02 September, 2008

Penyimpangan dari Undang-undang Penanaman Modal


Ada beberapa tindakan menyimpang yang terdapat dalam UUPM. Pertama, asumsi bahwa UUPM ini dapat memberikan peluang kerja sebanyak-banyaknya telah terbantahkan. Hal ini disebutkan dalam Pasal 10 ayat (1) tentang ketenagakerjaan yang menggunakan kata `harus` mengutamakan bukan `wajib` mengutamakan tenaga kerja dari Indonesia, praktis tenaga kerja dari Indonesia bukanlah ukuran prioritas. Selain itu, ayat (2)-nya semakin menegaskan bahwa posisi tenaga kerja Indonesia hanya menjadi `kacung` perusahaan penanam modal, karena perusahaan berhak menggunakan tenaga asing untuk keahlian tertentu yang tentunya menempati posisi strategis.

Kedua, pemerintah memberikan fasilitas `menggiurkan` terhadap perusahaan penanam modal dengan memberikan tujuh Pasal pada Bab X UU ini. Secara eksplisit, pasal ini memberikan kemudahan seluas-luasnya bagi para penanam modal yang datang ke Indonesia. Ketiga, fasilitas yang paling memiriskan hati rakyat adalah soal kemudahan pelayanan hak atas tanah yang tercantum di Pasal 22. Pemerintah seakan menutup telinga dan mata terhadap polemik pembebasan lahan serta perampasan lahan yang cenderung diskriminatif dan menggunakan kekerasan terhadap rakyat. Posisi rakyat yang selama ini tidak berdaya, tentu akan semakin tertindas demi kebutuhan investor tersebut.

Namun disisi lain PKS tidak menyetujui akan UU Penanaman Modal ini pada tahap rancangan yang pada saat itu didasarkan pada berbagai pertimbangan yakni:
Kesatu, sebagaimana telah diketahui bersama bahwa perkembangan Rancangan Undang-Undang tentang Penanaman Modal secara substantif telah mengalami kemajuan yang signifikan.
Hal itu antara lain ditandai dengan adanya perubahan substansi Rancangan Undang-Undang tentang Penanaman Modal dari lex generalis ke lex specialis. Di samping itu beberapa pengaturan mengenai fasilitas dan insentif bagi Penanaman Modal juga telah disepakati. Untuk penyempurnaan Undang-Undang tentang Penanaman Modal, terutama yang terkait dengan implementasi di lapangan, maka kami mengusulkan agar formulasi kebijakan, baik yang masih berlaku maupun yang akan dibentuk khususnya yang terkait dengan peraturan pelaksana Rancangan Undang-Undang tentang Penanaman Modal tersebut, hendaknya segera diharmonisasikan, dan tetap mengedepankan kepentingan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945.

Kedua, terkait mengenai sistematika maupun teknik penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penanaman Modal, agar disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dan kaidah Bahasa Indonesia yang benar. Sebab, dalam draf akhir Rancangan Undang-Undang tentang Penanaman Modal yang kami terima, masih ditemukan beberapa kesalahan penulisan. Intinya kami menyarankan bahwa "bahasa hukum" yang digunakan hendaknya tunduk kepada "hukum bahasa", sepanjang memang tidak ada konsep tertentu yang mengkhususkannya. Hal itu penting agar Undang-Undang tentang Penanaman Modal nantinya tidak menimbulkan multitafsir yang menyebabkan terjadi berbagai penyimpangan.

Ketiga, terkait mengenai pengembangan Penanaman Modal Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi, kami berharap agar Pemerintah sungguh-sungguh melaksanakan amanat tersebut, baik dalam bentuk regulasi maupun pembiayaannya.

Keempat, terkait mengenai rumusan pasal-pasal dan/atau ayat-ayat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Penanaman Modal yang secara substantif mengatur mengenai pelayanan terpadu satu pintu (one stop services), kami mendukung hal tersebut karena bertujuan untuk membantu Penanam Modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai Penanaman Modal.



1 komentar:

  1. maksudnya penyimpangan bagaimana?
    tolong dikoreksi, untuk pendapat akhir fraksi2, tentan UUPM, fraksi PKS menyetujui dengan ketua DRS. H. MAHFUDZ SIDDIQ, M.Si no anggota A-265

    BalasHapus