Subjek PTUN
Para pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah:
1. pihak penggugat.
Yang dapat menjadi pihak penggugat dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah setiap subjek hukum, orang maupun badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di Pusat maupun di Daerah (Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 UU no. 5 tahun 1986).
2. pihak tergugat.
Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya (Pasal 1 angka 6 UU no. 5 tahun 1986).
Objek PTUN
Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 UU no. 5 tahun 1986, dapat disimpulkan yang dapat menjadi objek gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah:
1. Keputusan Tata Usaha Negara
“suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.” (Pasal 1 angka 3 UU no. 5 tahun 1986).
2. yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara
yang dimaksud diatas adalah sebagaimana yang disebut dalam ketentuan Pasal 3 Uu no. 5 tahun 1986:
1. apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal ini menjadi kewajiban, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
2. jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Peraruran perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
3. dalam hal Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) : “maka setelah lewat waktu 2 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan Keputusan Penolakan.”
PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PENGUASA DI PENGADILAN UMUM DAN PTUN
Penguasa dalam menjalankan fungsinya acapkali mengeluarkan kebijakan publik yang merugikan pihak-pihak tertentu.. Untuk itu, pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat menggugat Instansi pemerintah yang mengeluarkan kebijakan tersebut kepada hakim perdata, dengan berdasar pada Pasal 1365 KUH Perdata berbunyi: “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian terhadap orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Adapun hal-hal yang harus dipenuhi agar tuntutan ganti rugi dapat dikabulkan oleh hakim perdata adalah:
1. hakim perdata bersangkutan harus berwenang memeriksa gugatannya;
2. perbuatan penguasa yang digugat harus bersifat melawan hukum (tertulia maupun tidak tertulis) yang berlaku, yang dimaksudkan untuk melindungi kepantingan penggugat;
3. kerugian yang diderita penggugat itu disebabkan oleh kesalahan tergugat atau menjadi resiko tergugat yang harus ditanggungnya;
4. harus terbukti bahwa ada hubungan kausal antara perbuatan pihak yang bersalah tersebut dengan (kejadian yang menimbulkan) kerugian yang diderita penggugat;
5. harus terbukti bahwa kerugian tersebut memang benar terjadi.
Sejak diberlakukannya UU no. 5 tahun 1986, maka semua gugatan terhadap penguasa baik yang mengandung aspek hukum publik maupun yang murni mengenai hubungan hukum perselisihan perdata hanya bisa diajukan kepada Hakim Perdata dan dianggap sebagai perkara perdata. Untuk itu setidaknya terdapat tiga saluran yang dapat dipergunakan sebagai prosedur untuk penyelasaian sengketa administrative yang satu sama lain saling berbeda, yaitu:
1. jalur prosedur keberatan
2. jalur banding administrative
3. jalur prosedur gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata yang berpokok pada tuntutan ganti rugi yang diajukan kepada Pengadilan Perdata yang bebas.
Perbadaan dalam penilaian mengenai sah atau tidaknya tindakan hukum pemerintah dalam proses perdata dan proses di peradilan TUN adalah dasar untuk menentukan/menilai sah atau tidaknya perbuatan pemerintahan yang dipersoalkan. Dalam proses PTUN, dasar yang dipergunakan untuk menguji adalah Pasal 53 ayat 2 UU no. 5 tahun 1986. Sedangkan dalam proses perdata berdasarkan atas yurisprudensi dan ilmu hukum, dengan melihat apakah perbuatan pemerintah yang dipersoalkan itu melanggar suatu norma hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang dapat berupa:
1. pelanggaran terhadap hak subjektif orang lain,
2. bertentangan dengan suatu kewajiban hukum si pelaku yang ditentukan dalan undang-undang,
3. bertentangan dengan kecermatan yang baik dalam masyarakat terhadap orang lain atau barang lain,
4. bertentangan dengan kepatutan.
Gugatan dari pihak-pihak yang dirugikan ini, baik yang mengandung aspek segi hukum public maupun yang murni mengenauperselisihan hukum perdata hanya bisa diajukan kepada hakim perdata dan dianggap sebagai perkara perdata
Subyek Hukum Acara Perdata
Subyek dalam perkara hukum acara perdata adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perkara. Ada 3 pihak yang terlibat dalam perkara hukum acara perdata, yang pertama yaitu orang yang mengajukan gugatan, yang selanjutnya disebut sebagai Penggugat. Orang yang digugat dalam perkara, yang selanjutnya disebut sebagai Tergugat. Yang terakhir adalah, orang yang ikut serta dalam perkara, yang selanjutnya disebut sebagai pihak ketiga.
1. pihak penggugat
yang dapat menjadi penggugat dalam hukum acara perdata adalah setiap subyek hukum orang maupun badan hukum yang “merasa” bahwa haknya dilanggar dan menarik orang maupun badan hukum yang “dirasa” melanggar haknya itu sebagai tergugat dalam suatu perkara kedepan hakim.
2. pihak tergugat
yang disebut menjadi tergugat adalah setiap orang atau badan hukum yang “dirasa” oleh penggugat merugikan atau melanggar hak dari penggugat dan digugat di pengadilan.
3. pihak ketiga yang berkepentingan
yang disebut sebagai pihak ketiga adalah para pihak yang atas kehendaknya sendiri mencampuri sengketa yang sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat, baik dengan maksud untuk melindungi kepentingannya sendiri maupun untuk membela salah satu pihak, atas kemauan sendiri maupun karena ditarik oleh salah satu pihak.
Perubahan subyek dalam hukum acara perdata
Perubahan subyek dalam hukum acara perdata dapat terjadi disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah adanya:
1. Rekonpensi, yaitu gugatan balik dari pihak tergugat kepada pihak penggugat yang menyebabkan pihak yang awalnya menjadi tergugat menjadi pihak yang menggugat dan pihak yang awalnya menjadi penggugat menjadi pihak yang tergugat. Dasar hukum pasal 132a HIR
2. Intervensi, yaitu masuknya pihak ketiga selama proses persidangan dan belum ada putusan. Intervensi terbagi menjadi:
I. masuknya pihak ketiga kedalam perkara secara sukarela (inisiatif sendiri);
a. Tussenkomt, yaitu masuknya pihak ketiga dalam perkara untuk membela kepentingannya sendiri atas perkara perdata yang sedang berjalan dengan mengajukan gugatan insidentil. Dasar hukum pasal 279-282 Rv.
b. Voeging, yaitu masuknya pihak ketiga dalam perkara perdata untuk membela kepentingan salah satu pihak yang berperkara. Dasar hukum pasal 279-282 Rv.
II. masuknya pihak ketiga karena ditarik salah satu pihak yang berperkara untuk membela kepentingan pihak yang menariknya. Biasanya bertujuan untuk menghindari kurangnya para pihak. Dasar hukum 70-76 Rv
3. Derdenverzet, yaitu perlawanan dari pihak ketiga untuk berperkara dalam pengadilan untuk membela haknya sendiri setelah putusan pengadilan dijatuhkan. Disini, pihak ketiga yang melakukan perlawanan berdiri sendiri sebagai penggugat, sedangkan yang menjadi tergugat adalah para pihak yang sebenarnya. Pada dasarnya ini merupakan upaya hukum luar biasa, karena pada dasarnya putusan hanya mengikat para pihak dan tidak mengikat pihak ketiga (Pasal 1917 BW). Dasar hukum 378-384 Rv dan 195 ayat 6 HIR.
Obyek Hukum Acara Perdata
Obyek perkara dalam hukum acara perdata ada 2 bentuk, yaitu Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum.
1. Wanprestasi, adalah tidak melakukan apa yang dijanjikannya. Wanprestasi dapat berbentuk:
I. tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk dilakukan.
II. melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya.
III. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
IV. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian dilarang untuk dilakukannya.
2. Perbuatan melawan hukum, adalah suatu perbuatan diluar dari apa yang telah diperjanjikan tetapi perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang melawan hukum.
Perubahan obyek dalam hukum acara perdata
Obyek perkara bisa berubah maksudnya apabila telah terjadi wanprestasi pada suatu perkara dan telah diproses secara hukum perdata di peradilan perdata maka perkara wanprestasi tersebut masih dapat berubah menjadi perbuatan melawan hukum dimana hal tersebut harus dapat dibuktikan terlebih dahulu. Hal ini tentu saja dapat berlaku sebaliknya.
Contoh Kasus:
Bila terjadi perjanjian Pembongkaran Bangunan yang tidak ada prosedur hukumnya seperti peringatan 3 kali 24 jam bekerja non-stop sehingga tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan sebelumnya maka penggugat dapat mengajukan gugatan perdata yaitu gugatan wanprestasi. Tetapi karena berhubungan dengan waktu kerja dan menyalahi standar waktu kerja yang telah ditentukan oleh pemerintah maka gugatan wanprestasi tersebut dapat berubah menjadi Perbuatan Melawan Hukum.
wah..blog nya bagus mas,,
BalasHapustapi aq mau nanya tentang perbuatan melawan hukum yg di lakukan oleh penguasa misalnya BPN, dapat di ajukan ke PN ga?
makasi y sebelumnya...
wah maas ijin copas buat tugas paper PIH nih
BalasHapus