Pada kenyataannya, tindakan pencemaran lingkungan dilakukan oleh manusia dan akibatnya pun dirasakan oleh makhluk hidup terutama manusia sendiri. Kasus pencemaran yang pernah terjadi di Indonesia antara lain sebagai berikut:
• Pencemaran Udara PT Hanil Indonesia yang dirasakan oleh warga Desa Butuh, Boyolali. Ratusan warga Desa Butuh tersebut, menyatakan, bahwa asap yang ditimbulkan dari pembakaran limbah mencemari udara, sehingga barang-barang mereka menjadi hitam bercampur minyak dan sulit dibersihkan dan asap hasil pembakaran mengakibatkan warga mengalami sakit mata.
• Pencemaran Teluk Buyat yang diduga dilakukan oleh PT NMR yang membuang limbah atau tailing melalui pipa ke perairan laut teluk Buyat (Submarine Tailing Disposal-STD). PT NMR dituduh telah menimbulkan pencemaran air akibat buangan tailing ke perairan teluk Buyat. Namun terdakwa Richard Ness diputuskan bebas oleh PN Manado.
• Pencemaran minyak di Desa Tanah Datar oleh PT Lana Harita Indonesia. Air anak Sungai Karang Mumus yang bermuara di Kota Samarinda itu tidak bisa dipakai mandi dan mencuci lagi karena berminyak. Pencemaran air, tanah, dan tanaman, menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim Isal Wardhana merupakan bentuk terampasnya hak dasar warga.
Jika kita melihat kasus-kasus di atas sebagai acuan, maka dapat disimpulkan bahwa tindakan pencemaran lingkungan membawa dampak negatif dan merampas hak asasi manusia yang menjadi korban. Menanggapi isu dalam soal ini mengenai pencemaran lingkungan dan hubungannya dengan hak untuk hidup, maka di bidang lingkungan hidup Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi antara lain Kyoto Protokol yang pada intinya adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif. Bahkan Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan UNCCC di Bali pada tanggal 3-14 Desember 2007.
Hak asasi manusia yang mungkin terlanggar dalam kasus pencemaran lingkungan adalah hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 9 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM)) yang merupakan salah satu bagian dari hak untuk hidup. Hak untuk hidup yang diatur dalam UU HAM terdiri dari: hak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya; hak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin; dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hak untuk hidup juga dijamin dalam instrumen internasional antara lain DUHAM dan ICCPR. Pasal 3 DUHAM menyatakan : ‘setiap orang mempunyai hak atas kehidupan,…’ dan Pasal 6 ayat (1) ICCPR menyatakan : ‘setiap manusia memiliki melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun manusia yang secara gegabah boleh dirampas hak kehidupannya.’. Selain itu, UUD RI Tahun 1945 juga menjamin hak untuk hidup yang tertuang dalam Pasal 28 UUD RI Tahun 1945.
Dengan demikian, jika tindakan pencemaran lingkungan mengakibatkan terganggunya pemenuhan hak untuk hidup yang telah saya uraikan di atas, maka perbuatan tersebut merupakan pelanggaran hak untuk hidup. UU HAM melalui Pasal 90 memberikan perlindungan bagi pihak yang merasa hak asasinya dilanggar untuk mengajukan laporan dan pengaduan kepada Komnas HAM disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan. Selain itu, bagi kasus pelanggaran HAM berat dapat diajukan ke Pengadilan HAM di lingkungan peradilan umum.
Dibuat oleh : Yomi PYD dan Fernandes Raja Saor
1 komentar:
Sukses Terus untuk Blognya...
Oiya kami menyediakan waterfilter dari K-link yg sdh
banyak mendapat penghargaan dunia silakan mampir mampir ke
blog kami
http://waterfilterindonesia.wordpress.com
terimakasih Salam Sukses
Posting Komentar