JENIS DAN
HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM UNDANG UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Dalam
kerangka berfikir mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan,
pasti tidak terlepas dalam benak kita menganai Teori Stuffen Bow karya Hans
Kelsen (selanjutnya disebut sebagai ”Teori
Aquo”). Hans Kelsen dalam Teori Aquo mambahas mengenai jenjang norma hukum,
dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan
berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan.
Namun
sekarang Teori Aquo semakin diperjelas dalam hukum positif di Indonesia dalam
bentuk undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang menganai pembentukan peraturan perundang-undangan pertama kali
dipositifkan dalam Undang-Undang Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut sebagai ”UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
2004”). UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2004 setidak-tidaknya
mengatur mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan
cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang
berwenang membentuk peraturan perundang-undangan.
Namun
sayangnya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung
perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan
perundangundangan yang baik sehingga perlu diganti. Kemudian, pergantian
tersebut ditandai dengan adanya undang-undang terbaru mengenai pembentukan peraturan
perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut
sebagai ”UU Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan 2011”; download klik disini --> UU 12/2011). UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 2011
secara umum Secara umum memuat materi-materi pokok yang disusun secara
sistematis sebagai berikut: asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
jenis, hierarki, dan materi muatan, Peraturan Perundang-undangan; perencanaan
Peraturan Perundangundangan; penyusunan Peraturan Perundang-undangan; teknik penyusunan
Peraturan Perundang-undangan; pembahasan dan pengesahan Rancangan
Undang-Undang; pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan
Rancangan Peraturan Daerah.
Sebagai
penyempurnaan terhadap UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2004, UU
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2011 memuat materi muatan baru yang
ditambahkan, yaitu antara lain:
a.
penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu jenis
Peraturan Perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan setelah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
perluasan cakupan perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang tidak hanya
untuk Prolegnas dan Prolegda melainkan juga perencanaan Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya;
c.
pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.
pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota;
e.
pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-undangan, peneliti,
dan tenaga ahli dalam tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan
f.
penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik dalam Lampiran I Undang-Undang
ini.
Sedangkan
baik UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2004, maupun UU Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan 2011, sama-sama mengatur mengenai Teori Aquo. Adapun
sebelumnya, dalam Pasal 7 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2004
mengatur Teori Aquo pada bagian jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
sebagai berikut:
”Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah”
Sedangkan
Pasal 7 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2011 mengatur Teori Aquo
pada bagian jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
” Jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1994 sebagaimana diatur dalam Pasal 3
ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
meyebutkan :
”Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.”
Definisi
”Undang-Undang” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
”Undang-Undang adalah Peraturan
Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan
bersama Presiden. ”
Definisi ”Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang” diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa.”
Definisi
”Peraturan Pemerintah” diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
”Peraturan Pemerintah adalah Peraturan
Perundangundangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.”
Definisi
”Peraturan Presiden” diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
”Peraturan Presiden adalah Peraturan
Perundangundangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah
Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan.”
Definisi
”Peraturan Daerah Provinsi” diatur dalam Pasal 1 angka 7 UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
” Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dengan persetujuan bersama Gubernur.”
Definisi
”Peraturan Daerah Kabupaten/Kota” diatur dalam Pasal 1 angka 8 UU Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
”Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.”
Dengan
demikian, secara sederhana terdapat tambahan yang serta perubahan dari UU
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2004 kepada UU Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan 2011 yaitu :
1.
Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat menjadi norma yang mengacu dari
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sekaligus menjadi
acuan dari Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
2.
Peraturan Daerah Provinsi (sebelumnya Peraturan Daerah) menjadi norma yang
mengacu pada Peraturan Presiden, dan sekaligus menjadi acuan dari Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
3.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (sebelumnya Peraturan Daerah) menjadi norma
yang mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi.
Kemudian
yang pasti menjadi menarik adalah mengenai Ketetapan Majelis Pemusyawaratan
Rakyat yang kembali dikenal sebagai peraturan perundang-undangan setelah
dihilangkan selama 7 tahun (2004-2011) dalam urutan peraturan
perundang-undangan. Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat ini ternyata diatur
dalam bagaian Penjelasan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2011 yaitu
:
”Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat”
adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor:
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.”
Namun
patut disayangkan hingga sekarang, walaupun adanya Ketetapan Majelis
Pemusyawaratan Rakyat ditetapkan sebagai norma lebih tinggi dari
undang-undang/peraturan perundang-undangan (PERPU); ketetapan Majelis
Pemusyawaratan Rakyat belum diaplikasikan dalam undang-undang selanjutnya
sebagai dasar acuan pembuatan undang-undang/PERPU. Sebagai contoh dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin pada bagian
”MENGINGAT” yang masih mendasarkan hanya pada (tidak memuat mengenai Ketetapan
Majelis Pemusyawaratan rakyat) :
“1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2),
Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4), dan Pasal 34
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4967); ”
Dan juga,
contoh ketiadaan nyata, dari Ketetapan
Majelis Pemusyawaratan Rakyat sebagai dasar dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2011 tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 pada bagian ”MENGINGAT” mengatur pada
ketentuan sebagai berikut:
”1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5), Pasal 23
ayat (1) dan Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);”