Berbicara mengenai Direktorat Perlindungan Konsumen tentu saja akan berbicara mengenai Dasar hukum penyelenggaraan perlindungan konsumen adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu terdapat juga beberapa peraturan pelaksanaan dari undang-undang perlindungan konsumen yaitu:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional;
2. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen;
5. Keputusan Presiden Nomor 150/M/2004 Tentang Pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional;
6. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 302/MPP/Kep/10/2001 Tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat;
8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 634/MPP/Kep/9/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang Beredar di Pasar.
Selain undang-undang perlindungan konsumen dan peraturan pelaksanaannya, terdapat beberapa pengaturan terkait perlindungan konsumen yang tersebar dalam peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
Esensi undang-undang perlindungan konsumen adalah menyadarkan pelaku usaha, pentingnya melakukan bisnis sesuai dengan ketentuan, guna melindungi kepentingan konsumen. Adapun tujuan perlindungan konsumen adalah:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh informasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggungjawab dalam penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Visi Direktorat Perlindungan Konsumen adalah terwujudnya sistem penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak dan dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Misi Direktorat Perlindungan Konsumen adalah menyelenggarakan perlindungan konsumen dengan asas keseimbangan dan kesetaraan konsumen dan pelaku usaha. Strategi Direktorat Perlindungan Konsumen adalah membangun opini publik melalui gerakan pemberdayaan konsumen dengan melibatkan peran aktif seluruh stake holder perlindungan konsumen.
Kebijakan Direktorat Perlindungan Konsumen adalah:
1. Regulatory Approach: penerbitan dan penyempurnaan berbagai peraturan teknis, acuan dan pedoman pasca Undang-Undang Perlindungan Konsumen
2. Social Enforcement Approach:
a. Pembudayaan kepada masyarakat;
b. Sosialisasi/publikasi;
c. Penguatan kapasitas kelembagaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat;
d. Membangun connecting point dan partisipasi aktif dalam forum komunikasi lintas sektor dalam negeri dan luar negeri;
e. Membentuk motivator perlindungan konsumen.
3. Law Enforcement Approach:
a. Ikut terlibat/aktif dalam kegiatan pengamatan pasar dan pengawasan barang beredar dan jasa;
b. Penyiapan Sumber Daya Manusia Mediator perlindungan konsumen;
c. Fasilitasi pengaduan konsumen (mediasi, konsiliasi);
d. Optimalisasi fungsi dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
e. Analisis dan penanganan kasus-kasus.
Kondisi Indonesia saat ini terkait dengan Perlindungan Konsumen adalah:
1. Dari sudut pandang Konsumen:
a. Konsumen pada umumnya memiliki sifat pemaaf dan mudah menerima keadaan yang menimpa dirinya;
b. Konsumen pada umumnya tidak mau direpotkan dengan haknya menuntut atau menyelesaikan pelanggaran perlindungan konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha;
c. Konsumen pada umumnya memiliki bargaining power yang lemah;
d. Konsumen pada umumnya belum/tidak berani berperkara di peradilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
e. Konsumen pada umumnya memiliki kesulitan untuk melakukan suatu pembuktian atas perkara yang menimpa dirinya.
2. Dari sudut pandang Pelaku Usaha:
a. Belum semua pelaku usaha menjalankan tanggungjawabnya;
b. Belum semua pelaku usaha mengerti, memahami, serta mengimplementasikan undang-undang perlindungan konsumen.
3. Dari sudut pandang kelembagaan perlindungan konsumen:
a. Belum semua lembaga perlindungan konsumen memiliki kinerja yang efektif dan optimal;
b. Legal aspect yang belum seluruhnya aplikatif.
4. Dari sudut pandang pemerintah: pemerintah masih memiliki ego sektoral dan kurangnya koordinasi antar instansi.
Langkah-langkah sinergi yang harus dilakukan seluruh komponen terkait dengan perlindungan konsumen:
1. Dari sudut pandang konsumen:
a. Konsumen harus menegakan hak-hak yang melekat pada dirinya;
b. Konsumen harus lebih teliti, peduli, dan kritis ketika mengonsumsi suatu barang/jasa;
c. Konsumen harus memberikan feedback yang efektif bagi pelaku usaha.
2. Dari sudut pandang pelaku usaha:
a. Pelaku usaha harus mengedepankan consumer oriented;
b. Pelaku usaha harus membangun loyalitas konsumen;
c. Pelaku usaha harus melaksanakan kewajiban;
d. Pelaku usaha harus memroduksi barang sesuai dengan keamanan, kenyamanan, kesehatan, dan lingkungan;
3. Dari sudut pandang kelembagaan perlindungan konsumen: harus ada peningkatan eksistensi Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
4. Dari sudut pandang pemerintah:
a. Pemerintah harus bersikap adil antara producer oriented dan consumer oriented;
b. Pemerintah harus mengharmonisasikan kebijakan perlindungan konsumen;
c. Pemerintah harus mendorong setiap instansi untuk melakukan kerjasama lintas sektor;
5. Dari sudut pandang aparatur penegak hukum: Aparatur penegak hukum harus menyamakan persepsi sesuai dengan undang-undang perlindungan konsumen.
Implementasi penyelenggaraan perlindungan konsumen:
1. Fasilitasi kelembagaan perlindungan konsumen:
a. Tujuan: memfasilitasi dan mendorong berdirinya lembaga non pemerintah untuk ikut berperan aktif dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen.
b. Dasar hukum:
i. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;
ii. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001;
iii. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001;
iv. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001;
v. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 350/DJPDN/VII/2001.
c. Bentuk pengembangan kelembagaan:
i. Pemerintah Provinsi:
1) Koordinasi lintas sektoral guna memantau kegiatan dan permasalahan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat;
2) Koordinasi dengan Direktorat Perlindungan Konsumen menjajaki potensi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat;
3) Mendorong pemerintah kabupaten/kota membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
ii. Pemerintah Kabupaten/Kota:
1) Mengoptimalkan peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang telah terbentuk;
2) Memublikasikan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ke masyarakat;
3) Mengupayakan pendanaan operasional melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
4) Memfasilitasi peningkatan kinerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
5) Koordinasi pemantauan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan Pemerintah Provinsi;
6) Mengkaji dan merealisasi potensi pengembangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diajukan ke Direktorat Perlindungan Konsumen;
7) Memantau perkembangan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dibidang perlindungan konsumen untuk wajib didaftar dan memperoleh TDLPK.
2. Bimbingan dan edukasi perlindungan konsumen kepada masyarakat:
a. Tujuan:
i. Meningkatkan pemahaman kebijakan undang-undang perlindungan konsumen;
ii. Meningkatkan kesadaran atas kewajiban dan hak konsumen.
b. Dasar Pembinaan:
i. Asas dan tujuan perlindungan konsumen;
ii. Kewajiban dan hak konsumen (pasal 4 dan 5 undang-undang perlindungan konsumen).
c. Bentuk pembinaan:
i. Workshop, seminar;
ii. Temu wicara, talk show;
iii. Dialog interaktif melalui radio atau TV;
iv. Penyebaran informasi dengan leaflet, brosur, spanduk.
3. Pembinaan perlindungan konsumen kepada pelaku usaha:
a. Tujuan:
i. Meningkatkan pemahaman kebijakan undang-undang perlindungan konsumen;
ii. Meningkatkan kesadaran atas kewajiban dan hak sebagai pelaku usaha.
b. Dasar pembinaan:
i. Asas tujuan perlindungan konsumen;
ii. Kewajiban dan hak pelaku usaha (pasal 6 dan pasal 7 undang-undang perlindungan konsumen).
c. Bentuk pembinaan:
i. Workshop, seminar;
ii. Temu wicara, penyuluhan;
iii. Penyebaran informasi dengan leaflet, brosur, spanduk.
4. Pelayanan pengaduan konsumen:
a. Tujuan: memberikan informasi, advokasi, dan penyelesaian masalah/kasus konsumen yang dirugikan pelaku usaha karena tidak sesuai dengan harapan.
b. Dasar pembinaan:
i. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;
ii. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001;
iii. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1999;
iv. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001;
v. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 365/DJPDN/VII/2001.
c. Cara penyelesaian di luar pengadilan:
i. Datang langsung ke pelaku usaha;
ii. Melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat;
iii. Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
iv. Direktorat Perlindungan Konsumen;
v. Dinas yang menangani perlindungan konsumen.
d. Fasilitasi pelayanan pengaduan:
i. Unit pelayanan advokasi/konsultasi tertulis/langsung;
ii. Kotak pos pengaduan.
e. Mekanisme pelayanan pengaduan:
i. Melalui telepon, surat, website;
ii. Datang langsung ke lokasi pos/unit pelayanan yang tersedia.
5. Koordinasi dan kerjasama penyelenggaraan perlindungan konsumen:
a. Tujuan:
i. Meningkatkan jaringan kerja (networking) lintas sektoral agar memperoleh kesatuan pemahaman dalam implementasi penyelenggaraan perlindungan konsumen (penyusunan, harmonisasi kebijakan, pembinaan, dan pengawasan);
ii. Menjalin hubungan kerjasama dengan pemerintah dan non pemerintah di pusat dan daerah;
iii. Menjalin kerjasama dengan lembaga dan penyelenggara perlindungan konsumen internasional.
b. Dasar koordinasi:
i. Pasal 20-30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;
ii. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001.
c. Bentuk kerjasama dan koordinasi:
i. Kelompok kerja lintas sektoral;
ii. Penyelenggaraan workshop, seminar, konsultasi teknis, pertemuan teknis;
iii. Penanganan kasus;
iv. Mencari informasi mengenai kemungkinan bantuan dari luar negeri dan koordinasi dalam harmonisasi kebijakan;
v. Kerjasama dengan lembaga perlindungan konsumen internasional.
6. Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan perlindungan konsumen:
a. Tujuan: mengetahui gambaran implementasi kebijakan dan pembinaan meliputi hambatan, permasalahan, kinerja yang dicapai sebagai evaluasi dalam pengembangan penyelenggaraan perlindungan konsumen mendatang.
b. Bentuk pemantauan dan evaluasi:
i. Dinas pemerintah kabupaten/kota melalui laporan periodik dari Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
ii. Dinas pemerintah provinsi melalui inventarisasi dan identifikasi hambatan dan permasalahan lintas sektoral di daerah;
iii. Direktorat Perlindungan Konsumen melalui inventarisasi. Identifikasi hambatan dan permasalahan lintas sektoral di pusat dan laporan periodik dari daerah.
7. Pemantauan dan pengawasan barang beredar dan jasa:
a. Tujuan: terciptanya upaya preventif dan penegakan hukum kepada pelaku usaha.
b. Dasar pelaksanaan pengawasan:
i. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001;
ii. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 634/MPP/Kep/IX/2002.
c. Bentuk pengawasan: pengawasan berkala dan khusus oleh Petugas Pengawas Barang dan atau Jasa dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen.
Kiat sebagai konsumen mandiri:
1. Belanja terencana;
2. Beli sesuai kebutuhan;
3. Kritis terhadap promosi dan iklan;
4. Pilih barang yang memenuhi aspek keamanan, kenyamanan, kesehatan, dan lingkungan;
5. Memperhatikan label dan masa kadaluarsa;
6. Teliti sebelum membeli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar