17 September, 2008

Case Study Report Hukum dalam Praktik Hukum Acara Pidana Indonesia


Saya melewatkan satu semester ini melalui Mata Kuliah Praktek Hukum Pidana yang diajarkan oleh pengacara kebanggaan, suku saya, Batak, yakni Luhut Pangaribuan yang juga merupakan kebanggan bagi saya bisa diajar oleh beliau. Dengan tugas yang beliau berikan secara tidak langsung, membuat saya menjadi mahasiswa yang sangat tangguh dalam menghadapi pahit getir dunia hukum. Seolah-olah saya langsung terjun ke lapangan sebagai pengacara litigasi. Inilah yang saya harapkan, mata kuliah yang mewajibkan mahasiswa langsung bersentuhan terlebih, dapat menganalisis setiap kesalahan dari alur proses hukum pidana. Kebanggaan saya memakai Jaket Kuning di kampus FHUI ketika di lapangan seolah tidak berharga. Saya harus berusaha untuk mendapatkan setiap data secara birokratis dan berbelit-belit, mulai dari mencari kenalan lewat wawancara singkat terhadap orang yang ada di sekitar saya, hingga merayu-rayu Jaksa, Polisi, hingga Majelis Hakim yang ada di Pengadilan Negri Depok, Kejaksaan Negri Depok, hingga Polres Depok. Jujur saja, judul makalah CSR saya ini sudah lima berubah seiring dengan hantaman yang acapkali saya peroleh, mulai dari keterbatasan bahan, ketidak-adaan penyimpangan yang dilakukan oleh aparat hukum, hingga birokrasi yang tidak bisa saya tembus. Pada akhirnya saya bangga terhadap diri saya sendiri, yang telah mengakhiri penelitian saya yang berjudul “Laporan Kepolisian dan Pengelolaan Tempat Kejadian Perkara”


------------------- Tanggal Pengamatan dan Waktu Pengamatan -------------------
Tanggal 18 Maret 2008; Siang; Datang ke Polres Depok Tanpa Surat Ijin.
Tanggal 25 Maret 2008; Siang; Datang ke Polres Depok dan Kejaksaan Negri Depok dengan Surat Ijin
Tanggal 27 Maret 2008; Sore; Mengkonformasikan Keberadaan Polisi yang mau menangani
Tanggal 28 Maret 2008; Siang; Pak Polisinya sedang memeriksa perkara di TKP
Tanggal 1 April 2008; Sore; Menunggu di Ruang Tunggu sampai Akhirnya Jam 18:00 pulang tanpa hasil
Tanggal 3 April 2008; Siang; Memutuskan untuk pergi ke Kejaksaan Negri Depok dan juga PN Depok
Tanggal 22 April 2008; Siang; Ke Polres Metro Depok menemui penyidik yang saat itu tidak ada.
Tanggal 30 April 2008; Siang; Bersama 2 Teman ke Polres Metro Depok Bertemu Kanit Reskrim Unit IV
Tanggal 1 Mei 2008; Siang; Penyidik sedang Beristirahat dan mengatakan tidak bisa diganggu.
Tanggal 2 Mei 2008; Siang; Diskusi dengan Penyidik Kanit Reskrim Unit IV.
Tanggal 3 Mei 2008; Malam; Datang Ke Polres Metro Depok namun tidak ada yang berjaga.

-------------------------------------- Kasus Posisi --------------------------------------
Mulyono Hadi Tarso kehilangan tas yang sedang diletakkan di lantai selasar tunggu Terminal Depok. Tas tersebut berisi laptop dengan merek Benq Joybook S41 Series dan juga dompet yang berisi KTP, Kartu ATM BCA atas nama Mulyono Hadi Tarso dan Uang sejumlah Rp. 200.000.000. Padahal Laptop tersebut baru saja dibeli dan belum lunas karena masih dicicil.

Hukum yang Relevan
(UU dan Peraturan Pelaksanaan, Yurisprudensi, dan Doktrin)

Adapun beberapa hukum yang relevan terhadap Berkas Penyidikan adalah :
• Tap. MPR No. IV Tahun 1978.;
• Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
• Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI;
• Undang-undang Nomor 15 Tahun 196 tentang Pokok Kepolisian;
• Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman;
• PP No. 27 Tahun 1983, Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
• Keputusan Mentri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03./1983; (untuk mulai melakukan penyidikan)
• Petunjuk Pelaksanaan Proses Penyidikan Tindak Pidana;
• Petunjuk Teknis Penanganan Tempat Kejadian Perkara;

Hasil Pengamatan
Saya mencermati ada beberapa rangkaian prosedur yang harus dilalui oleh setiap orang yang merasa haknya dirugikan yakni setiap orang tersebut haruslah melaporkan setiap permasalahannya, melaporkan ini bisa didaftarkan dalam ruangan pelayanan masyarakat di Polres Metro Depok maupun dengan menghubungi nomor telepon 021-7520014. kemudian baru akan dilakukan penyelidikan dari setiap laporan yang masuk. Kemudian setiap orang yang akan diperilahkan untuk mendaftar akan disuruh menunggu.
Dalam kasus yang saya lihat ini, Mulyono Hadi Tarso atau yang ingin dipanggil Pak Mul datang ke kantor polisi pada tanggal 25 Maret 2008. Beliau ingin membuat laporan kehilangan (minta surat keterangan kehilangan) kepada polisi terhadap kasus yang baru saja menimpanya di Selasar Terminal Depok. Ia baru saja kehilangan sebuah tas yang sedang diletakkan di lantai selasar tunggu Terminal Depok. Tas tersebut berisi laptop dengan merek Benq Joybook S41 Series dan juga dompet yang berisi KTP, Kartu ATM BCA atas nama Mulyono Hadi Tarso dan Uang sejumlah Rp. 200.000.000. Ia menunggu bersama saya lebih dari satu jam, bahkan setelah semuanya beres dan mendapatkan tanda terima dari Bu Polwan yang sedang berjaga, kami tetap menunggu lebih dari setengah jam lagi.
Pada saat menunggu satu jam, di ruang tunggu Polres Metro Depok, maka saya melihat ada tahapan-tahapan yang secara kasat mata dapat dilihat yakni: (1). Datang ke kantor polisi kemudian menyampaikan keperluan ingin membuat laporan kehilangan (minta surat keterangan kehilangan) ataupun laporan tindak pidana yang telah dilihat maupun dialaminya sendiri. (2). Dimintai menjawab beberapa pertanyaan perihal informasi yang akan dituliskan dalam surat kehilangan tersebut; seperti nama, alamat, dan lain-lain; (3). Diberikan surat keterangan siap, kita diberikan berkasnya dalam bentuk print out (atau manual jika menggunakan mesin ketik); (4). Diberikan surat keterangan selesai. Meninggalkan kantor polisi dan menggunakan surat tersebut untuk keperluan selanjutnya.
Setelah melihat dari sudut pandang pelapor maka, lansung dapat kita lihat dari sudut pandang pihak kepolisian. Kepolisian berdasarkan laporan tersebut 3 polisi berpakaian preman langsung mengawali Pak Mul memeriksa Tempat Kejadian Perkara. Saya ikut dibelakang mereka semua serta beberapa polisi dan mulai mengamati. Bahwa Polisi mulai menanyai Pak Mul, kemudian menyisir TKP, melakukan wawancara dengan preman-preman di Terminal Depok, serta mengkonfirmasi kejadian dengan polisi berpakaian preman yang sangat sulit dibedakan dengan preman sesungguhnya. Kemudian polisi dengan nama Jeri, Ahmad, dan Budi menyebar ke tempat-tempat yang berlainan, lalu berkumpul lagi ke tempat semula tas tersebut dinyatakan hilang,
Dalam hal ini saya mendengar bahwa dari hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh ketiga polisi tadi, dapat ditarik kesimpulan memang terjadi tindak pidana pencurian (362 KUHP). Dalam hal ini, Pak Mul bersama dengan ketiga polisi tadi kembali ke Polres Metro Depok melaporkan mengenai telah adanya tindak pidana pencurian yang telah dilakukan oleh salah seorang supir yang kebetulan sedang berada di dekat TKP dan dilihat oleh penjaga warung yang sedang berjualan. Tersangka dari tindak pidana pencurian ini pada saat itu belum ditemukan. Informasi ini didapatkan dari keterangan saksi yang didapatkan oleh polisi tersebut yang dituliskan dalam selembar kertas yang diberitahukan kepada Pak Mul lalu Pak Mul menceritakannya kepada saya.
Pada tanggal 27 Maret 2008, Untuk mendapatkan data dan bahan di Polres Metro Depok sangatlah sulit, harus disertai dengan surat dan prosesnya sangat lama yakni 3 hari. Tetapi masih diperolehkan berbincang-bincang dengan polisi yang sedang bertugas di ruangan secara personal. Namun dalam kenyataannya polisi yang telah memiliki pangkat lumayan di sana memiliki kecenderungan untuk bersikap angkuh, dan merasa paling sibuk sedunia, sehingga pada tanggal 28 Maret 2008 dan juga 1 April 2008 saya tidak bisa mendapatkam kelanjutan mengenai kasus Pak Mul. Sedangkan Pak Mul juga menuturkan di dalam SMS belum di ada perkembangan terhadap penemuan tas berserta isinya.
Akhirnya pada tanggal 3 April 2008, saya pergi ke Kejaksaan Depok untuk mengkonformasi surat saya yang telah dimasukkan sebelumnya mengenai prapenuntutan yang sudah disetujui oleh Kejaksaan Negri Depok, Lalu langsung ke PN Depok yang bersebelahan. Disana saya menemukan banyak Jaksa yang mengawal terdakwa yang ingin disidangkan. Lalu saya berkenalan dengan Jaksa Wira Naingolan yang ternyata kami berasal dari satu kampung Porsea, Sumatera Utara, menurutnya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan dari Polres Metro Depok ternyata telah turun yang sekarang sedang ditangani oleh Jaksa Muhammad Azhar. Keesokan harinya saya mendapatkan informasi bahwa Ketua Penyidik yang menanganinya adalah Arsada Sitepu, S.H. lewat SMS yang diberitahukan oleh Jaksa Wira Nainggolan.
Tanggal 22 April 2002, kembali mengkonfirmasi kasus dari Pak Mul kepada Penyidik Arsada Sitepu. Pada saat itu tampaknya beliau sedang tidak berkenan ditemui dikarenakan surat yang saya lampirkan tidak masuk ke bagiannya. Jadi saya diwajibkan untuk membuat sebuah surat lagi yang ditujukan kepadanya. Hingga pada akhirnya saya bersama David Pardomuan Sinaga dan Gaby pergi menemui Penyidik Arsada Sitepu yang menjabat sebagai Kanit Reskrim Unit IV, pada tanggal 1 Mei 2008. Kali ini pertemuan dengan Penyidik Arsada Sitepu berbuah hasil gemilang dimana Pukul 15:00 beliau sedang ada ditempat dan sedang tidak ada pekerjaan. Setelah dipersilahkan masuk ke ruangan Penyidik Arsada Sitepu, kami melihat banyak berkas penyidikan menumpuk di meja beliau. Ternyata benar bahwa terdapat banyak berkas termasuk di dalamnya berkas Penyidikan terhadap pencurian tas Pak Mul yang menetapkan tersangka adalah Bagjo seorang Supir D-112 jurusan Depok Kampung - Rambutan.

Penututup
------------------------------------ Analisis ------------------------------------
Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap instansi kepolisian, berdasarkan uraian peristiwa yang saya alami, setidak-tidaknya ada beberapa kesalahan ataupun penyimpangan yang dapat saya angkat:
1. Adanya kebertolakbelakangan terhadap gambar (lampiran no. 1) yang baru saja saya foto di depan kantor kepolsian Ressort Metro Depok. Terlihat bahwa kepolisian juga memberikan target terhadap setiap aparatnya untuk bersiaga datang ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) selama 15 menit. Dasar hukum terhadap semboyan, qick respons time ini berdasarkan Instruksi Kepala Polisi Resort Metro Depok Tahun 2004 pada saat itu. Namun hal ini berdasarkan penuturan dari Bribtu P. Chaniago yang sedang berada di ruang tunggu saat itu sangat sulit diwujudkan, dan sangat jarang mengingat akan lokasi daya jangkau Polres Metro Depok yang sangat luas dan padat untuk bisa ke TKP tepat waktu.
2. Bahwa polisi langsung mengadakan Penyidikan tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Padahal bisa saja Tas yang dibawa oleh Pak Mul tersebut memang terjatuh dari tangannya karena keteledorannya sendiri. Berdasarkan Pasal 5 KUHAP dimana terdapat kewenangan penyelidikan yang tidak jauh berbeda dari kewenangan Penyidik Pasal 7 KUHAP. Dalam hal ini setelah saya tanyakan dan saya periksa pada berkas penyidikan bahwa memang benar tindakan tersebut merupakan penyidikan sebagaimana pasal 1 butir (2) jo. Pasal 7 ayat (1) huruf (g) yakni memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau ahli.
3. Pada saat Pak Mul melapor, hanya diberikan surat tanda terima dan hanya menandatangani surat laporan polisi, padahal berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan No. Pol : JUKLAK/04/II/1982 tentang proses penyidikan tindak pidana jo. Surat Keputusan No. Pol. : Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana maka akan sangat jelas mengenai penyidikan. Pada Bab I Bagian (5) butir (k) mengenai pengertian Laporan Polisi maka disebutkan bahwa laporan tersebut haruslah dibacakan kembali, namun hal ini tidak dilakukan.
4. Polisi berpakaian preman yang melakukan olah TKP awal ini sebenarnya sangat menyalahi aturan pengolahan TKP sebagaimana termaktub di dalam Petunjuk Pelaksanaan No. Pol : JUKLAK/04/II/1982 tentang proses penyidikan tindak pidana jo. Surat Keputusan No. Pol. : Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, diatur bahwa pengolahan TKP (Crime Scene Processing) adalah serangkaian tindakan yang dilakukan : a. Mencari keterangan, petunjuk, bukti serta identitas tersangka dan mencari korban untuk kepentingan penyidikan selanutnya; b. Pencarian, pengambilan, pengumpulan, dan pengawetan barang bukti yang dilakukan dengan metode tertentu yang didukung bantuan teknis operasional. Pencarian keterangan yang dilakukan oleh polisi tersebut sangatlah tidak kompeten untuk dijadikan landasan sebagai penyidik yang baik. Karena mereka tidak bekerja dengan serius, karena mereka hanya melakukannya dalam tempo yang singkat yakni kurang dari setengah jam. 2 polisi tampaknya lebih condong untuk bersenda gurau antar para polisi tanpa memikirkan betapa pedihnya hati Pak Mul yang baru saja kehilangan tas berserta isinya.
5. berdasarkan Petunjuk Teknis No. Pol. : JUKNIS/01/II/1982 tentang Penanganan Tempat Kejadian Perkara jo. Surat Keputusan No. Pol. : Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana. Bahwa sebelum mengadakan pengolahan TKP maka harus mengadakan persiapan yakni: (a) harus adanya personil yang memadai bila perlu ditambah bantuan teknis (labkrim, Identifikasi, dll); (b) kendaraan; (c) peralatan-peralatan yang sangat dirinci harus ada. Namun dalam kenyataannya dalam poin (b): saya, Pak Mul, tetap berjalan kaki ke tempat TKP, dalam poin (c) banyak sekali peralatan yang saya lihat betul entah lupa dibawa entah sengaja tidak dibawa oleh ketiga polisi tersebut.
6. Bahwa Polisi haruslah baik karena hal ini sesuai dengan slogan yang acapkali didengung-dengungkan oleh pihak kepolisian yakni “To Serve and To Protect” yang diserap dari kepolisian luar negri. Bila dicermati secara philosofis, maka kata tersebut yang bermakna melayani dan melindungi ini diihlami oleh Alkitab dimana Tuhan datang untuk Melindungi dan Melayani. Begitu juga Polisi sebagai aparat penegak hukum bertugas untuk melindungi dan melayani. Sayangnya semboyan yang begitu mulia tersebut sangat tidak tercermin dalm pola perilaku kepolisian dalam melayani mahasiswa yang ingin mendapatkan data kuliah. Mereka terlalu birokratis dan mempersulit setiap urusan, entah prosesnya dibuat sedemikian lama, entah mereka tidak mau melayani apabila kita bukan orang besar karena masih memiliki status mahasiswa. Hal ini sangat tidak sesuai dengan Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI menyatakan fungsi kepolisian sebagai pelindung dan pelayan masyarakat.
7. Setelah dipersilahkan masuk ke Ruangan Penyidik Ersada Sitepu, saya melihat mengenai berkas-berkas perkara yang berisi bermacam-macam berita acara. Disisn saya hanya ingin membandingkan dengan beberapa Berita Acara yang telah saya lihat baik di kelas, di mooting Undip, maupun di PN Depok sewaktu saya melihat-lihat putusan di ruang dokumentasinya pada lantai 2. Saya dapat melihat perbedaan demi perbedaan yang sangat mencolok satu dengan lainnya. Berdasarkan penuturan bapak teman saya yang bekerja di Kepolisian, Komisaris Besar. Jimly Palmer Sinaga, S.H., M. Hum. Mengatakan seharusnya berkas penyidikan yang nantinya akan diserahkan ke Kejaksaan Negri setempat haruslah sama berdasarkan Petunjuk Teknis No. Pol. : JUKNIS/10/II/1982 tentang Penyusunan Berkas Perkara dan Pemberkasan jo. Surat Keputusan No. Pol. : Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana yang terdapat dalam buku Himpunan Juklak dan Juklis tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana (lampiran No. 2) yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan Markas Besar Kepolisian Republik Indinesia.
Namun disisi lain saya juga mengacungi jempol kepada pihak kepolisaian dalam beberapa hal yakni :
a. Pada saat itu polisi hanya mendapatkan keterangan dari wawancara. Dalam hal ini wawancara polisi tersebut dari hasil pengamatannya menurut doktrin, dapat langsung dibawa ke persidangan, dikarenakan Berita Acara yang dibuatkan tersebut memiliki kekuatan sumpah jabatan dari penyidik yang berasal dari negara jadi yang mencabutnya adalah penyidik dan hal ini sukar untuk dilakukan. Hal ini berbeda halnya dengan pemanggilan saksi yang biasa kita kenal yang didahului oleh pemanggilan saksi, jika seperti ini maka Berita Acara Pemeriksaan Saksi dapat dicabut oleh Saksi yang bersangkutan di tahap persidangan.
b. Polisi dalam mennyisir TKP dengan metoda roda. Metode roda ini sangat efektif dalam melakukan pencaian barang bukti. Metoda roda merupakan salah satu metoda dimana petugas bergerak bersama ke arah luar dimulai dari titik tengah tempat kejadianke tempat sasarannya masing-masing. Metode ini merupakan salah astu metode yang dimuat dalam Petunjuk Teknis No. Pol. : JUKNIS/01/II/1982 tentang Penanganan Tempat Kejadian Perkara jo. Surat Keputusan No. Pol. : Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana.
c. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa yang berwenang melakukan penyidikan adalah polisi dengan minimal pangkat Letnan Dua Polisi. Dan pada kepemimpinan Kapolri sekarang maka Letnan Dua pada saat itu setara degan Bribda sekarang. Dan pada kasus yang menimpa Pak Mul, Penyidik yang mengolah TKP sudah memiliki pangkat 3 balok menurut penuturannya pada saya seusai mengelola TKP yang berarti diatas Bribda.
------------------------------------ Komentar ------------------------------------
Saya akan mengomentari dari setiap poin-poin analisis saya terhadap hasil pengamatan yaitu:
Ad.1. Bahwa alasan polisi ketika ditanya mengenai keterlambatan di TKP adalah selalu mengenai masalah lalu lintas. Dalam hal ini memang benar hal itu terjadi, tapi penetapan waktu 15 menit itu sangatlah tidak relevan diterapkan di Kota Depok ini; Ad.2. Bahwa Kepolisian Polres Metro Depok terlalu cepat dan gegabah terahadap keputusan yang langsung menetapkan sebuah laporan polisi langsung ditempatkan ke dalam situasi penyidikan. Hal ini sangat riskan akan pemborosan tenaga apabila yang disidik ternyata bukanlah tindak pidana; Ad.3. Bahwa mungkin saja pegawai adaministrasi kepolisian yang menangani Pak Mul tidak membaca dengan jelas dan kurang memahami mengenai Petunjuk Pelaksanaan No. Pol : JUKLAK/04/II/1982 tentang proses penyidikan tindak pidana jo. Surat Keputusan No. Pol. : Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana; Ad.4. Bahwa terlihat sekali etos kerja dari Polisi Ressort Metro Depok yang telah berada di kota besar tidak terlatih dalam megumpulkan barang bukti; Ad.5. Bahwa Penyidik Polres Metro Depok sangat tidak profesional dan angkuh dengan meremehkan petunjuk Petunjuk Teknis No. Pol. : JUKNIS/01/II/1982 tentang Penanganan Tempat Kejadian Perkara jo. Surat Keputusan No. Pol. : Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana. Saya menangkap bahwa ketiga polisi tersebut merasa bahwa Terminal Depok yang sangat bersebelahan dengan Pores Metro Depok maka ia hanya berjalan kaki. Padahal waktu sekian menit saja sangat menentukan hilangnya barang bukti atau kaburnya terdakwa dari TKP; Ad.6. Bahwa aksi-aksi panggung birokrat Negara kita khususnya Kepolisian sangat membuat jengkel. Saya sangat merasakan ketika memiliki koneksi dari dalam perlakuan polisi di Polres Metro Depok sangatlah berbeda dengan ketika kita tidak memiliki koneksi orang di dalam instansi; Ad.7. Bahwa adanya corak tersendiri bahkan dari Kanit Reskrim yang berbeda dapat membuat format penulisan berkas Berita Acara juga berbeda. Hal ini mengikis kesatuan korps yang berada di tubuh Polri menurut saya.


------------------------------------ Saran ------------------------------------
Saya akan mensarankan dari setiap poin-poin analisis saya terhadap hasil pengamatan yaitu:
Ad.1. Bahwa seharus ada Surat Keputusan Penetapan yang baru mengenai waktu sampainya Polisi ke TKP yang didasarkan kepada pertimbangan yang logis dan masuk akal dan dihitung dari jarak terjauh dengan upaya tercepat; Ad.2. Bahwa walaupun laporan polisi tersebut memiliki kekuatan di bawah sumpah, polisi harus mencermati terlebih dahulu mengenai kebenaran laporan maupun kebenaran apakah benar laporan kehilangan tersebut adalh tindak pidana apa bukan. Karena kesalahan sedikit saja akan membuat pekerjaan polisi akan tidak tepat guna; Ad.3., Ad.4., Ad.5. Bahwa perlu diadakannya pelatihan secara mendasar mulai dari pangkat Bripda untuk mengingatkan kepada Penyidik bagaimana cara yang benar untuk menyidik; Ad.6. Bahwa perlu diadakan Perbaikan Aministrasi dan Menejemen di Polres Metro Depok; Ad.7. Perlu adanya juknis mengenai format penulisan Berita Acara karena seiring dengan perkembangan teknologi maka bentuk tulisan, besar huruf sangat beragam, sehingga tidak terwujudnya kesatuan seperti yang selalu dibangga-banggakan Polri.

------------------------------------ Kesimpulan ------------------------------------
Dari kasus yang dipaparkan diatas memang terdapat banyak kesalahan atapun penyimpangan. Namun kesalahan ataupun penyimpangan dalam sebuah sistem peradilan merupakan hal yang wajar, karena hukum tidak boleh diterapkan secara kaku (rigid). Ada batas-batas toleransi yang dapat dimaafkan dan dalam sepenglihatan saya, Polisi masih dalam koridor yang bisa dimaafkan. Hal ini terbukti bahwa Polisi Polres Metro Depok kebanyakan hanya melanggar petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan. Kesalahan ataupun penyimpangan terhadap petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan tidak memiliki akibat yang fatal bagi karir seorang polisi. Selama ia tidak melanggar ketentuan dalam KUHAP yang mengakibatkannya dapat di-pra-peradilkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar