, pemegang dokumen wajib membayar denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang terutang dan dilunasi dengan menggunakan Surat.
II BEA BANGUNAN
I. Pengertian1.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak;2.Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan;3.Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
II. Objek PajakYang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi:a. Pemindahan hak karena1. jual beli;2. tukar-menukar;3. hibah;4. hibah wasiat;5. waris;6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;8. penunjukan pembeli dalam lelang;9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;10.penggabungan usaha;11.peleburan usaha;12.pemekaran usaha;13.hadiah.b. Pemberian hak baru karena: 1. kelanjutan pelepasan hak;2. di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.
III. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:a.Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;b.Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;c.Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;d.Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;e.Orang pribadi atau badan karena wakaf;f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
IV. Subjek PajakYang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek Pajak sebagaimana tersebut diatas yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
V. Tarif PajakTarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
VI. Dasar Pengenaan BPHTBDasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal;a.Jual beli adalah harga transaksi;b.Tukar-menukar adalah nilai pasar;c.Hibah adalah nilai pasar;d.Hibah wasiat adalah nilai pasar;e.Waris adalah nilai pasar;f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;g.Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;h.Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;j. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;k.Penggabungan usaha adalah nilai pasar;l. Peleburan usaha adalah nilai pasar;m.Pemekaran usaha adalah nilai pasarn. Hadiah adalah nilai pasar;o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang;Apabila NPOP dalam hal a s/d n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan , dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.
VII. Pengenaan BPHTBa.pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.b.pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:-0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas);-50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.
VIII. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling banyak;a.Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah);b.Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami.
IX. Saat, Tempat, dan Cara Pembayaran Pajak Terutang.Saat terutang Pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk:a.jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;b.tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;c.hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;d.waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;e.pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;g.lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;h.putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;k.pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;m.peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
Tempat Pajak Terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.Cara Pembayaran Pajak adalah wajib pajak membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos/Bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dengan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB).
I. Cara Penghitungan BPHTBBesarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara matematis adalah;
BPHTB = 5 % X (NPOP – NPOPTKP)Contoh;1. Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan “S” membeli tanah yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp.50.000.000,00. NJOP PBB tahun 2006 Rp. 40.000.000,00. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP-nya sebesar Rp. 50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.BPHTB = 5 % x (Rp. 50 juta – Rp. 60 juta)= 5 % x (0)= Rp. 0 (nihil).
2. Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya “D” membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun 2006 adalah Rp. 100.000.000,00. Sehingga besarnya NPOP adalah Rp. 100.000.000.-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Rp. 100.000.000,00 dikurangi Rp. 60.000.000,00 sama dengan Rp. 40.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.BPHTB = 5 % x (Rp. 100 – Rp. 60) juta= 5 % x ( Rp. 40) juta= Rp. 2 juta .
3. Pada tanggal 28 Juli 2006, Tuan“S” mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 400.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota “BB” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Besarnya NPOPKP adalah Rp. 400.000.000,00 dikurangi Rp. 300.000.000,00 sama dengan Rp. 100.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 400 – Rp. 300) juta= 50% x 5 % x ( Rp. 100) juta= Rp. 2,5 juta.
4. Pada tanggal 7 November 2006, Wajib Pajak orang pribadi “K” mendaftarkan hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak di Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kota “BB” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanBPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 250 – Rp. 300) juta= 50% x 5 % x (0)= Rp. 0 (nihil).
II. Pembayaran BPHTBSistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut sistem “self assessment”. Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.Pajak yang terutang dibayarkan ke kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).
III. Penetapan1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB.
2. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
IV. PenagihanDirektur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila :1.pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;2.dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;3.wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
I. Keberatan(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar;b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan;c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar;d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.(3)Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.(4)Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka (2) dan angka (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.(5)Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.(6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.(7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.(8) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.(9) Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.(10) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.(11) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (8) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
II. Banding(1)Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai kebertannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.(2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.(3)Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.(4)Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
III. PenguranganAtas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat diberikan oleh Menteri karena:1. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak, contoh;a. Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan; b. Wajib Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah.
2. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, contoh;a. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak;b. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;c. Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
3.tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan, contohnya; Tanah dan atau bangunan yang digunakan, antara lain, untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, pesantren, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat.
IV. Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTBWajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, c.q. Kantor Pelayanan Pratama atau Kantor Pelayanan PBB setempat.
Ketentuan Bagi Pejabat1.Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;2.Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.4.Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/ Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.”5. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah kepada Direktorat Jenderal Pajak selambatlambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
Sanksi Bagi Pejabata.Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Pejabat Lelang Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dan angka 2 dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.b.Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.c.Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 ,dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.d.Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.e.Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PBB
I. PengertianPajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
II. Objek PBBObjek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:
Bumi:Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang,dll.
Bangunan :Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll
III. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBBObjek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :1.Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain,2.Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.3.Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.4.Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.5.Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.IV. Subjek Pajak dan Wajib PajakSubyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;- memiliki bangunan, dan atau;- menguasai bangunan, dan atau;- memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
V. Cara Mendaftarkan Objek PBBOrang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP Pratama, KP PBB, KP2KP atau KP4 setempat.
VI. Dasar Pengenaan PBBDasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan:a.Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar; b.perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;c.nilai perolehan baru;d.penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
VII.Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut:
a.Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.b.Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
VIII.Dasar Penghitungan PBBDasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).Besarnya NJKP adalah sebagai berikut;• Objek pajak perkebunan adalah 40%• Objek pajak kehutanan adalah 40%• Objek pajak pertambangan adalah 20%• Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
- apabila NJOP-nya > Rp. l .000.000.000,00 adalah 40%- apabila NJOP-nya
Klasifikasi, Penggolongan Dan Ketentuan Nilai Jual Bumi Kelompok BKlas Penggolongan ; Nilai Jual Permukaan Bumi ( Tanah ) ; Nilai Jual (Rp/M2)1 ;> 67,390,000 s/d 69,700,000 ;68,545,0002 ;> 65,120,000 s/d 67,390,000 ;66,255,0003 ;> 62,890,000 s/d 65,120,000 ;64,000,0004 ;> 60,700,000 s/d 62,890,000 ;61,795,0005 ;> 58,550,000 s/d 60,700,000 ;59,625,0006 ;> 56,440,000 s/d 58,550,000 ;57,495,0007 ;> 54,370,000 s/d 56,440,000 ;55,405,0008 ;> 52,340,000 s/d 54,370,000 ;53,355,0009 ;> 50,350,000 s/d 52,340,000 ;51,345,00010 ;> 48,400,000 s/d 50,350,000 ;49,375,00011 ;> 46,490,000 s/d 48,400,000 ;47,445,00012 ;> 44,620,000 s/d 46,490,000 ;45,555,00013 ;> 42,790,000 s/d 44,620,000 ;43,705,00014 ;> 41,000,000 s/d 42,790,000 ;41,895,00015 ;> 39,250,000 s/d 41,000,000 ;40,125,00016 ;> 37,540,000 s/d 39,250,000 ;38,395,00017 ;> 35,870,000 s/d 37,540,000 ;36,705,00018 ;> 34,240,000 s/d 35,870,000 ;35,055,00019 ;> 32,650,000 s/d 34,240,000 ;33,445,00020 ;> 31,100,000 s/d 32,650,000 ;31,875,00021 ;> 29,590,000 s/d 31,100,000 ;30,345,00022 ;> 28,120,000 s/d 29,590,000 ;28,855,00023 ;> 26,690,000 s/d 28,120,000 ;27,405,00024 ;> 25,300,000 s/d 26,690,000 ;25,995,00025 ;> 23,950,000 s/d 25,300,000 ;24,625,00026 ;> 22,640,000 s/d 23,950,000 ;23,295,00027 ;> 21,370,000 s/d 22,640,000 ;22,005,00028 ;> 20,140,000 s/d 21,370,000 ;20,755,00029 ;> 18,950,000 s/d 20,140,000 ;19,545,00030 ;> 17,800,000 s/d 18,950,000 ;18,375,00031 ;> 16,690,000 s/d 17,800,000 ;17,245,00032 ;> 15,620,000 s/d 16,690,000 ;16,155,00033 ;> 14,590,000 s/d 15,620,000 ;15,105,00034 ;> 13,600,000 s/d 14,590,000 ;14,095,00035 ;> 12,650,000 s/d 13,600,000 ;13,125,00036 ;> 11,740,000 s/d 12,650,000 ;12,195,00037 ;> 10,870,000 s/d 11,740,000 ;11,305,00038 ;> 10,040,000 s/d 10,870,000 ;10,455,00039 ;> 9,250,000 s/d 10,040,000 ;9,645,00040 ;> 8,500,000 s/d 9,250,000 ;8,875,00041 ;> 7,790,000 s/d 8,500,000 ;8,145,00042 ;> 7,120,000 s/d 7,790,000 ;7,455,00043 ;> 6,490,000 s/d 7,120,000 ;6,805,00044 ;> 5,900,000 s/d 6,490,000 ;6,195,00045 ;> 5,350,000 s/d 5,900,000 ;5,625,00046 ;> 4,840,000 s/d 5,350,000 ;5,095,00047 ;> 4,370,000 s/d 4,840,000 ;4,605,00048 ;> 3,940,000 s/d 4,370,000 ;4,155,00049 ;> 3,550,000 s/d 3,940,000 ;3,745,00050 ;> 3,200,000 s/d 3,550,000 ;3,375,000
II. Klasifikasi, Penggolongan Dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan Kelompok AKlas Penggolongan, Nilai Jual Bangunan ( Rp/M2 ) Nilai Jual (Rp/M2)1 ;> 1,034,000 s/d 1,366,000 ;1,200,0002 ; > 902,000 s/d 1,034,000 ;968,0003 ;> 744,000 s/d 902,000 ;823,0004 ;> 656,000 s/d 744,000 ;700,0005 ;> 534,000 s/d 656,000 ;595,0006 ;> 476,000 s/d 534,000 ;505,0007 ;> 382,000 s/d 476,000 ;429,0008 ;> 348,000 s/d 382,000 ;365,0009 ;> 272,000 s/d 348,000 ;310,00010 ;> 256,000 s/d 272,000 ;264,00011 ;> 194,000 s/d 264,000 ;225,00012 ;> 188,000 s/d 194,000 ;191,00013 ;> 136,000 s/d 188,000 ;162,00014 ;> 128,000 s/d 136,000 ;132,00015 ;> 104,000 s/d 128,000 ;116,00016 ;> 92,000 s/d 104,000 ;98,00017 ;> 74,000 s/d 92,000 ;83,00018 ;> 68,000 s/d 74,000 ;71,00019 ;> 52,000 s/d 68,000 ;60,00020 ;> 52,000 ;50,000
Klasifikasi, Penggolongan Dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan Kelompok BKlas Penggolongan; Nilai Jual Bangunan ( Rp/M2 ); Nilai Jual (Rp/M2)1 ;> 14,700,000 s/d 15,800,000 ;15,250,0002 ;> 13,600,000 s/d 14,700,000 ;14,150,0003 ;> 12,550,000 s/d 13,600,000 ;13,075,0004 ;> 11,550,000 s/d 12,550,000 ;12,050,0005 ;> 10,600,000 s/d 11,550,000 ;11,075,0006 ;> 9,700,000 s/d 10,600,000 ;10,150,0007 ;> 8,850,000 s/d 9,700,000 ;9,275,0008 ;> 8,050,000 s/d 8,850,000 ;8,450,0009 ;> 7,300,000 s/d 8,050,000 ;7,675,00010 ;> 6,600,000 s/d 7,300,000 ;6,950,00011 ;> 5,850,000 s/d 6,600,000 ;6,225,00012 ;> 5,150,000 s/d 5,850,000 ;5,500,00013 ;> 4,500,000 s/d 5,150,000 ;4,825,00014 ;> 3,900,000 s/d 4,500,000 ;4,200,00015 ;> 3,350,000 s/d 3,900,000 ;3,625,00016 ;> 2,850,000 s/d 3,350,000 ;3,100,00017 ;> 2,400,000 s/d 2,850,000 ;2,625,00018 ;> 2,000,000 s/d 2,400,000 ;2,200,00019 ;> 1,666,000 s/d 2,000,000 ;1,833,00020 ;> 1,366,000 s/d 1,666,000 ;1,516,000
III. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena PajakMulai 1 Januari 2001 NJOPTKP untuk setiap daerah ditetapkan setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,- ntuk tidak wajib pajak (WP) apabila WP mempunyai lebih dari satu Objek Pajak maka yang mendapatkan NJOPTK hanya satu objek, yaitu yang nilainya paling tinggi.
IV. Tarif Pajak Bumi dan BangunanTarif pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dikenakan atas Objek Pajak adalah tarif tunggal yaitu sebesar 0,5%
V. Persentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut:• Objek pajak perkebunan adalah 40%• Objek pajak kehutanan adalah 40%• Objek pajak pertambangan adalah 40%• Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):- apabila NJOP-nya > Rp. l.000.000.000,00 adalah 40%- apabila NJOP-nya < pengenaan =" Rp." njoptkp =" Rp." pbb =" Rp." 00 =" Rp." 00 =" Rp." cukai =" 10%" 00 =" Rp." ppn =" 10%" 00 =" Rp." bm =" 20%" 00 =" Rp." ppn =" 10%" 00 =" Rp." bm =" 35%" 00 =" Rp.">03/2007•Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2007
Siapa Saja yang Berhak Mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan ?Fasilitas Pajak Penghasilan ini dapat diberikan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk :• Perseroan terbatas; atau• Koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah asa, yang melakukan penanaman modal baik untuk: • Penanaman modal baru; maupun• Perluasan dari usaha yang telah ada, pada bidang usaha tertentu atau pada bidang tertentu dan daerah tertentu;
Penanaman modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha.Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional. Daerah-daerah Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.
Bentuk Fasilitas Pajak Penghasilan apa saja dapat diberikan ?Kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan dalam bentuk :a.pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun;Contoh :PT ABC melakukan penanaman modal sebesar Rp 100 milyar berupa pembelian aktiva tetap berupa tanah, bangunan dan mesin. Terhadap PT ABC dapat diberikan fasilitas pengurangan penghasilan neto (investment allowance) sebesar 5% x Rp 100 milyar = Rp Rp 5 milyar setiap tahunnya selama 6 tahun yang dimulai sejak tahun pemberian fasilitas.b. Penyusutan dan amortisasi dipercepat, sebagai berikut :
Kelompok Aktiva tetap berwujud
Masa Manfaat Menjadi
Tarif Amortisasi berdasarkan garis lurus
Penyusutan berdasarkan metode saldo menurun
I. Bukan BangunanKelompok IKelompok IIKelompok IIIKelompok IV
II. BangunanPermanenTidak Permanen
2 tahun4 tahun8 tahun10 tahun
10 tahun5 tahun
50%25%12,5%10%
10%20%
100%(dibebankan sekaligus)50%25%20%
--
c. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku;Contoh :Investor dari negara X memperoleh dividen dari Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri yang telah ditetapkan untuk memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2007. Apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di negara yang belum memiliki Persetujuan Penghindar Pajak Berganda (P3B) dengan Pemerintah Republik Indonesia (RI), atau bertempat kedudukan di negara yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah RI dengan tarif pajak dividen untuk WP luar negeri 10% atau lebih, maka atas dividen hanya akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia sebesar 10%. Namun apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di suatu negara yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah RI dengan tarif pajak dividen tersebut dikenakan PPh di Indonesia sesuai tarif yang diatur dalam P3B tersebut.d. kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan sebagai berikut :1) tambahan 1 tahun :apabila penanaman modal baru pada bidang usaha tertentu yang dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat.2) tambahan 1 tahun :apabila memperkerjakan sekurang-kurangnya 500 orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturutturut;3) tambahan 1 tahun :Apabila penanaman modal baru memerlukan investasi/pengeluaran untuk insfrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp 10 milyar4) tambahan 1 tahun :Apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun; dan/atau5) tambahan 1 tahun :Apabila menggunakan bahan baku dan atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% sejak tahun ke 4.
Hal Hal Yang harus diperhatikan dalam PP 1 /2007• Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala BKPM• Sebelum lewat 6 tahun sejak tanggal pemberian fasilitas Wajib Pajak tidak boleh :a. Menggunakan aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas, ataub. Mengalihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas kecuali aktiva tetap yang dialihkan tersebut diganti dengan aktiva tetap baru.• Apabila Wajib Pajak yang telah mendapatkan fasilitas tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka :a. Fasilitas yang telah diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dicabut;b. Terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, danc. Tidak dapat lagi diberikan fasilitas berdasarkan peraturan pemerintah ini.• Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak laporan mengenai hal-hal sebagai berikut :a. Realisasi penanaman modal sampai dengan selesainya seluruh investasi;(Laporan ini disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester terhitung sejak dimulainya realisasi penanaman modal sampai dengan selesainya seluruh investasi, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan) b. Realisasi produksi sejak saaat dimulainya produksi komersial;c. Penggunaan aktiva tetap yang digunakan untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas;d. Pengalihan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas; dane. Penggantian aktiva tetap yang dialihkan yang diganti dengan aktiva tetap yang baru.(Laporan ini (huruf b,c,d dan e) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan selama 6 (enam) tahun sejak saat dimulainya produksi komersial).• Wajib Pajak yang telah mendapat fasilitas Pajak Penghasilan wajib melampirkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.• Pelaksanaan PP ini akan dievaluasi dalam jangka waktu paling lama 1 tahun sejak ditetapkan• Evaluasi dilakukan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian• Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas perpajakan atas kegiatan usaha di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000, maka atas kegiatan usaha tersebut tidak lagi diberikan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007.
SURAT KETERANGAN FISKAL
1. PengertianSurat Keterangan Fiskal adalah surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang berisi data pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa dan tahun pajak tertentu.
Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang sedang dalam proses pengajuan tender untuk pengadaan barang/jasa untuk keperluan instansi Pemerintah.
2. Tata Cara Pemberian Surat Keterangan FiskalBagi Wajib Pajak, Surat Keterangan Fiskal dipergunakan untuk memenuhi persyaratan bagi yang bersangkutan pada saat hendak melakukan penawaran pengadaan barang dan atau jasa untuk keperluan Pemerintah. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Surat Keterangan Fiskal kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan Surat keterangan Fiskal Wajib memenuhi persyaratan:1. Tidak sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;2. Mengisi formulir permohonan yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak dengan melampirkan :a. Fotokopi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun terakhir beserta tanda terima penyerahan SPT Tahunan tersebut;b. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan Surat Tanda Terima Setoran Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir dan;c. Fotokopi Surat Setoran Bea (SSB) Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB), khsusus untuk Wajib Pajak yang baru memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan baik karena pemindahan hak antara lain jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya), maupun pemberian hak baru.3. Kewajiban Kantor Pelayanan Pajaka. menerima permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Fiskal dari Wajib Pajak;b. Melakukan penelitian atas permohonan Wajib Pajak;c. Bila Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen, Kantor Pelayanan Pajak segera menyampaikan kepada Wajib Pajak untuk melengkapi dokumen-dokumen yang masih harus dilengkapi melalui faksimili atau sarana komunikasi lainnya, melalui surat resmi;d. Kantor Pelayanan Pajak dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja wajib menerbitkan Surat Keterangan Fiskal apabila Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen, atau Surat Penolakan Pemberian Surat Keterangan Fiskal.
FISKAL LUAR NEGERI
PengertianFiskal Luar Negeri (FLN) adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dibayar oleh setiap Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri.
Pembayaran dan Pengkreditan FLN1. Tarif Fiskal Luar Negeri adalah :a. Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan menggunakan pesawat udara; b. Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan menggunakan kapal laut;2.Dilaksanakan dengan menggunakan Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBFLN) di bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri maupun tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;3. Anggota keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, TBPFLN diisi dengan nama/identitas anggota keluarga yang bertolak ke luar negeri,dan NPWP yang dicantumkan adalah NPWP kepala keluarga.4. Pembayaran FLN bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri merupakan pembayaran PPh pasal 25 yang dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang pada SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan.5. Pembayaran FLN bagi WPOP yang tidak mempunyai NPWP dapat dikreditkan dengan PPh terutang dengan syarat WPOP tersebut mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP serta menyampaikan SPT Tahunan PPh ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat domisili WP;6. Pembayaran FLN bagi karyawan yang bertolak ke Luar Negeri tidak dapat dikreditkan dengan PPh Pasal 21;7.Pembayaran FLN bagi karyawan (tidak termasuk isteri dan anak), yang ditanggung pemberi kerja dapat dikreditkan terhadap PPh terutang dalam SPT Tahunan pemberi kerja untuk tahun pajak yang bersangkutan sepanjang kepergian karyawan yang bersangkutan dalam rangka tugas (dinas) untuk kepentingan perusahaan.
Pengecualian Fiskal Luar NegeriOrang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri dikecualikan dari pembayaran FLN dengan cara sebagai berikut: - pembebasan langsung, diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang;- pembebasan melalui pemberian Surat Keterangan Bebas Fiskai Luar Negeri (SKBFLN) diterbitkan Unit Fiskai Luar Negeri (UPFLN) DJP.
Pembebasan Langsung:a. Anggota Korps Diplomatik, Pegawai Perwakilan Negara Asing. staf dari Badan-Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik dan staf dari Badan/ Organisasi internasional yang mendapat persetujuan Pemerintah Rl, sepanjang mereka bukan Warga Negara Indonesia (WNI) dan disamping jabatan resminya tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha di Indonesia beserta anggota keluarga dan pembantu rumah tangganya yang bukan WNI dengan menggunakan paspor diplomatik.
b. Pejabat negara, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Polisi Republik Indonesia (POLRI) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertolak ke luar negeri dalam rangka dinas yang menggunakan Paspor Dinas, dan dilengkapi dengan surat tugas/perjalanan dinas ke luar negeri untuk setiap kali keberangkatan. Dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri, pembebasan diberikan juga kepada isteri dan anak-anaknya.c. Anggota TNI atau POLRI yang mendapat tugas pemeriksaan sebagai pasukan PBB atau dalam rangka latihan bersama dengan pasukan negara lain di luar negeri, dengan menyerahkan surat tugas dari kesatuan yang bersangkutan dengan menunjukkan daftar anggota pasukan oleh pimpinan rombongan.
d. Petugas imigrasi yang melakukan tugas pemeriksaan keimigrasian dalam pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional atau kapal laut perusahaan pelayaran nasional dengan memperlihatkan surat tugas atau identitas lainnya.
e. Jemaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Departemen Agama dan petugas pelaksana pemberangkatan haji yang pembiayaannya dibebankan pada dana Ongkos Naik Haji dengan menunjukan daftar nama para jemaah haji oleh pimpinan rombangan dan petugas pelaksana pemberangkatan haji dengan menyerahkan surat dari Departemen Agama.
f. Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Rl dengan mempergunakan Pas Lintas Batas sesuai dengan perjanjian lintas batas dengan negara terkait;
g. Orang asing yang berada di Indonesia dengan visa turis, transit, visa sosial budaya, visa kunjungan usaha, dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
h. Orang asing yang karena sesuatu hal diperintahkan oleh Pemerintah Indonesia untuk meninggalkan wilayah Republik Indonesia.
i. Orang Pribadi yang bertempat tinggal dalam wilayah Kerjasama Ekonomi Sub regional ASEAN yang bertolak ke luar negeri dalam daerah kerja sama melalui pelabuhan atau tempat pemberangkatan ke luar negeri dalam daerah kerjasama.
j. Orang Pribadi yang bertempat tinggal dalam wilayah Kerjasama Ekonomi Sub regional Indonesia-Australia (AIDA) yang bertolak ke Australia melalui pelabuhan atau tempat pemberangkatan ke luar negeri dalam daerah kerjasama kecuali Bali.
Pembebasan Melalui Pemberian SKBFLN:a. Anggota TNI atau POLRI dan PNS yang bertugas dibidang keamanan dan pelayanan pemerintahan di daerah perbatasan yang melaksanakan tugas dinas ke luar negeri dalam rangka kerja sama dengan negara yang berbatasan;
b. Penduduk Indonesia yang bertempat tinggal tetap di Pulau Batam yang mempunyai Kartu Tanda Penduduk yang diterbitkan oleh pihak yang berwenang di pulau tersebut, sepanjang mereka telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi penghasilan atau telah terdaftar sebagai wajib pajak dan telah memenuhi kewajiban Pajak penghasilannya pada Kantor Pelayanan Pajak Batam.
c. Tenaga Kerja Warga Negara Asing pendatang yang bekerja di pulau Batam, pulau Bintan ,pulau Karimun, sepanjang mereka telah dipotong PPh Pasal 21/26 oleh pemberi kerja, SKBFLN diterbitkan oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak di daerah setempat;
d. Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang tidak bertempat tinggal atau tidak bermaksud menetap di Indonesia dan berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari (seratus delapan puluh tiga) dalam jangka waktu 12 (dua betas) bulan sepanjang atas pengha-silan tersebut telah dipotong PPh pasal 26 oleh pemberi penghasilan.
e. Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan rekomendasi dari pimpinan sekolah atau perguruan tinggi yang bersangkutan dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
f. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka melakukan penelitian dibidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dibawah koordinasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau lembaga resmi Pemerintah lainnya serta Departemen Pendidikan Nasional, sepanjang tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
g. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka pelaksanaan program kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Kabinet serta tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
h. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka melakukan tugas sebagai anggota misi keagamaan dibawah koordinasi Departemen Agama dan misi kemanusiaan dibawah koordinasi Departemen terkait dengan menyerahkan surat persetujuan atau rekomendasi dari Departemen Agama dan Departemen terkait serta surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia i. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat Keluar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk 1(satu) orang pendamping dengan persetujuan Menteri Kesehatan.
j. Anggota Korps Diplomatik, Pegawai Perwakilan Negara Asing staf dari Badan-Badan Perserikatan Bangsa Bangsa, tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik dan staf dari Badan’ Organisasi internasional yang mendapat persetujuan pemerintah Rl, dan disamping jabatan resminya tidak melakukan pekeran lain atau kegiatan usaha di Indonesia beserta anggota keluarga dan pembantu keluarga yang bukan WNI, tetapi tidak menggunakan paspor diplomatik/dinas dengan menyerahkan rekomendasi dari Badan/Organisasi Internasional bersangkutan.
k. Anak-anak yang berangkat ke Luar Negeri sepanjang umurnya tidak melebihi 12 tahun berdasarkan Bukti Surat kependudukan atau paspor yang bersangkutan. l. Orang pribadi yang berasal dari bekas propinsi Timor timur yang berada di Indonesia dalam status pengungsi, yg telah memutuskan menjadi Warga Negara bekas Propinsi Timor Timur dan akan kembali Ke Timor Timur, berdasarkan rekomendasi Palang Merah Indonesia. m. WNI yang akan bekerja di Luar Negeri dalam rangka program pengiriman TKI dengan persetujuan Menteri Tenaga Kerja.
n. Awak pesawat terbang dan awak kapal laut yang beroperasi di jalur internasional atau yang melakukan penerbangan pelayaran, dan operasi berdasarkan perjanjian carter angkutan.
o. Anggota misi kesenian, misi Olah raga dan misi keagamaan serta misi dagang atau pameran yang mewakili pemerintah di luar negeri.
p. Mahasiswa atau pelajar Indonesia yang pergi ke Luar Negen serta guru Indonesia dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar atau guru yang diselenggarakan oleh” Pemerintah atau Badan Asing dengan persetujuan Menteri terkait.
q. WNI yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki tanda pengenal resmi sebagai penduduk luar negeri tersebu dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan Indonesia sepanjang berada di Indonesia tidak lebih dari (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan pembebasan tersebut hanya diberikan untuk 4 (empat) kali dalam masa 1 (satu) tahun takwim.
r. Orang Pribadi WNA yang bekerja di Indonesia untuk kepentingan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Catatan :huruf e, f, g, h, o, dan p tidak berlaku bagi isteri, anak-anak,dan anggota keluarga lainnya.
Cara Memperoleh SKBFLN1. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat keberangkatan ke luar negeri.
2. Bila permohonan disetujui, maka akan diberikan rekomendasi pembebasan FLN.
3. Berdasarkan rekomendasi tersebut, unit FLN di pelabuhan laut atau bandar udara tempat pemberangkatan akan menerbitkan SKBFLN.
4. Bagi WP luar negeri yang bekerja di Indonesia untuk kepentingan kantor perwakilan wilayah perusahaan asing, permohonan pembebasan kewajiban membayar FLN diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai unit pelaksana FLN dimana kantor perwakilan wilayah perusahaan asing tersebut berkedudukan, sebagai pengganti SKBFLN.
FISKAL LUAR NEGERI BAGI MAHASISWA ATAU PELAJAR YANG BELAJAR DI LUAR NEGERI
1. Pengertian Mahasiswa atau pelajaradalah:a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI);b. Mahasiswa atau pelajar dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Badan Asing dengan persetujuan Menteri Pendidikan Nasional;c. Mahasiswa atau pelajar yang belajar dengan biaya sendiri atau biaya perusahaan.Yang belajar diluar negeri.
2. Mahasiswa atau Pelajar yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran Fiskal Luar Negeri (FLN) adalah:a. Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI dan POLRI yang tugas belajar di luar negeri yang dilengkapi dengan paspor dinas dan surat tugas atau perjalanan dinas.Apabila yang bersangkutan membawa serta anggota keluarganya (isteri, anak dan lainnya) pengecualian tidak berlaku untuk anggota keluarga tersebut;b. Mahasiswa atau pelajar yang belajar ke luar negeri dalam rangka program resmi pertukaran pelajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Badan Asing dengan persetujuan Menteri Pendidikan Nasional. Apabila yang bersangkutan membawa serta anggota keluarganya (isteri, anak dan lainnya) pengecualian tidak berlaku untuk anggota keluarga tersebut.
3. Bagi Mahasiswa atau pelajar yang sedang melaksanakan cuti pulang ke Indonesia dan akan bertolak kembali ke tempat belajar ke Luar Negeri diberikan pengecualian dari kewajiban pembayaran FLN hanya untuk 4 (empat) kali dalam masa 1 (satu) tahun takwim sepanjang memenuhi ketentuan :- Memiliki tanda pengenal resmi sebagai penduduk di negeri tempat belajar;- Tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia;- Berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
4. Mahasiswa atau pelajar yang belajar ke luar negeri dengan biaya sendiri atau perusahaan, pada saat pertama kali bertolak ke luar negeri atau ketempat belajar di luar negeri tidak dikecualikan dari kewajiban membayar Fiskal Luar Negeri.
5. Pengecualian membayar FLN tersebut diberikan melalui penerbitan Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri (SKBFLN) oleh Unit Pelayanan Fiskal Luar Negeri (UPFLN) Direktorat Jenderal Pajak di bandara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri maupun tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
HAk Wajib Pajak
Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.Â
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
- Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
- Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
- Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.
Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.
Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.
Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
Pengurangan PBB
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.
Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
PENETAPAN, KEBERATAN, BANDING & PENINJAUAN KEMBALI
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya apabila belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
a. Penetapan
Penetapan pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bungan, dan kenaikan
Sanksi Administrasi
No
Pasal
Masalah
Sanksi
Ket.
Denda
1.
7 (1)
SPT Terlambat disampaikan :
1. Masa
a. PPN
500.000
Per SPT
b. lainnya
100.000
Per SPT
2. Tahunan
-
a. Orang Pribadi
100.000
Per SPT
b. Badan
1.000.000
Per SPT
2.
8 (3)
Pembetulan sendiri dan belum disidik
150%
Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
3.
14 (4)
a. Pengusaha kena PPN tidak PKP
2%
\> Dari DPP/
b. Pengusaha tidak PKP buat faktur pajak
2%
c. PKP tidak buat faktur atau faktur tidak lengkap
2%
Bunga
1.
8 (2)
Pembetulan SPT dalam 2 tahun
2%
Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2.
9 (2a)
Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan
2%
Per bulan, dari jumlah pajak terutang
3.
13 (2)
Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB
2%
Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
4.
13 (5)
SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana
48%
Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar.
5.
14 (3)
a. PPh tahunn berjalan tidak/kurang bayar
2%
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan
b. SPT kurang bayar
2%
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan
6.
15 (4)
SKPKBT diterbitkan setelah lewat wkatu 10 tahun karena adanya tindak pidana
48%
Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7.
19 (1)
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar
2%
Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
8.
19 (2)
Mengangsur atau menunda
2%
Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9.
19 (3)
Kekurangan pajak akibat penundaan SPT
2%
Atas kekurangan pembayaran pajak
Kenaikan
1.
8 (5)
Pengungkapan ketidak benaran SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP
50%
Dari pajak yang kurang dibayar
2.
13 (3)
Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29
200%
Dari pajak yang kurang dibayar
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar
50%
Dari PPh yang tidak/kurang dibayar
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan
100%
Dari PPh yang tidak/kurang dipotong/dipungut
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar
100%
Dari PPN/PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
3.
15 (2)
Kekurangan pajak pada SKPKBT
100%
Dari jumlah kekurangan pajak tersebut
Keberatan
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.
Syarat pengajuan keberatan adalah :
a.Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
b.Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasan-alasan yang jelas.
c.Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.
d.Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Perlu diketahui bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding harus membayar minimal 50% dari utang pajak yang diajukan banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.
Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Peninjauan Kembali (PK)
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.
Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
KELEBIHAN PEMBAYARAN
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.
Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara :
Yang Pertama, dengan melalui Surat Pemberitahuan (SPT),
Yang Kedua, dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.
Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
PENDAFTARAN
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
Disamping melalui KPP atau KP4, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-register, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).
Fungsi NPWP adalah :
- sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.
- sebagai identitas Wajib Pajak.
- menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
- Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti : sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajib Pajak bertolak ke Luar Negeri, memenuhi salah satu persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan salah satu syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank.
A. NPWP
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP, atau KP4 dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui e-register.
Syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak :
1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dokumen yang diperlukan hanya berupa Fotokopi KTP yang masih berlaku atau Kartu Keluarga.Untuk orang pribadi yang mempunyai kegiatan usaha di tambah dengan Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya Lurah atau kepada desa.
2. Bagi Wajib Pajak Badan, dokumen yang diperlukan antara lain :
a. Fotokopi Akte Pendirian Perusahaan;
b.Fotokopi KTP Pengurus; dan
c. Surat Keterangan Kegiatan Usaha dari Lurah.
Kepada Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) paling lambat pada hari kerja berikutnya dan Kartu NPWP diberikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap. Perlu diketahui masyarakat bahwa untuk pengurusan NPWP tersebut di atas TIDAK DIPUNGUT BIAYA APAPUN.
B. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)
Setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4, atau dapat pula dilakukan secara on-line melalui e-register. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut maka akan dilakuan penelitian setempat mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, wajib diterbitkan Faktur Pajak.
PEMBAYARAN, PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, DAN PELAPORAN
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self assessment wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
A. Pembayaran Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak :
a) Membayar sendiri pajak yang terutang :
1) Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.
2) Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun;
Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak yang
b) Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini berupa :
1) Pemberi penghasilan;
2) Pemberi kerja; atau
3) Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian Pemotongan/ Pemungutan (butir C).
c) Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
d) Pembayaran Pajak-pajak lainnya.
1) Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
2) Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
3) Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.
B.Pelaksanaan Pembayaran Pajak
Pembayaran pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik (e-payment).
C.Pemotongan / Pemungutan
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh pasal 15 dan PPN dan PPn BM.
Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :
- PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja).
- PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
- PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.
- PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
- PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Ada beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan PPh final : bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb.
- PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perushaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.
Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM).
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.
D.Pelaporan
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaan atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak.
Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4 dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan sebagai berikut :
1)SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa :
- PPh Pasal 21,
- PPh Pasal 22,
- PPh Pasal 23,
- PPh Pasal 25,
- PPh Pasal 26,
- PPh Pasal 4 (2)
- PPh Pasal 15
- PPN dan PPnBM
- Pemungut PPN
2)Â Â Â Â Â Â SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada beberapa jenis SPT Tahunan :
- Badan
- Orang Pribadi
- Pasal 21
Â
Untuk lampiran 1721 A1 pada SPT Tahunan PPh Pasal 21 dapat digunakan media elektronik (Disket atau storage).
Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik (on-line) melalui aplikasi e-filing. Dalam waktu dekat, penyampaian SPT Tahunan PPh dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT.
No
Jenis SPT
Batas Waktu Pembayaran
Batas Waktu Pelaporan
Masa
1
PPh Pasal 21/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
2
PPh Pasal 23/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
3
PPh Pasal 25
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
4
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai
1 hari setelah dipungut
7 hari setelah pembayaran
5
PPh Pasal 22 - Bendaharawan Pemerintah
Pada hari yang sama saat penyerahan barang
Tgl. 14 bulan berikut
6
PPh Pasal 22 - Pertamina
Sebelum Delivery Order dibayar
Â
7
PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
8
PPh Pasal 4 ayat (2)
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
9
PPN dan PPn BM - PKP
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
10
PPN dan PPn BM - Bendaharawan
Tgl. 17 bulan berikut
Tgl. 14 bulan berikut
11
PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendaharawan
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
Tahunan
1
PPh - Badan, OP, PPh Pasal 21
Tgl. 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
2
PBB
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
----
3
BPHTB
Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan
----
INFORMASI LEBIH LANJUT
Apabila anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang perpajakan, anda dapat menghubungi Kantor Wilayah, KPP dan KP4 terdekat. Anda juga dapat mengakses Web Site DJP dengan alamat www.pajak.go.id untuk mengetahui ketentuan perpajakan yang berlaku.
Â
PELAYANAN DAN KELUHAN
Sampaikan keluhan, kritik dan saran anda atas pelayanan Direktorat Jenderal Pajak secara langsung ke Kotak Pos 111 JKTM 12700.
Sampaikan keluhan, Kritik dan sarana anda atas pelayanan Direktorat Jenderal Pajak melalui Komisi Ombudsman Nasional, Jl. Adityawarman No. 43 Kebayoran Baru Jakarta 12160 telepon (021) 7258574-78 fax (021) 7258579.
Diunduh dari : http://www.pajak.go.id/
0 komentar:
Posting Komentar