setelah mengutip dari Liputan 6 dot kom, sya kemudian berfikir ulang dua kali, apakah cerdas untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung dalah hal pilkada?!
Walau terlambat sekitar 30 menit, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau akhirnya membuka rapat pleno. Rapat hasil final penghitungan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Riau ini berlangsung di sebuah hotel di Pekanbaru, Senin (6/10). Rapat pleno ini dihadiri calon gubernur Chaidiri dan Thamsir Rachman. Sedangkan Rusli Zainal berhalangan hadir dan hanya diwakili calon wakil gubernur Mambang Mit.
Tak jauh berbeda dengan hasil penghitungan cepat atau quick count yang dilakukan Lembaga Survey Indonesia pada 22 September silam, pemenang pemilihan langsung gubernur dan wakil gubernur Riau adalah pasangan Rusli Zainal-Mambang Mit. Pasangan ini memperoleh suara cukup besar dari para lawannya, yakni mencapai 57,5 persen. Di bawahnya, pasangan Thamsir Rachman-Taufan Andoso meraup 21,49 persen suara. Terakhir, Chaidir dan Suryadi Khusaini mendapat 21,18 persen suara [baca: Rusli Zainal Ungguli Calon Lain].
Namun rapat pleno tersebut tidak berlangsung mulus. Sebab kedua pasangan yang kalah menolak menandatangani hasil penghitungan suara tersebut. Keduanya menganggap telah terjadi sejumlah pelanggaran.
Para tim sukses kedua pasangan calon yang kalah berencana menggugat kemenangan Rusli Zainal dan Mambang Mit ke Mahkamah Agung disertai sejumlah bukti pelanggaran Pilkada Riau.
Bila tidak ada hambatan, pasangan Rusli Zainal-Mambang Mit akan dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur Riau pada 21 November mendatang. Bagi Rusli Zainal, jabatan tersebut adalah periode yang kedua.(ANS/Yusril Ardanis)
------------------------
Setelah menvermati saya pun terkejut akankah suatu gugatan yang akan direncanakan tersebut akan memenuhi kompetensi absolut Mahkamah Agung untuk menerima kasus tersebut, dalam ha ini saya menyaarankan untuk diajukan ke Mahkamah Konstitusi, hal ini mengingat bahwa dalam kekuasaan kehakiman kita mengetahui untuk segala perkara yang berhubungan dengan pemilu adalah kewenangan MK, namun sejak ada UU Partai Politik yang baru, Pilkada telah berubah nama menjadi pemilu pilkada.
Dari perubahan diatas, maka segala urusan mengenai pilkada yang pemilu pilkada juga termasuk di dalamnya adalah kewenagan Mahkamah Konstitusi dan bukanlah lagi menjadi kewenagan Mahkamah Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar