12 September, 2008

solusi yang terintegrasi tersebut menjadi sebuah rencana aksi dalam hukum lingkungan


Pertanyaan:

Bagaimana kita menuangkan solusi yang terintegrasi tersebut menjadi sebuah rencana aksi, dengan capaian dan kerangka waktu yang jelas berdasarkan skala prioritas, keberlanjutan pendanaannya dan jelas penanggung jawabnya

Jawaban:

Banjir merupakan sesuatu hal yang dapat dikatakan biasa saja bagi masyarakat Jakarta. Malahan bagi para polikus banjir di Jakarta digunakan sebagai sarana penarikan massa guna kepentingan politik. Kembali ke topik awal sebagai contoh banjir yang terjadi di tahun 2002 yang merupakan banjir besar dan terulang kembali pada awal bulan di tahun 2007. Bagaimana tanggapan pejabat khususnya Pemda DKI Jakarta? Jawab mereka sederhana, hal ini merupakan bencana lima tahunan. Bencana yang sudah dianggap biasa terjadi khususnya di Jakarta. Namun bila ditanya bagaimana penanganan dari Pemda sendiri, jawab merekapun bahwa sedang diusahakan pembangunan banjir kanal timur. Namun apakah pembagunan banjir kanal timur saja akan menyelesaikan bencana banjir?
Tanggapan dari pemerintah pusat dan serta tindakan dari legislatif dirasa kurang sepenuh hati, malahan dapat dikatakan acuh terhadap masalah ini. Seperti dikatakan diawal bahwa moment ini digunakan untuk kepentingan politik para politikus.
Padahal rencana aksi ini harus diusung oleh berbagai pihak secara sinergis antara legislatif, yudikatif dan eksekutif. Legislatif sebagai salah satu pembuat peraturan perundangan yang meregulasi tata ruang sudah sepantasnya memikirkan hal ini secara sustainable development. Jadi pembuatan peraturan harus sesuai dengan pembangunan secara berkelanjutan, bukan hanya sebagian-sebagian saja ( piece by piece). Selain itu dukungan terhadap pihak yudikatif agar dapat efektif dalam penerapan peraturan mengenai tata ruang, harus dilakukan oleh pihak legislatif dalam penyusunan peraturan harus tegas. Maksudnya tegas adalah dalam artian mengandung sanksi bila ada pelanggaran terhadap peraturan perundangan.

Dari eksekutif juga di dalam birokrasinya juga harus menjalankan prinsip-prinsip good governance, sehingga peraturan tersebut dapat berjalan sebagai mana mestinya. Terakhir pihak yang harus disadarkan juga adalah masyarakat, karena keefektifan suatu hukum akan kembali kepada masyarakat sebagai pelaku hukum. Penyadaran ini dapat dilakukan dengan cara pemberian sanksi terhadap pelanggar peraturan tata ruang tanpa mengenal latar belakang yang bersangkutan, serta penyuluhan mengenai prilaku masyarakat yang dapat berakibat banjir.
Kesimpulannya akan dikembalikan kepada pemerintah yang diwakili presiden serta DPR sebagai regulator. Apakah UU mengenai tata ruang yang baru akan sesuai dengan pembangunan berkelanjutan dan memegang teguh prinsip-prinsip Good Governance.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar