Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari mempertemukan saya, Fernandes Raja Saor dan Riki Susanto dengan Bapak Gelora Tarigan yang saya panggil Abang. Bapak Gelora Tarigan, S.H., M.H. merupakan salah satu dari sekian puluh pengacara yang saya temui dalam hidup yang memiliki karakteristik yang unik dan lain dari pada yang lain. Dengan tinggi sekitar 173 cm dan berbadan besar, karisma dari Gelora juga sangat besar pula.
Pria yang juga membenci dengan segala bentuk korupsi di Negara ini terlihat sangat santai dan mudah bergaul. Hal tersebut terbukti dengan jelas atas banyaknya relasi beliau pada saat perbincangan kami dengan Gelora di halaman depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mantan Kuasa Hukum PT Merpati ini sangat yakin dengan perkataannya yang lantang dan menggelegar terhadap banyaknya aparatur Negara BUMN yang melakukan korupsi. Menurut beliau, cara satu-satunya untuk membuat bersih Negara ini adalah untuk menghukum semua koruptor dengan cara memperketat pengawasan langsung oleh Mentri yang bersangkutan. Hal inilah yang menyebabkan hamper semua BUMN di Indonesia mengalami kebangkrutan, yakni karena satu hal yang pasti, “KORUPSI”.
Pak Gelora selaku Ketua Umum Gerakan rakyat Sadar Hukum Indonesia (Indonesia Law Empowerment Movement) DPP-Grashi, mendapatkan posisinya sebagai ketua umum bukan semata-mata karena keinginan beliau, namun karena rakyatlah yang memilihnya sebagai ketua DPP-Grashi. Maka kamipun member gelar beliau sebagai penghormatan ialah, “Professor Rakyat”. Pak Profesor yang berkantor di Komplek Griya Kemayoran Jl. Industri Raya No. 9-11 Jakarta Pusat ini bisa dibilang mapan dalam dari segi finansial. Beliau mampu menyekolahkan anaknya hingga ke Amerika Serikat. Sebuah hal yang tidak bisa saya lakukan, ketika orangtua saya dahulu adalah penggembala kerbau yang mampu menyekolahkan anaknya ke Amerika Serikat.
Walaupun perbincangan kami tidak terstruktur dan tidak sistematis, namun pengetahuan Gelora yang lebih dari 35 Tahun menjadi seorang pengacara ia mengajarkan beberapa hal kepada kita untuk lebih terstruktur dalam memosisiskan suatu masalah hukum. Dalil pertama yang diajarkan dapat diajarkan ialah mengenai suatu keterangan saksi yang dapat membuat terang suatu perkara walaupun tidak disebutkan didalam KUHAP. Menurut penuturan beliau, Pasal 184 KUHAP walaupun tidak disebutkan secara yuridis mengenai proporsi kekuatan pembuktian, namun keterangan saksi lebih kuat daripada keterangan ahli dan seterusnya. Hal tersebut ditarik dari logika hukum yang seharusnya dimiliki oleh seorang praktisi dengan tidak hanya memakai apa yang tertulis namun juga yang hidup dalam masyarakat hukum terlebih dari kebiasaan peradilan. Hal ini berbeda dengan penuturan seorang akademisi T. Nasrullah sebagai tim perancang RUU KUHAP yang menyatakan walaupun disusun vertical namun 184 KUHAP ataupun nantinya pengaturan Alat Bukti dinyatakan seimbang dan tidak ada posisis AB tertentu lebih kuat dari Alat Bukti lainnya.
Pada kesempatan penghujung pertemuan kami sebelum sebuah pertanyaan yang harus diungkap yakni sebuah makna dari pohon hukum. Karena beliau dalam menjalani kehidupan dalam dunia hukum selalu memegang teguh sebuah pohon hukum?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar