Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/Buku Kedua
Daftar isi
• 1 Bab I - Tentang barang dan pembagiannya
• 2 Bab II - Besit dan hak-hak yang timbul karenanya
• 3 Bab III - Hak milik
• 4 Bab IV - Hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
• 5 Bab V - Kerja rodi
• 6 Bab VI - Pengabdian pekarangan
• 7 Bab VII - Hak numpang karang
• 8 Bab VIII - Hak guna usaha (erfpacht)
• 9 Bab IX - Bunga tanah dan sepersepuluhan
• 10 Bab X - Hak pakai hasil
• 11 Bab XI - Hak pakai dan hak mendiami
• 12 Bab XII - Pewarisan karena kematian
• 13 Bab XIII - Surat wasiat
• 14 Bab XIV - Pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
• 15 Bab XV - Hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
• 16 Bab XVI - Hal menerima dan menolak warisan
• 17 Bab XVII - Pemisahan harta peninggalan
• 18 Bab XVIII - Harta peninggalan yang tak terurus
• 19 Bab XIX - Piutang dengan hak didahulukan
• 20 Bab XX - Gadai
• 21 Bab XXI - Hipotek
Bab I - Tentang barang dan pembagiannya
Bagian 1
Barang pada umumnya.
499. Menurut undang-undang, barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi obyek dari hak milik. (KUHPerd. 503, 519, 833, 955, 1131.)
500. Segala sesuatu yang termasuk dalam suatu barang karena hukum perlekatan, begitu pula segala hasilnya, baik hasil alam, maupun hasil usaha kerajinan, selama melekat pada dahan atau akarnya, atau terpaut pada tanah, adalah bagian dari barang itu. (KUHPerd. 502, 588 dst.; Cred. verb. 4.)
501. Buah-buah perdata hanya dipandang sebagai bagian dari suatu barang selama buah-buah perdata itu belum dapat ditagih, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan khusus dalam perundang-undangan dan perjanjian-perjanjian. (KUHPerd. 761 dst., 960, 1251 dst., 1397; Cred. verb. 4.)
502. Hasil alami adalah:
1. segala sesuatu yang dihasilkan oleh tanah sendiri; 2. segala sesuatu yang dihasilkan atau dilahirkan oleh binatang-binatang.
Hasil kerajinan yang diambil dari tanah adalah segala sesuatu yang diperoleh dari pengolahan tanah. Buah-buah perdata adalah uang sewa dan uang iuran usaha (pacht penningen), bunga dari sejumlah uang dan bunga-bunga yang harus dibayar. (KUHPerd. 762.)
Bagian 2
Pembagian barang
503. Ada barang yang bertubuh, dan ada yang tidak bertubuh. (KUHPerd. 547, 559, 612.)
504. Ada barang yang bergerak dan ada yang tak bergerak, menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam kedua bagian berikut ini. (AB. 17; KUHPerd. 519, 545 dst., 550, 555, 1150, 1162, 1963, 1977; Rv. 443, 493, 714, 720, 763a dst.)
505. Ada barang bergerak yang dapat dihabiskan, dan ada yang tidak dapat dihabiskan; yang dapat dihabiskan adalah barang-barang yang habis karena dipakai. (KUHPerd. 757, 822, 1384, 1427, 1742, 1754.)
Bagian 3
Barang tak bergerak.
506. Barang tak bergerak adalah:
1. tanah pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya; 2. penggilingan, kecuali yang dibicarakan dalam pasal 510; 3. pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya menancap dalam tanah, buah pohon yang belum dipetik, demikian pula barang-barang tambang seperti: batu bara, sampah bara dan sebagainya, selama barang-barang itu belum dipisahkan dan digali dari tanah; (KUHPerd. 500, 1140; Rv. 509.) 4. kayu belukar dari hutan tebangan dan kayu dari pohon yang tinggi, selama belum ditebang; 5. pipa dan saluran yang digunakan untuk mengalirkan air dari rumah atau pekarangan; dan pada umumnya segala sesuatu yang tertancap dalam pekarangan atau terpaku pada bangunan. (Cred. verb. 4.)
507. Yang termasuk barang tak bergerak karena tujuan adalah:
1. pada pabrik: barang hasil pabrik (trafijk), penggilingan, penempaan besi dan barang tak bergerak semacam itu, apitan besi, ketel kukusan, tempat api, jambangan, tong dan perkakas-perkakas sebagainya yang termasuk bagian pabrik, sekalipun barang itu tidak tertancap atau terpaku; 2. pada perumahan: cermin, lukisan dan perhiasan lainnya bila dilekatkan pada papan atau pasangan batu yang merupakan bagian dinding, pagar atau plesteran suatu ruangan, sekalipun barang itu tidak terpaku; 3. dalam pertanahan: lungkang atau timbunan pupuk yang dipergunakan untuk merabuk tanah; kawanan burung merpati; sarang burung yang biasa dimakan, selama belum dikumpulkan; ikan yang ada di dalam kolam; 4. runtuhan bahan bangunan yang dirombak, bila pergunakan untuk pembangunan kembali; dan pada umumnya semua barang yang oleh pemiliknya dihubungkan dengan barang tak bergerak guna dipakai selamanya. Pemilik dianggap telah menghubungkan barang-barang itu dengan barang tak bergerak guna dipakai untuk selamanya, bila barang-barang itu dilekatkan padanya dengan penggalian, pekerjaan perkayuan atau pemasangan batu semen, atau bila barang-barang itu tidak dapat dilepaskan tanpa membongkar atau merusak barang itu atau bagian dari barang tidak bergerak di mana barang-barang itu dilekatkan. (KUHPerd. 506, 517, 586, 780, 1164, 1567, 1921; Rv. 451-1; Cred. verb. 4.)
508. Yang juga merupakan barang tak bergerak adalah hak-hak berikut:
1. hak pakai hasil dan hak pakai barang tak bergerak; (KUHPerd. 756 dst., 811 dst.) 2. hak pengabdian tanah; (KUHPerd. 674 dst.) 3. hak numpang karang; (KUHPerd. 711 dst.; S. 1834-41 jo. S. 1838-46.). 4. hak guna usaha; (KUHPerd. 727 dst.; S. 1915-422 pasal 6.) 5. bunga tanah, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang; (KUHPerd. 737 dst.) 6. hak sepersepuluhan; (KUHPerd. 740 dst.) 7. basar atau pasar yang diakui oleh pemerintah dan hak istimewa yang berhubungan dengan itu; (S. 1829-111; S. 1854-1; S. 1854-63; S. 1855-72; S. 1869-66; S. 1878-320; RPL. 46.) 8. gugatan guna menuntut pengembalian atau penyerahan barang tak bergerak. (KUHPerd. 1162 dst.; Mijnw. 18.)
Bagian 4
Barang bergerak.
509. Barang bergerak karena sifatnya adalah barang yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan. (KUHPerd. 513.)
510. Kapal, perahu, sampan tambang, kincir dan tempat penimbunan kayu yang dipasang di perahu atau yang terlepas dan barang semacam itu adalah barang bergerak. (KUHPerd. 506-2; KUHD. 309.)Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/Buku Kedua
511. Yang dianggap sebagai barang bergerak karena ditentukan undang-undang adalah:
1. hak pakai hasil dan hak pakai barang bergerak; (KUHPerd. 756, 818 dst.) 2. hak atas bunga yang dijanjikan, baik bunga yang terus-menerus, maupun bunga cagak hidup; (KUHPerd. 1770 dst.) 3. perikatan dan tuntutan mengenai jumlah uang yang dapat ditagih atau mengenai barang bergerak; 4. bukti saham atau saham dalam persekutuan perdagangan uang, persekutuan perdagangan atau persekutuan perusahaan, sekalipun barang-barang bergerak yang bersangkutan dan perusahaan itu merupakan milik persekutuan. Bukti saham atau saham ini dipandang sebagai barang bergerak, tetapi hanya terhadap masing-masing peserta saja, selama persekutuan berjalan; (KUHD 40.) 5. saham dalam utang negara Indonesia, baik yang terdaftar dalam buku besar, maupun sertifikat, surat pengakuan utang, obligasi atau surat berharga lainnya, beserta kupon atau surat-surat bukti bunga yang berhubungan dengan itu; 6. sero-sero atau kupon obligasi dari pinjaman lainnya, termasuk juga pinjaman yang dilakukan negara-negara asing. (KUHPerd. 508, 513 dst.)
512. Bila dalam undang-undang atau dalam suatu perbuatan perdata digunakan istilah 'barang bergerak', `perkakas rumah', 'mebel' atau 'perabot rumah tangga', 'perhiasan rumah' atau 'rumah dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya', semuanya tanpa kata-kata tambahan, perluasan atau pembatasan, maka istilah-istilah itu harus dianggap meliputi barang-barang yang ditunjuk dalam pasal-pasal berikut.
513. Istilah 'barang bergerak', tanpa ada pengecualian, meliputi segala sesuatu yang menurut ketentuan-ketentuan di atas, dianggap bersifat bergerak. (KUHPerd. 509 dst.)
514. (s.d.u. dg. S. 1933-47 jo. S. 1938-2.) Istilah 'perkakas rumah' meliputi segala sesuatu yang menurut ketentuan-ketentuan di atas dianggap bersifat bergerak, kecuali uang tunai, sero, piutang dan hak-hak lain tersebut dalam pasal 511, barang perdagangan dan bahan pokok, alat-alat yang bersangkutan dengan pabrik, barang hasil pabrik atau hasil pertanian, bahan bangunan atau bahan yang berasal dari pembongkaran bangunan, begitu pula kapal dan sahamnya.
515. Istilah 'mebel' atau 'perabot rumah tangga' meliputi segala sesuatu yang menurut pasal yang lalu termasuk dalam istilah 'perkakas rumah', kecuali kuda dan ternak lain, kereta dan perlengkapannya, batu permata, buku dan tulisan, gambar, pigura, lukisan, patung, penning peringatan, perkakas ilmu alam dan ilmu pengetahuan, barang berharga dan barang pelik lainnya, pakaian pribadi, senjata, gandum, anggur, dan barang keperluan hidup lain. (KUHPerd. 511.)
516. Istilah 'rumah dan segala sesuatu yang ada di dalamnya' meliputi semua yang menurut pasal 513 bersifat bergerak dan ditemukan dalam rumah itu, kecuali uang tunai, piutang dan hak-hak lain yang surat-suratnya diketemukan dalam rumah itu. (KUHPerd. 511.)
517. Istilah 'perhiasan rumah' meliputi segala mebel yang dipakai dan digunakan untuk perhiasan ruangan, seperti tirai dan permadani, tempat tidur, kursi, cermin, lonceng, meja, porselen, dan barang lain semacam itu.
Lukisan dan patung, yang merupakan bagian dari mebel dalam suatu ruangan, termasuk juga di dalamnya, tetapi tidak termasuk di dalamnya koleksi lukisan, gambar dan patung yang dipasang di serambi atau ruangan khusus. Demikianlah pula barang dari porselen; semua barang yang merupakan bagian dari perhiasan suatu ruangan, termasuk dalam pengertian 'perhiasan rumah'. (KUHPerd. 515.)
518. Istilah 'rumah yang bermebel' atau 'rumah beserta mebelnya' hanya meliputi perhiasan rumah. (KUHPerd. 517.)
Bagian 5
Barang dalam hubungan dengan pemegang besit.
519. Ada barang yang bukan milik siapa pun; barang lainnya adalah milik negara, milik persekutuan atau milik perorangan. (KUHPerd. 520 dst., 523 dst., 526 dst., 570, 585 dst.)
520. Pekarangan dan barang tak bergerak lainnya yang tidak dipelihara dan tidak ada pemiliknya, seperti halnya barang seseorang yang meninggal dunia tanpa ahli waris atau yang warisannya ditinggalkan, adalah milik negara. (KUHPerd. 585, 621, 832, 873, 1126, 1129; Rv. 800 dst., S. 1850-3.)
521. Demikian pula, milik negaralah jalan dan lorong yang menjadi beban pemeliharaannya, pantai, bengawan dan sungai yang dapat dilalui dengan perahu dan perahu tambang beserta tepinya, pulau besar dan pulau kecil, beting yang muncul di atas bengawan dan sungai itu, demikian juga pelabuhan dan tempat mendarat, tanpa mengurangi hak seseorang atau persekutuan yang diperoleh berdasarkan suatu tindak perdata atau besit. (KUHPerd. 519, 522, 524, 537, 554, 591, 597, 629, 1963; S. 1854-95 jo. Inv. Sw. 6-14, S. 1870-119 jo. Inv. Sw. 6-33.)
522. Yang dimaksud dengan 'tepi' dalam pasal yang lalu ialah sisi bengawan, telaga atau sungai yang pada waktu biasa, bila air sedang pasang setinggi-tingginya, terendam di bawah air, dan bukan bagian yang terkena banjir dengan meluapnya air. (KUHPerd. 672.)
523. Harus dianggap pula sebagai milik negara: semua tanah dan perkayuan yang termasuk dalam bangunan benteng negara, demikianlah pula semua tanah yang di atasnya didirikan bangunan untuk pertahanan seperti tembok, apilan, parit, jalan tersembunyi, glacien atau tanggul, dan akhirnya tanah lapang yang di atasnya didirikan bangunan pertahanan, garis lini, pos penjagaan, kubu perlindungan, benteng kecil, tanggul, pintu air, kanal dan pinggirnya; semuanya itu tidak mengurangi hak seseorang atau persekutuan berdasarkan alas-hak atau besit. (KUHPerd. 521, 524 dst.)
524. Dalam benteng negara, seluruh tanah yang letaknya seperti di bawah ini, dianggap sebagai tanah militer:
1. dalam benteng yang dilengkapi dengan jalan tersembunyi, dan tanggul terdepan, antara kaki tembok utama dan kaki jalan tersembunyi, dan bila ini diperlengkapi dengan parit depan, sampai dengan tepi bagian luar. Jalan kubu dari benteng itu termasuk di dalamnya, menurut garis lurus yang ditarik dari lekum tirai yang satu ke tirai lain; 2. dalam benteng tanpa jalan tersembunyi atau tanggul terdepan, mulai dari bagian bawah tembok utama sampai ke seberang parit pertahanan luar; 3. dalam benteng tanpa bangunan luar, mulai dari pangkal sebelah dalam dari jalan korok kubu sampai ke seberang parit yang melingkar; 4. dan akhirnya bila di belakang pangkal sebelah dalam dari jalan kubu ada parit pembatas, tanggul dan sebagainya, maka jalur tanah itu pun serta tanam-tanaman dan bangunan di atasnya termasuk tanah militer.
525. Semua benteng yang tidak ditempati, seperti kubu-kubu, pos yang menonjol, tanggul, garis dan meriam, semuanya termasuk tanah militer negara dengan tanah di sekitarnya, yang telah dibeli oleh negara sewaktu benteng itu dibuat.
Terhadap semua benteng yang ditempati, berlaku ketentuan pasal yang lalu. (KUHPerd. 523 dst.)
526. Barang milik suatu persekutuan adalah barang milik bersama dari suatu perkumpulan. (KUHPerd. 517, 1653 dst.)
527. Barang milik perorangan adalah barang milik seseorang atau beberapa orang secara perseorangan. (KUHPerd. 519, 570.)
528. Atas suatu barang, orang dapat mempunyai hak besit atau hak milik atau hak waris atau hak nikmat hasil atau hak pengabdian tanah, atau hak gadai atau hipotek. (KUHPerd. 529 dst., 570 dst., 674 dst., 711 dst., 720 dst., 737 dst., 756 dst., 818 dst., 874 dst., 1150 dst., 1162; Oogstv. 1; Mijnw. 18; Mijnord.; Cred. verb. 1: RPL. 6.)
[sunting] Bab II - Besit dan hak-hak yang timbul karenanya
Bagian 1
Sifat besit dan barang-barang yang dapat menjadi obyek besit.
529. Yang dimaksudkan dengan besit adalah kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau dengan perantaraan orang lain, seakan-akan barang itu miliknya sendiri. (KUHPerd. 499, 538, 540, 543, 547, 1955.)
530. Besit ada yang dalam itikad baik dan ada yang dalam itikad buruk. (KUHPerd. 531 dst.)
531. Besit dalam itikad baik terjadi bila pemegang besit memperoleh barang itu dengan mendapatkan hak milik tanpa mengetahui adanya cacat-cela di dalamnya. (KUHPerd. 533, 575 dst., 581, 584, 1360, 1363, 1963 dst., 1966.)
532. Besit dalam itikad buruk terjadi bila pemegangnya mengetahui, bahwa barang yang dipegangnya bukanlah hak miliknya. Bila pemegang besit digugat di muka hakim dan dalam hal ini dikalahkan, maka ia dianggap beritikad buruk sejak perkara diajukan. (KUHPerd. 531, 535, 579, 581, 584, 1360, 1362.)
533. Pemegang besit harus selalu dianggap beritikad baik; barangsiapa menuduhnya beritikad buruk, harus membuktikannya. (KUHPerd. 531, 1865, 1916, 1965 dst.)
534. Pemegang besit harus selalu dianggap memegangnya untuk diri sendiri, selama tidak terbukti, bahwa ia memegangnya untuk orang lain. (KUHPerd. 1916, 1921, 1957.)
535. Pemegang besit yang mulai memegangnya untuk orang lain, selama tidak terbukti sebaliknya, harus selalu dianggap melanjutkan besit itu berdasarkan hak yang sama. (KUHPerd. 536, 540, 1916, 1921, 1959.)
536. Baik atas kehendak sendiri maupun karena lewatnya waktu, pemegang besit tidak dapat mengubah alasan dan dasarnya untuk diri sendiri. (KUHPerd. 540, 1960.)
537. Barang yang tiada dalam peredaran perdagangan, tidak dapat menjadi obyek besit.
Hal ini berlaku juga terhadap hak pengabdian tanah, baik yang tidak abadi maupun yang tidak tampak, kecuali yang ditentukan dalam pasal 553. (KUHPerd. 521, 677 dst., 699, 1332, 1953.)
Bagian 2
Cara mendapatkan besit, mempertahankannya, dan berakhirnya
538. Besit atas suatu barang diperoleh dengan menarik suatu barang ke dalam kekuasaannya dengan maksud mempertahankannya untuk diri sendiri. (KUHPerd. 529, 540.)
539. Orang gila tidak dapat memperoleh besit untuk diri sendiri. Anak belum dewasa dan wanita bersuami, dengan melakukan perbuatan tersebut di atas, dapat memperoleh besit atas suatu barang. (KUHPerd. 108, 383, 446 dst., 452.)
540. Orang dapat memperoleh besit atas suatu barang, baik dengan diri sendiri, maupun dengan perantaraan orang lain yang bertindak atas namanya. Dalam hal yang terakhir ini, orang malah dapat memperoleh besit, sebelum mengetahui besit atas barang tersebut diperolehnya. (KUHPerd. 383, 452, 535, 538 dts., 1354 dst., 1655, 1972 dst.)
541. Besit orang yang meninggal atas segala sesuatu yang dikuasainya semasa hidupnya, sejak saat meninggalnya beralih kepada para ahli warisnya dengan segala sifat dan cacat-celanya. (KUHPerd. 833, 955, 1958.)
542. Orang dianggap tetap memegang besit atas suatu barang selama barang itu tidak beralih kepada pihak lain atau belum ditinggalkan secara nyata. (KUHPerd. 543 dst.)
543. Orang kehilangan besit, atas kehendak sendiri, bila barang itu diserahkan kepada orang lain. (KUHPerd. 529, 538, 542.)
544. Orang kehilangan besit, sekalipun tanpa kehendak untuk menyerahkannya pada orang lain, bila barang yang dikuasainya ditinggalkannya secara nyata. (KUHPerd. 529, 538, 542.)
545. Orang kehilangan besit atas sebidang tanah, pekarangan atau bangunan, tanpa kehendak sendiri:
1. bila pihak lain, tanpa mempedulikan kehendak pemegang besit, menarik besit itu kepada dirinya dan menikmatinya selama satu tahun tanpa gangguan apa pun; 2. bila sebidang pekarangan, karena suatu peristiwa yang luar biasa, tenggelam kebanjiran. (KUHPerd. 594.)
Besit tidak hilang karena suatu banjir yang bersifat sementara. (KUHPerd. 593.) Besit atas barang bergerak berakhir bagi pemegangnya dengan cara seperti yang diatur dalam alinea pertama pasal ini. (KUHPerd. 538, 550, 562 dst.)
546. Besit atas suatu barang bergerak berakhir tanpa kehendak pemegangnya:
1. bila barang itu diambil atau dicuri orang lain; 2. bila barang itu hilang dan tidak diketahui di mana barang itu berada. (KUHPerd. 550, 555, 582, 1977.)
547. Besit atas barang tak bertubuh berakhir bagi pemegangnya, bila orang lain selama satu tahun menikmatinya tanpa gangguan apa pun. (KUHPerd. 503, 545, 555, 695, 699, 707.)
Bagian 3
Hak-hak yang timbul karena besit.
548. Besit dengan itikad baik memberi hak atas suatu barang kepada pemegangnya: (KUHPerd. 531.)
1. untuk dianggap sebagai pemilik barang itu untuk sementara, sampai saat barang itu dituntut kembali di muka hakim; (KUHPerd. 549-1, 1865.) 2. untuk dapat memperoleh hak milik atas barang itu karena kedaluwarsa; (KUHPerd. 1963.) 3. untuk menikmati segala hasilnya sampai saat barang itu dituntut kembali di muka hakim; (KUHPerd. 492, 549-2, 575 dst.) 4. untuk dipertahankan besitnya bila ia diganggu dalam memegangnya, atau dipulihkan kembali besitnya bila ia kehilangan besit itu. (KUHPerd. 550, 557, 562 dst., 567, 580, 1363 dst.)
549. Besit dengan itikad buruk memberi hak kepada pemegangnya atas suatu barang: (KUHPerd. 532.)
1. untuk dianggap sebagai pemilik barang itu untuk sementara, sampai saat barang itu dituntut kembali di muka hakim; (KUHPerd. 548-1, 1865.) 2. untuk menikmati segala hasil dari barang itu, tetapi berkewajiban untuk mengembalikannya kepada yang berhak; (KUHPerd. 579.) 3. untuk dipertahankan dan dipulihkan besitnya seperti disebutkan dalam nomor 4 pasal yang lalu. (KUHPerd. 550, 557, 562 dst., 567, 1362, 1364.)
550. Tuntutan untuk mempertahankan besit boleh diajukan di muka hakim, bila seseorang terganggu dalam memegang besitnya atas sebidang tanah atau pekarangan, sebuah rumah atau gedung, suatu hak kebendaan atau barang bergerak pada umumnya. (KUHPerd. 529, 555, 557, 561, 567; Rv. 55-9, 103 dst., 115-4, 191, 224-3, 403.)
551. Tuntutan seperti ini juga boleh diajukan sekalipun besit itu diperoleh dari seseorang yang tidak cakap menurut hukum untuk memindahtangankan barang tersebut. (KUHPerd. 108, 539, 1330.)
552. Tuntutan tidak boleh diajukan terhadap orang yang membantah suatu hak pengabdian tanah, kecuali kalau sengketa itu mengenai hak pengabdian tanah yang terus berlangsung atau yang nyata-tampak. (KUHPerd. 637, 677 dst.)
553. Bila timbul suatu perselisihan tentang berlaku tidaknya dasar hukum suatu hak pengabdian tanah yang tidak terus berlangsung atau yang tidak tampak, maka hakim boleh memerintahkan kepada pihak yang pada waktu terjadinya sengketa menikmatinya, supaya selama sengketa berlangsung terus menikmatinya. (KUHPerd. 537, 561, 677 dst., 699.)
554. Tuntutan supaya tetap dipertahankan memegang besit tidak bisa diajukan terhadap barang-barang yang menurut undang-undang si pemegang besit tidak dapat memegang besit atasnya. (KUHPerd. 521 dst., 537.)
555. Barang bergerak yang bertubuh tidak dapat dijadikan obyek suatu tuntutan di muka hakim, untuk mempertahankan besit atas barang itu, tanpa mengurangi ketentuan penutup pasal 550. (KUHPerd. 537, 546, 1977.)
556. Penyewa, pemegang hak usaha dan mereka yang menguasai suatu barang untuk orang lain, tidak dapat mengajukan gugatan supaya dipertahankan dalam memegang besit. (KUHPerd. 535, 540, 781, 1558, 1959.)
557. Tuntutan untuk mempertahankan besit dapat diajukan terhadap setiap orang yang mengganggu pemegang besit dalam memegang besit itu, bahkan terhadap pemilik barang itu, tetapi tanpa mengurangi hak pemilik ini untuk mengajukan tuntutan berdasarkan hak miliknya.
Bila besit itu diperoleh dari pinjam pakai, dengan pencurian atau kekerasan, maka pemegang besit tidak bisa mengajukan tuntutan untuk dipertahankan dalam besitnya terhadap orang dari siapa besit itu diperolehnya atau orang dari siapa besit itu diambil. (KUHPerd. 538, 548 dst., 556, 580, 1956; Rv. 105.)
558. Tuntutan untuk mempertahankan besit harus diajukan dalam jangka waktu satu tahun, terhitung mulai hari pemegang besit diganggu dalam memegang besit. (KUHPerd. 568.)
559. Tuntutan ini bertujuan supaya gangguan dihentikan dan pemegang besit dipertahankan dalam kedudukannya dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.
560. Besit harus dianggap selalu ada pada orang yang tidak pernah kehilangan haknya atas besit, yang kemudian oleh hakim dipertahankan kedudukannya, tanpa mengurangi apa yang lebih lanjut diatur tentang buah hasilnya. (KUHPerd. 562, 566, 1955.)
561. Bila dalam suatu perkara kedua pihak saling menuntut supaya dipertahankan kedudukannya dalam memegang besit, dan hakim berpendapat bahwa kedudukan itu tidak terbukti sebagaimana patutnya, maka tanpa memberi keputusan tentang hak besit, hakim berkuasa memerintahkan agar barang yang disengketakan disimpan di pengadilan, atau agar kedua belah pihak berperkara tentang pemilikan barang, atau salah satu pihak diakui sementara sebagai pemegangnya. Pemegang besit ini hanya diberi hak menikmati barang itu selama perkara tentang hak milik berjalan, dengan kewajiban memberi perhitungan atas hasil-hasil yang telah dinikmatinya. (KUHPerd. 529, 548-1 dan 3, 549-1 dan 2, 579, 1738; Rv. 53.)
562. Bila pemegang besit atas pekarangan atau bangunan kehilangan besitnya tanpa kekerasan, maka ia dapat mengajukan tuntutan terhadap pemegangnya, supaya dipulihkan atau dipertahankan besitnya. (KUHPerd. 545, 548 dst., 564 dst., 568; Rv. 55-9, 103 dst., 244-3, 403.)
563. Dalam hal terjadi suatu perampasan dengan kekerasan, gugatan untuk pemulihan besit harus diajukan, baik terhadap mereka yang melakukan kekerasan, maupun terhadap mereka yang memerintahkannya. Masing-masing mereka bertanggung jawab tanggung-menanggung atas seluruhnya. Agar gugatan dapat diterima, penggugat hanya diwajibkan membuktikan perbuatan merampas dengan kekerasan. (KUHPerd. 564, 568, 1278 dst., Rv. 55-9, 103 dst., 244-3, 403, 580-2.)
564. Gugatan yang sama boleh diajukan terhadap semua orang yang dengan itikad buruk melepaskan besit. (KUHPerd. 543, 834.)
565. Gugatan supaya besit dipulihkan dan dipertahankan, yang dibicarakan dalam pasal 562, harus diajukan dalam tenggang waktu satu tahun, terhitung dari hari penggugat mulai kehilangan seluruh kedudukannya; dan dalam hal perampasan dengan kekerasan, gugatan supaya dipulihkan besit itu harus diajukan dalam tenggang waktu yang sama, terhitung mulai hari berakhirnya kekerasan.
Gugatan ini tidak dapat diterima, bila telah diajukan gugatan tentang hak milik. (KUHPerd. 545, 547, 563, 568.)
566. Gugatan untuk penyerahan kembali dan pemulihan besit selalu bermaksud agar pemegang besit yang semula dipertahankan atau dipulihkan dalam kedudukannya dan agar ia dianggap seakan-akan tidak pernah kehilangan kedudukannya. (KUHPerd. 560, 562 dst., 1955.)
567. Dalam hubungan dengan gugatan-gugatan ini, bagi para pemegang besit, baik yang beritikad baik maupun yang beritikad buruk, tentang hak menikmati hasil dan tentang biaya yang dikeluarkan selama memegang besit, berlaku ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Bab III tentang hal yang sama untuk penuntutan kembali hak milik. (KUHPerd. 548 dst., 575-581, 1364.)
568. Juga setelah lewat waktu satu tahun yang ditentukan dalam undang-undang untuk mengajukan gugatan akan pemulihan besit, seseorang yang besitnya dirampas dengan kekerasan, berhak menuntut dengan gugatan biasa, agar yang melakukan kekerasan dihukum untuk menyerahkan kembali apa yang telah dirampas dan mengganti segala biaya, kerugian dan bunga, akibat dari perbuatan itu. (KUHPerd. 558, 562 dst., 1365; Sv. 163.)
569. Dicabut dg. S. 1873-229.
[sunting] Bab III - Hak milik
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum.
570. Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan. (ISR. 133; KUHPerd. 527 dst., 584, 594, 625 dst., Onteig, Hinderord.)
571. Hak milik atas sebidang tanah meliputi hak milik atas segala sesuatu yang ada di atas dan di dalam tanah itu. (KUHPerd. 591.) Di atas sebidang tanah, pemilik boleh mengusahakan segala tanaman dan mendirikan bangunan yang dikehendakinya; hal ini tidak mengurangi pengecualian-pengecualian tersebut dalam Bab IV dan VI buku ini. Di bawah tanah itu ia boleh membangun dan menggali sesuka hatinya dan mengambil semua hasil yang diperoleh dari galian itu; hal ini tidak mengurangi perubahan-perubahan dalam perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang pertambangan, pengambilan bara, dan barang-barang semacam itu. (KUHPerd. 587 dst., 595, 600, 625 dst., 1165, 1481 dst., Mijnw.; Mijnord.)
572. Setiap hak milik harus dianggap bebas. (KUHPerd. 624.) Barangsiapa menyatakan mempunyai hak atas barang orang lain, harus membuktikan hak itu. (KUHPerd. 1865, 1916.)
573. Pembagian suatu barang yang dimiliki lebih dari seorang, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan. (KUHPerd. 1066 dst.)
574. Pemilik barang berhak menuntut siapa pun juga yang menguasai barang itu, supaya mengembalikannya dalam keadaan sebagaimana adanya. (KUHPerd. 567, 582, 602, 834, 1977; Rv. 714.)
575. Pemegang besit dengan itikad baik berhak menguasai segala hasil yang telah dinikmatinya dari barang yang dituntut kembali, sampai pada hari ia digugat di muka hakim. Ia wajib mengembalikan kepada pemilik barang itu segala hasil yang dinikmatinya sejak ia digugat, setelah dikurangi segala biaya untuk memperolehnya, yaitu untuk penanaman, pembenihan dan pengolahan tanah. Selanjutnya ia berhak menuntut kembali segala biaya yang telah harus dikeluarkan guna menyelamatkan dan demi kepentingan barang tersebut, demikian pula ia berhak menguasai barang yang diminta kembali itu selama ia belum mendapat penggantian biaya dan pengeluaran tersebut dalam pasal ini. (KUHPerd. 531 dst., 548-3, 561, 567, 576 dst., 1139-4; 1364.)
576. Dengan hak dan cara yang sama, pemegang besit dengan itikad baik dalam menyerahkan kembali barang yang diminta, boleh menuntut kembali segala biaya untuk memperoleh hasil seperti diterangkan di atas, sekedar hasil itu belum terpisah dari tanah pada saat penyerahan kembali barang yang bersangkutan. (KUHPerd. 500, 575.)
577. Sebaliknya ia tidak berhak menggugat kembali biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil yang dinikmati karena kedudukannya sebagai pemegang besit. (KUHPerd. 575 dst.)
578. Demikian pula ia tidak berhak, dalam menyerahkan kembali barang itu, untuk memperhitungkan segala biaya dan pengeluaran yang telah dikeluarkan olehnya guna memelihara barang itu, yang dalam hal ini tidak termasuk biaya guna menyelamatkan dan memperbaiki keadaan barang itu sebagaimana disebut dalam pasal 575.
Bila timbul perselisihan tentang apa yang harus dianggap sebagai biaya pemeliharaan, haruslah diikuti peraturan tentang hak pakai hasil perihal itu. (KUHPerd. 793.)
579. Pemegang besit dengan itikad buruk berkewajiban:
1. mengembalikan segala hasil suatu barang beserta barang itu sendiri, bahkan juga hasil yang kendati tidak dinikmati olehnya, sedianya dapat dinikmati oleh pemilik; tetapi sebagaimana ditetapkan dalam pasal 575, boleh ia mengurangkan atau menuntut kembali biaya yang dikeluarkan guna menyelamatkan barang itu selama dalam kekuasaannya dan juga biaya demikian yang dikeluarkan guna memperoleh hasil itu, yakni untuk penanaman, pembenihan dan pengolahan tanah; 2. mengganti segala biaya, kerugian dan bunga; 3. membayar harga barang bila ia tidak dapat mengembalikan barang itu, juga manakala barang itu hilang di luar kesalahannya atau karena kebetulan, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa barang itu akan lenyap juga, sekalipun besit atas barang itu dipegang oleh pemiliknya. (KUHPerd. 532, 549, 561, 567, 1139-4, 1362, 1364.)
580. Barangsiapa memperoleh besit dengan kekerasan, tidak boleh minta kembali biaya yang telah dikeluarkan, sekalipun pengeluaran itu mutlak perlu untuk menyelamatkan barang itu. (KUHPerd. 548, 557, 563, 568.)
581. Pengeluaran untuk memanfaatkan dan untuk memperindah barang, menjadi tanggungan pemegang besit dengan itikad baik atau buruk, tetapi ia berhak mengambil benda yang dilekatkan pada barang itu dalam memanfaatkan dan membuat indah, asal pengambilan itu tidak merusak barang tersebut. (KUHPerd. 779 dst.)
582. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Barangsiapa menuntut kembali barang yang telah dicuri atau telah hilang, tidak diwajibkan memberi penggantian uang yang telah dikeluarkan untuk pembelian kepada yang memegangnya, kecuali jika barang itu dibelinya di pekan tahunan atau pekan lain, di pelelangan umum atau dari seorang pedagang yang terkenal sebagai orang yang biasanya memperdagangkan barang sejenis itu. (KUHPerd. 546, 1720, 1977.)
583. Barang yang telah dibuang ke dalam laut dan timbul kembali dari laut boleh diminta kembali oleh pemiliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan mengenai hal ini. (KUHD. 556.)
Bagian 2
Cara memperoleh hak milik.
584. Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan kedaluwarsa, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu. (KUHPperd. 119, 570, 585 dst., 588 dst., 592, 610 dst., 830 dst., 874 dst., 1946, 1963 dst.; Onteig.; Octr. 38; Aut. 2.)
585. Barang bergerak yang bukan milik siapa pun, menjadi hak milik orang yang pertama-tama mengambil barang itu untuk dimilikinya. (KUHPerd. 509 dst.; 519 dst., S. 1918-125.)
586. Hak untuk mengambil binatang liar atau ikan semata-mata ada pada pemilik tanah tempat binatang itu atau air tempat ikan tersebut. (KUHPerd. 507-3, 521, 721, 774.)
587. Hak milik atas harta karun ada pada orang yang menemukannya di tanah miliknya sendiri. Bila harta itu ditemukan di tanah milik orang lain, maka separuhnya adalah milik yang menemukan dan separuh lainnya adalah milik si pemilik tanah.
Yang dimaksud dengan harta karun adalah segala barang tersembunyi atau terpendam, yang tidak seorang pun dapat membuktikan hak milik terhadapnya dan yang didapat karena kebetulan semata-mata. (KUHPerd. 777; Mijnw. 1.)
588. Segala suatu yang melekat pada sesuatu barang atau yang merupakan satu tubuh dengan barang itu adalah milik orang yang menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut dianggap sebagai pemiliknya. (KUHPerd. 500 dst., 571, 1482.)
589. Pulau besar dan pulau kecil, yang terdapat di sungai yang tidak dapat dilayari atau diseberangi dengan rakit, begitu pula beting yang timbul dari endapan lumpur di sungai seperti itu, menjadi milik si pemilik tanah di tepi sungai tempat tanah timbul itu terjadi. Bila tidak berada pada salah satu dari kedua belah sungai, maka pulau itu atau beting itu menjadi milik semua pemilik tanah di kedua tepi sungai dengan garis yang menurut perkiraan ada di tengah-tengah sungai sebagai batas. (KUHPerd. 521; 591.)
590. Bila sebuah bengawan atau sungai dengan mengambil jalan aliran baru memotong tanah di tepinya sehingga terjadi sebuah pulau, maka hak milik atas pulau itu tetap pada pemilik tanah semula, sekalipun pulau itu terjadi dalam sebuah bengawan atau sungai yang dapat dilayari atau diseberangi dengan rakit. (KUHPerd. 521.)
591. Hak milik atas bengawan atau sungai mencakup juga hak milik atas tanah tempat bengawan atau sungai itu mengalir. (KUHPerd. 519, 521, 571, 589, 629.)
592. Bila sebuah bengawan atau sungai mengambil jalan aliran baru dengan meninggalkan jalan yang lama, maka para pemilik tanah yang kehilangan tanah menjadi pemegang besit atas tanah aliran yang ditinggalkan sebagai ganti ruginya, masing-masing seluas tanah yang hilang. (KUHPerd. 704dst.)
593. Sebuah bengawan atau sungai yang banjir sementara, tidak menimbulkan diperolehnya atau hilangnya hak milik. (KUHPerd. 545, 594, 598.)
594. Hak milik atas tanah yang tenggelam karena kebanjiran, tetap berada pada pemiliknya. (KUHPerd. 545.) Meskipun demikian, bila oleh pemerintah dipandang perlu untuk kepentingan umum atau keamanan tanah milik di sekitarnya, dan oleh ahli-ahli yang bersangkutan dibuktikan, bahwa tanah yang tenggelam itu dapat ditimbuni dan dikeringkan, maka semua pemilik yang bersangkutan harus diberi peringatan untuk mengerjakannya atau ikut serta mengerjakannya dengan ketentuan, bahwa bila mereka menolaknya ataupun tidak lagi berkediaman di tempat itu, maka untuk kepentingan negara, hak milik dapat dicabut dengan membayar ganti rugi seharga tanah yang menurut taksiran tenggelam. (ISR. 133; KUHPerd. 570, 811; Onteig.)
595. Pemilik sebuah bukit pasir di pantai laut adalah, demi hukum, pemilik tanah tempat bukit itu berdiri.
Bila tanah di sekitar bukit pasir itu ditimbuni pasir oleh sebab angin, sehingga tanah itu menjadi satu dengan bukit tersebut, sampai-sampai tidak dapat dipisahkan, maka tanah tersebut menjadi milik si pemilik bukit pasir tersebut, kecuali bila dalam waktu lima tahun setelah penimbunan itu tanah tersebut dipisahkan dengan pagar atau tiang-tiang perbatasan. (KUHPerd. 571.)
596. Pengendapan lumpur yang terjadi secara alami, lambat-laun dan tidak kelihatan pada tanah yang terletak di tepi air yang mengalir, disebut pertambahan. Pertambahan menjadi keuntungan pemilik tanah di tepi bengawan atau sungai, tanpa membedakan, apakah dalam akta tanah disebutkan luas tanah itu atau tidak; tetapi hal ini tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam undang-undang atau peraturan umum mengenai jalan bagi pejalan kaki atau jalan bagi pemburu. (KUHPerd. 597 dst., 774, 1165.)
597. Ketentuan dalam alinea kedua pasal yang lalu berlaku juga bagi pertambahan yang terjadi pada tanah di tepi telaga yang dapat dilayari dengan perahu.
Ketentuan yang sama akhirnya berlaku juga terhadap pertambahan tanah akibat damparan dari laut di pantai dan di tepi sungai yang mengalami pasang naik dan pasang surut, baik tanah tepian itu milik negara, maupun milik perorangan atau persekutuan. (KUHPerd. 521.)
598. Pertambahan tanah tidak dapat terjadi pada balong. Tanah yang selalu terendam air di sekitar balong bila air mencapai ketinggian sampai dapat mengalir ke luar, sekalipun air itu kemudian surut kembali, adalah kepunyaan si pemilik balong. Sebaliknya, pemilik balong tidak berhak atas tanah di tepi balong bila tanah itu hanya digenangi air pada waktu air mencapai ketinggian yang luar biasa. (KUHPerd. 596.)
599. Bila sebidang tanah, karena derasnya arus air, sekonyong-konyong terbelah dari tanah yang satu dan terlempar ke tanah yang lain, maka kejadian itu tidak dapat dianggap sebagai pertambahan tanah, asal saja pemiliknya, dalam waktu tiga tahun setelah kejadian itu berlangsung, menuntut haknya. Bila tenggang waktu itu dilewatkan oleh yang berkepentingan tanpa mengajukan tuntutan, maka tanah yang terlempar itu menjadi milik si pemilik tanah yang bersangkutan. (KUHPerd. 596.)
600. Segala sesuatu yang ditanam atau disemaikan di atas sebidang pekarangan adalah milik si pemilik tanah itu. (KUHPerd. 571, 603 dst., 711.)
601. Segala sesuatu yang dibangun di atas pekarangan adalah milik si pemilik tanah, asalkan bangunan itu melekat pada tanah; hal ini tidak mengurangi kemungkinan perubahan termaktub dalam pasal 603 dan pasal 604. (KUHPerd. 571, 711.)
602. Pemilik tanah yang membangun di atas tanah sendiri dengan bahan-bahan bangunan yang bukan miliknya, wajib membayar harga bahan-bahan itu kepada pemilik bahan; ia boleh dihukum mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu, tetapi pemilik bahan-bahan bangunan tidak berhak mengambil kembali bahan-bahan itu. (KUHPerd. 574, 605, 1365.)
603. Bila seseorang, dengan bahan-bahan bangunan sendiri, mendirikan bangunan di atas tanah milik orang lain, maka pemilik tanah boleh memiliki bangunan itu atau menuntut agar bangunan itu diambilnya. Bila pemilik tanah menuntut supaya bangunan diambil, maka pembongkaran bangunan berlangsung dengan biaya pemilik bahan, malahan pemilik bahan ini boleh dihukum membayar segala biaya, kerugian dan bunga. Bila sebaliknya, pemilik tanah hendak memiliki bangunan tersebut, maka ia harus membayar harga bangunan beserta upah kerja tanpa memperhitungkan kenaikan harga tanah. (KUHPerd. 532, 549, 579, 601, 604 dst., 715, 725 dst., 779, 1567.)
604. Bila bangunan itu didirikan oleh pemegang besit yang beritikad baik, maka pemilik tidak boleh menuntut pembongkaran bangunan itu; tetapi ia boleh memilih membayar harga bahan-bahan beserta upah kerja atau membayar sejumlah uang, seimbang dengan kenaikan harga tanah. (KUHPerd. 531, 548, 575, 601, 603, 605.)
605. Tiga pasal yang lalu, berlaku juga terhadap penanaman dan penyemaian. (KUHPerd. 600, 602 dst.)
606. Barangsiapa dengan bahan milik orang lain membuat barang dalam jenis baru, menjadi pemilik barang itu, asal harga bahan dibayarnya, dan segala biaya, kerugian dan bunga digantinya bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1365.)
607. Bila barang baru itu terbentuk bukan karena perbuatan manusia, melainkan karena pengumpulan pelbagai bahan milik beberapa orang secara kebetulan, maka barang baru itu merupakan milik bersama dari orang-orang itu menurut keseimbangan harga bahan-bahan tersebut yang semula dimiliki mereka masing-masing.
608. Bila barang yang baru itu terbentuk dari pelbagai bahan milik beberapa orang karena perbuatan salah seorang dari pemilik-pemilik itu, maka yang tersebut terakhir ini menjadi pemilik, dengan kewajiban membayar harga bahan-bahan kepunyaan orang-orang lain, ditambah dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu.
609. Dalam hal-hal tersebut dalam kedua pasal yang lalu, bila bahan-bahan itu dapat dipisah-pisahkan dengan mudah, maka masing-masing pemilik boleh meminta kembali bahan kepunyaannya.
610. Hak milik atas suatu barang didapatkan seseorang karena kedaluwarsa, bila ia telah memegang besit atas barang itu selama waktu yang ditentukan undang-undang dan sesuai dengan persyaratan dan pembedaan seperti termaksud dalam Bab VII Buku Keempat kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 5952, 946 dst., 1973.)
611. Cara memperoleh hak milik karena pewarisan menurut perundang-undangan atau menurut surat wasiat, diatur dalam Bab XII dan Bab XIII buku ini. (KUHPerd. 830, 874.)
612. Penyerahan barang-barang bergerak, kecuali yang tidak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci bangunan tempat barang-barang itu berada. Penyerahan tidak diharuskan, bila barang yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya. (KUHPerd. 503, 509 dst., 760, 1235 dst., 1459, 1475, 1686; KUHD 314; Tbs. 3 dst., 21 dst.)
613. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosement surat itu. (KUHPerd. 612, 1152, 1385, 1459, 1540, 1686; KUHD 110 dst., 176, 191 dst., 457, 508, 531 dst.)
614, 615. Dicabut dg. S. 1938-276.
616. Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 620. (Ov. 50; KUHPerd. 506 dst., 696, 713, 720, 737, 760, 818, 1179, 1459, 1475, 1686, 1690; KUHD 314; Tbs. 3 dst., 21 dst.; Rv. 526.)
617. Semua akta penjualan, penghibahan, pembagian, pembebanan atau pemindahtanganan barang tak bergerak harus dibuat dalam bentuk otentik, atas ancaman kebatalan. (KUHPerd. 1868, 1870.) Tiap petikan dalam bentuk biasa dari rol, atau daftar kantor lelang, guna membuktikan penjualan barang yang diselenggarakan dengan perantaraan kantor tersebut menurut peraturan yang telah ada atau yang akan diadakan, harus dianggap sebagai akta otentik. (Ov. 50; KUHPerd. 620; Rv. 526; Venduregl. 42.)
618. Semua akta pemisahan harta kekayaan, sepanjang itu mengenai barang tak bergerak, harus diumumkan juga dengan cara sebagaimana diatur dalam pasal 620. (Ov. 50; KUHPerd. 619 dst., 1069, 1074.)
619. Kepada yang memperoleh barang tidak boleh diberikan akta pemindahtanganan atau akta pemisahan tanpa kuasa khusus dari pihak yang memindahtangankan barang atau pihak yang ikut berhak, baik dalam akta sendiri, maupun dalam akta otentik lain yang kemudian dibuat dan yang harus diumumkan juga pada waktu dan dengan cara seperti yang diatur dalam pengumuman akta pemindahtanganan atau pemisahan tersebut. Tanpa kuasa demikian, penyimpan hipotek harus menolak pengumuman akta tersebut. Semua pengumuman yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal, tanpa mengurangi tanggung jawab pegawai yang telah memberikan salinan akta tersebut tanpa kuasa yang diperlukan, dan tanggung jawab penyimpan hipotek yang melakukan pengumuman tanpa kuasa. (Ov. 50; KUHPerd. 618, 620.)
620. Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau surat keputusan hakim ke kantor penyimpan hipotek di lingkungan tempat barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan mendaftarkan salinan ini dalam daftar yang telah ditentukan.
Bersama dengan itu, orang yang bersangkutan harus menyampaikan juga salinan otentik yang kedua atau petikan otentik dari akta atau keputusan hakim, agar penyimpan hipotek mencatat di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor daftar yang bersangkutan. (Ov. 50; KUHPerd. 616, 618, 622, 696, 713, 720, 737, 760, 818, 986, 1179, 1182.)
621. Setiap pemegang besit suatu barang tak bergerak, dapat minta kepada pengadilan negeri di daerah tempat barang itu terletak, untuk dinyatakan sebagai pemiliknya.
Ketentuan-ketentuan perundang-undangan tentang hukum acara perdata mengatur cara mengajukan permintaan demikian. (Rv. 800 dst.)
622. Bila keputusan yang mengabulkan permintaan demikian telah mempunyai kekuatan pasti, maka keputusan itu harus diumumkan oleh atau atas nama pemohon di kantor penyimpan hipotek dengan menyampaikan salinannya dan membukukannya seperti diatur dalam pasal 620. (Ov. 27; KUHPerd. 623; Rv. 808.)
623. Bila penyampaian dan pembukuan telah berlangsung, maka pemegang besit, dalam segala perbuatan yang telah dilakukannya terhadap barang tersebut dengan pihak ketiga, dianggap sebagai pemilik. (Ov. 27.)
624. Hak-hak yang diberikan pemerintah kepada orang-orang khusus atas barang-barang atau tanah negara tidak diubah; hak-hak itu, terutama mengenai besit dan hak milik, tetap sedemikian rupa, sebagaimana diatur menurut adat istiadat lama dan kebiasaan atau menurut ketentuan-ketentuan khusus, sedangkan ketentuan-ketentuan dalam kitab undang-undang ini tidak mengurangi hak-hak itu pada khususnya atau hubungan antara orang yang menduduki tanah dan pemilik tanah pada umumnya. (S. 1880-150 dst.; PRL.; S, 1918-287.)
[sunting] Bab IV - Hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
625. Para pemilik pekarangan yang bertetangga mempunyai hak dan kewajiban satu sama lain, baik yang timbul karena letak pekarangan menurut alam, maupun karena ketentuan perundang-undangan.
626. Pemilik pekarangan yang lebih rendah letaknya, demi kepentingan pemilik pekarangan yang lebih tinggi, berkewajiban menerima air yang mengalir ke pekarangannya karena alam, lepas dari campur tangan manusia.
Pemilik pekarangan yang lebih rendah tidak boleh membuat tanggul atau bendungan yang menghalang-halangi aliran air tersebut; sebaliknya, pemilik pekarangan yang lebih tinggi tidak boleh berbuat sesuatu yang memburukkan keadaan air bagi pekarangan yang lebih rendah. (KUHPerd. 629 dst., 652, 677, 688, 697 dst., 1365, 1367.)
627. Barangsiapa mempunyai sebuah mata air di pekarangannya, berhak menggunakan mata air itu sesuka hatinya, tanpa mengurangi hak yang diperoleh orang yang mempunyai pekarangan yang lebih rendah, baik karena suatu perjanjian maupun karena kedaluwarsa, sesuai dengan pasal 698. (KUHPerd. 570, 628, 677, 688, 695.)
628. Pemilik mata air tidak boleh mengubah jalan aliran air, bila air ini merupakan kebutuhan mutlak bagi para penduduk sebuah kota, desa atau dusun. Dalam hal demikian, pemilik berhak minta ganti rugi yang ditentukan oleh tenaga-tenaga ahli, kecuali jika penduduk tersebut telah memperoleh hak memakai air itu berdasarkan undang-undang atau karena kedaluwarsa. (KUHPerd. 688, 695, 697 dst.)
629. Barangsiapa mempunyai pekarangan di tepi aliran air yang bukan milik umum, boleh menggunakan air tersebut guna menyiram pekarangannya. (KUHPerd. 519.) Barangsiapa pekarangannya dilalui oleh aliran air, boleh menggunakan air itu pada jalur tanah yang dilalui air itu untuk keperluan sesuatu, asal saja pada akhir jalur itu air dapat mengalir menurut alam. (KUHPerd. 521, 690.)
630. Bila antara pemilik beberapa pekarangan yang berkepentingan atas kegunaan air timbul perselisihan, maka dalam memberi keputusan, hakim harus berusaha menyesuaikan kepentingan pertanian umum dengan kebebasan hak milik, dan dalam semua hal ia harus bertindak sesuai dengan peraturan dan kebiasaan khusus setempat mengenai jalannya arus air, tingginya dan pemakaiannya. (ISR. 133; KUHPerd. 570.)
630a. (s.d.t. dg. S. 1881-95.) Tiap pemilik pekarangan dapat mengharuskan masing-masing pemilik pekarangan yang bertetangga untuk membuat tanda perbatasan antara pekarangan mereka. Pembuatan batas itu harus dilakukan atas biaya bersama. (KUHPerd. 570, 636, 642, 663, 721, 781; Rv. 102.)
631. Setiap pemilik boleh menutup pekarangannya, tanpa mengurangi pengecualian yang dibuat dalam pasal 667. (KUHPerd. 570, 635, 642, 664, 721, 781.)
632. Pemilik yang menutup pekarangannya, kehilangan hak untuk menggembalakan ternaknya di tempat penggembalaan bersama, sebanding dengan luas pekarangan yang terlepas dari tanah penggembalaan bersama akibat penutupan pekarangan itu.
633. Semua tembok yang dipergunakan sebagai tembok batas antara bangunan-bangunan, tanah-tanah, taman-taman dan kebun-kebun, dianggap sebagai tembok batas milik bersama, kecuali jika ada suatu alas hak atau tanda yang menunjukkan sebaliknya. Bila bangunan-bangunan itu tidak sama tinggi, maka tembok batas itu harus dianggap sebagai milik bersama setinggi bangunan yang terendah. (KUHPerd. 634, 637 dst., 640, 643 dst., 658, 662, 1916.)
634. Tanda yang menunjukkan bahwa tembok batas itu bukan milik bersama, antara lain adalah:
1. bahwa bagian atas tembok itu, pada belahan yang satu menjulang ke atas dan berdiri tegak lurus di atas bagian bawah, dan pada belahan lain miring ke bawah; 2. bahwa tembok itu, pada belahan yang satu menyangga atau menopang sebuah bangunan atau tingkat, sedang pada belahan lain tidak ada bangunan yang ditopang atau disangga secara demikian; 3. bahwa pada waktu membuat tembok hanya di sebelah saja ditempatkan bubungan, birai batu atau batu yang menonjol. Dalam hal yang demikian, tembok dianggap semata-mata milik pemilik pekarangan pada belah mana bangunan, tingkat birai batu, batu yang menonjol, atau talang bubungan sejenis terdapat. (KUHPerd. 645, 659, 664, 1916.)
635. Perbaikan atau pemugaran tembok batas bersama menjadi beban mereka yang mempunyai hak atas tembok tersebut menurut perbandingan hak masing-masing. Namun demikian tiap-tiap pemilik-peserta diperbolehkan membebaskan diri dari biaya perbaikan dan pemugaran dengan jalan melepaskan haknya atas tembok yang diperbaiki atau dibangun kembali, asal tembok itu bukan penopang atau penyangga suatu bangunan miliknya sendiri, dan bukan batas antara rumah-rumah, lapangan-lapangan dan kebun-kebun yang berdekat-dekatan di kota, kota satelit dan desa. (KUHPerd. 630a, 637, 634 dst., 654, 679, 689.)
636. Setiap pemilik-peserta boleh mendirikan bangunan dengan menyandarkannya pada tembok milik bersama, dengan menancapkan balok, kambi, jangkar, alat-alat besi atau alat-alat kayu lainnya pada tembok itu sampai setengah tebalnya, asal saja tembok itu tidak rusak. (KUHPerd. 641, 655, 684.)
637. Setiap pemilik-peserta boleh mempertinggi tembok batas milik bersama, tetapi selain harus membiayai sendiri pekerjaan yang demikian, ia harus membiayai sendiri tiap-tiap perbaikan guna memelihara bagian baru yang menumpang di atas bagian yang lama dan pula harus mengganti kerugian akibat pertambahan berat bagian atas yang menindih bagian bawah, dihitung seimbang dengan berat beban dan menurut harganya. Bila tembok batas milik bersama itu tidak kuat untuk menyangga bagian atas yang dipertinggi itu, maka pemilik yang menghendaki peninggian itu harus memperbaharui tembok batas seluruhnya dengan biaya sendiri, dan penambahan tebal tembok harus dilakukan dengan mengurangi luas pekarangannya sendiri. (KUHPerd. 633, 635, 639, 641, 681.)
638. Tiap pemilik-peserta tembok batas milik bersama boleh memasang talang pada bagian kepunyaannya dan mengalirkan air, baik di pekarangannya sendiri, maupun di jalan umum, asal hal itu tidak dilarang oleh undang-undang atau peraturan pemerintah. (KUHPerd. 652, 682.)
639. Pemilik-peserta yang tidak memberikan sumbangan guna mempertinggi tembok batas milik bersama, boleh memperoleh pemilikan bersama atas bagian yang dipertinggi itu, asal membayar separuh biaya yang telah dikeluarkan dan separuh harga tanah bila dipergunakan untuk memperlebar tembok. (KUHPerd. 635, 637.)
640. Tiada sebuah tembok pun boleh dijadikan milik bersama, tanpa kehendak pemiliknya. (KUHPerd. 633 dst.)
641. Seorang pemilik-peserta, tanpa izin dari yang lainnya, tidak boleh membuat liang atau galian pada tembok bersama atau membuat suatu bangunan yang menyandar pada tembok itu. Dalam hal, sebagaimana diatur dalam pasal 636 dan pasal 637, pemilik-peserta dapat menuntut supaya oleh ahli-ahli diadakan perencanaan sebelumnya agar pekerjaan baru itu tidak sampai merugikan haknya. Bila hasil pekerjaan yang baru itu ternyata merugikan hak milik tetangga, ia harus memberi ganti rugi, tetapi kerugian sehubungan dengan keindahan tembok tidak boleh diperhitungkan. (KUHPerd. 644.)
642. Di kota, kota satelit, dan di desa, setiap orang berhak menuntut tetangganya untuk menyumbang guna membuat atau memperbaiki alat penutup yang digunakan untuk memisahkan rumah, pekarangan dan kebun mereka satu sama lain. Cara membuat dan tinggi penutup itu diatur menurut peraturan-peraturan khusus dan kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 630a, 631, 635; Rv. 102.)
643. Setiap tetangga, atas biaya sendiri, boleh mendirikan tembok bersama sebagai pengganti pagar bersama, tetapi tidak boleh suatu pagar sebagai pengganti tembok. (KUHPerd. 635, 650.)
644. Tidak seorang pun dari tetangga, tanpa izin dari pihak lainnya, diperbolehkan membuat jendela atau lubang pada tembok batas bersama dengan cara bagaimanapun juga. Akan tetapi ia boleh membuatnya pada bagian tembok yang ditinggikan atas biaya sendiri, asal ini langsung dikerjakan pada waktu mempertinggi tembok itu, menurut cara yang diatur dalam kedua pasal berikut. (KUHPerd. 636 dst., 639, 741.)
645. Pemilik suatu tembok batas bukan milik bersama yang langsung berbatasan dengan pekarangan orang lain, diperbolehkan pada tembok itu membuat penerangan atau jendela-jendela dengan terali besi yang rapat dan jendela-jendela yang dimatikan. Terali-terali besi itu harus dipasang dalam jarak selebar-lebarnya setelapak antara satu dengan lainnya. (KUHPerd. 634, 647 dst., 680.)
646. Jendela atau lubang ini tidak boleh dibuat lebih rendah dari dua puluh lima telapak di atas lantai kamar yang akan diterangi, bila lantai kamar itu sama tinggi dengan jalan raya dan tidak boleh lebih rendah dari dua puluh telapak di atas lantai kamar pada tingkat yang lebih tinggi. (KUHPerd. 645, 680.)
647. Orang tidak diperbolehkan mempunyai pemandangan langsung ke pekarangan tetangga yang tertutup atau terbuka; maka tak bolehlah ia memperlengkapi rumahnya dengan jendela, balkon atau perlengkapan lain yang memberikan pemandangan ke pekarangan tetangga itu, kecuali bila tembok yang diperlengkapinya dengan hal-hal itu jaraknya lebih dari dua puluh telapak dari pekarangan si tetangga. (KUHPerd. 645, 649, 680.)
648. Dari jurusan menyamping atau dari jurusan menyerong orang tidak boleh mempunyai pandangan atas pekarangan tetangga, kecuali dalam jarak lima telapak. (KUHPerd. 645, 647, 649, 680.)
649. Jarak yang dibicarakan dalam dua pasal tersebut di atas, dihitung dari sisi luar tembok yang diberi lubang dan bila ada balkon atau semacam itu yang menonjol, dari sisi terluar balkon itu sampai garis batas kedua pekarangan. (KUHPerd. 647 dst.)
650. Ketentuan dalam pasal 633 sampai dengan pasal 649 berlaku juga terhadap pagar kayu, guna membatasi bangunan, halaman terbuka, dan kebun.
651. Bila dalam memperbaiki suatu bangunan perlu dipasang suatu perancah di atas pekarangan tetangga atau perlu diinjak pekarangan itu untuk mengangkat bahan-bahan yang akan dipakai, maka pemilik pekarangan itu harus mengizinkannya, tanpa mengurangi haknya untuk minta ganti rugi, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1246 dst.)
652. Setiap pemilik pekarangan wajib mengatur atap rumah sedemikian rupa agar air hujan mengalir ke halamannya atau ke jalan umum, bila yang terakhir ini tidak dilarang oleh undang-undang atau peraturan pemerintah; ia tidak boleh mengalirkan air ke pekarangan tetangganya. (KUHPerd. 626, 638, 677, 682, 1365.)
653. Tiada seorang pun diperbolehkan mengalirkan air atau kotoran melalui saluran pekarangan orang lain, kecuali jika ia memperoleh hak untuk itu. (KUHPerd. 677, 683, 1365.)
654. Semua bangunan, pipa asap, tembok, pagar atau tanda perbatasan lainnya, yang karena tuanya atau karena sebab lain dikhawatirkan akan runtuh dan membahayakan pekarangan tetangga atau condong ke arah pekarangan itu, harus dibongkar, dibangun kembali atau diperbaiki atas teguran pertama pemilik pekarangan tetangga itu. (KUHPerd. 635, 1241, 1369.)
655. Barangsiapa menyuruh menggali sebuah sumur, selokan atau kakus di tempat yang berdekatan dengan tembok batas milik bersama atau bukan milik bersama, atau hendak mendirikan pipa asap, tempat perapian, dapur atau tempat masak di tempat yang demikian, atau membuat kandang, tempat rabuk, gudang, gudang garam, tempat penyimpan bahan keras atau bangunan yang merugikan dan membahayakan, maka ia wajib membuat jarak antara tembok dengan bangunan tersebut sebagaimana ditetapkan dalam peraturan khusus atau menurut kebiasaan tentang hat itu, ataupun ia wajib mengusahakan bangunan itu sedemikian rupa menurut peraturan dan kebiasaan yang ditentukan untuk itu agar tidak menimbulkan kerugian bagi pekarangan-pekarangan yang berdekatan. (AB. 15; KUHPerd. 636, 641.)
656. Tempat air hujan, sumur, kakus, selokan dan sebagainya, yang merupakan milik bersama antara mereka yang bertetangga, harus dipelihara dan dibersihkan atas biaya semua pemilik. (KUHPerd. 657, 720 dst., 756 dst., 1584.)
657. Pembersihan kakus milik bersama harus dilakukan secara bergiliran, pekarangan demi pekarangan.
658. Semua parit atau selokan antara dua pekarangan harus dianggap sebagai milik bersama, bila tidak ada tanda yang menyatakan sebaliknya. (KUHPerd. 633, 662, 1916.)
659. Sebagai tanda, bahwa parit atau selokan itu bukan milik bersama, antara lain adalah bahwa tanggul atau tanah timbunannya hanya terdapat pada satu sisi dari parit atau selokan itu.
Dalam hal yang demikian, parit atau selokan itu dianggap seluruhnya milik si pemilik pekarangan, pada sisi mana terdapat timbunan tanah. (KUHPerd. 634, 664, 1916.)
660. Parit atau selokan milik bersama harus dipelihara dengan biaya bersama.
661. Tiap pemilik pekarangan yang berbatasan dengan parit atau selokan milik bersama boleh mencari ikan, berlayar, memberi minum kepada ternaknya di parit atau selokan itu dan mengambil air untuk keperluan sendiri dari situ. (KUHPerd. 685.)
662. Tiap pagar tanaman yang menjadi batas antara dua pekarangan, harus dianggap sebagai milik bersama, kecuali bila memang ada suatu bukti pemilikan, besit atau tanda yang menyatakan sebaliknya. Pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang pagar itu adalah milik bersama, sebagaimana pagar itu sendiri, dan masing-masing pemilik berhak menuntut supaya pohon-pohon itu ditebang. (KUHPerd. 633, 658, 664, 1916.)
663. Tetangga yang satu boleh menuntut tetangga lainnya supaya membuat pagar yang baru dengan biaya bersama, jika pagar lama, yang merupakan milik bersama, diperuntukkan guna menunjuk batas pekarangan mereka. (KUHPerd. 630a, 642.)
664. Sebagai tanda bahwa pagar itu bukan milik bersama, antara lain adalah bahwa pagar itu hanya menutup salah satu dari kedua pekarangan itu. (KUHPerd. 634, 659, 1916.)
665. Menanam pohon atau pagar hidup yang tinggi tumbuhnya dilarang, kecuali jika pohon atau pagar itu ditanam dengan mengambil jarak menurut peraturan khusus atau kebiasaan yang berlaku dalam hal itu, dan bila tidak ada peraturan dan kebiasaan itu, dengan mengambil jarak dua puluh telapak, dari garis batas kedua pekarangan, sepanjang mengenai pohon-pohon yang tinggi, dan lima telapak sepanjang mengenai pagar hidup. (AB 15; KUHPerd. 662 dst., 1365 dst.)
666. Tetangga mempunyai hak untuk menuntut agar pohon dan pagar hidup yang ditanam dalam jarak yang lebih dekat daripada jarak tersebut di atas dimusnahkan.
Orang yang di atas pekarangannya menjulur dahan pohon tetangganya, berhak menuntut agar tetangganya memotong dahan itu. Bila akar pohon tetangganya tumbuh dalam tanah pekarangannya, maka ia berhak memotongnya sendiri; juga dahan-dahan boleh dipotong sendiri, bila tetangganya menolaknya setelah ada teguran pertama dan asalkan ia sendiri tidak menginjak pekarangan si tetangga. (KUHPerd. 571, 1240.)
667. Pemilik sebidang tanah atau pekarangan yang terletak di antara tanah-tanah orang lain sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai jalan keluar sampai ke jalan umum atau perairan umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya, supaya diberi jalan keluar untuknya guna kepentingan tanah atau pekarangannya dengan kewajiban untuk membayar ganti rugi, seimbang dengan kerugian yang diakibatkannya. (KUHPerd. 631, 669 dst. 690.)
668. Jalan keluar ini harus dibuat pada sisi tanah atau pekarangan yang terdekat ke jalan atau perairan umum, tetapi sebaiknya diambil arah yang mengakibatkan kerugian yang sekecil-kecilnya terhadap tanah yang diizinkan untuk dilalui itu. (KUHPerd. 686, 691 dst.)
669. Bila hak atas ganti rugi tersebut pada akhir pasal 667 telah hapus karena kedaluwarsa, maka jalan keluar itu tetap terus berlangsung. (KUHPerd. 1967.)
670. Jalan keluar yang diberikan itu berakhir pada saat tidak diperlukan lagi dengan berakhirnya keadaan termaksud dalam pasal 667 dan siapa pun tidak bisa menuntut kedaluwarsa, betapa lama pun jalan keluar ini ada. (KUHPerd. 537, 690, 692.)
671. Jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dari beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang berkepentingan. (KUHPerd. 686, 692.)
672. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diadakan demi kepentingan umum atau persekutuan mengenai jalan yang dilalui dengan kaki dan jalan untuk berburu sepanjang sungai yang dapat dilalui dengan perahu atau rakit, mengenai pembuatan atau perbaikan jalan, tanggul dan pekerjaan umum atau persekutuan lain, diatur dengan undang-undang dan peraturan-peraturan khusus. (KUHPerd. 521.)
[sunting] Bab V - Kerja rodi
673. Kerja rodi yang telah diakui oleh pemegang kekuasaan tinggi tetap ada; ketentuan-ketentuan dalam kitab ini tidak membawa perubahan tentang ini. Pemerintah berhak mengadakan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai kerja rodi, bila hal itu dipandang perlu. (ISR. 46, lihat catatan di situ.)
[sunting] Bab VI - Pengabdian pekarangan
Bagian 1
Sifat dan jenis pengabdian pekarangan
674. Pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan atas sebidang pekarangan seseorang untuk digunakan dan demi manfaat pekarangan milik orang lain. Baik mengenai bebannya maupun mengenai manfaatnya, pengabdian itu tidak boleh dihubungkan dengan pribadi seseorang. (KUHPerd. 508-2?, 528, 572, 706, 1206.)
675. Setiap pengabdian pekarangan terdiri dari kewajiban untuk membiarkan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. (KUHPerd. 689.)
676. Pengabdian pekarangan tidak memandang pekarangan yang satu lebih penting dari yang lain.
677. Pengabdian pekarangan itu berlangsung terus atau tidak berlangsung terus. Pengabdian pekarangan yang berlangsung terus adalah yang penggunaannya berlangsung terus atau dapat berlangsung terus, tanpa memerlukan perbuatan manusia, seperti hak mengalirkan air, hak atas selokan, hak atas pemandangan ke luar, dan sebagainya. Pengabdian pekarangan yang tidak berlangsung terus adalah yang pelaksanaannya memerlukan perbuatan manusia, seperti hak melintasi pekarangan, hak mengambil air, hak menggembalakan ternak, dan sebagainya. (KUHPerd. 537, 552 dst., 626 dst., 652 dst., 680 dst., 687, 697, 699.)
678. Pengabdian pekarangan tampak atau tidak tampak. Pengabdian pekarangan tampak adalah yang ada tanda-tanda lahiriahnya, seperti pintu, jendela, pipa air dan lain-lain semacam itu. Pengabdian pekarangan tidak tampak adalah yang tidak ada tanda-tanda lahiriah mengenai adanya, seperti larangan membangun di atas pekarangan, larangan membangun lebih tinggi dari ketinggian tertentu, hak menggembalakan ternak dan lain-lainnya yang memerlukan suatu perbuatan manusia. (KUHPerd. 573, 552 dst., 687, 697, 699.)
679. Bila seseorang membangun kembali sebuah tembok atau gedung, maka bagi pemberi dan penerima beban pengabdian, pengabdian terhadap tembok atau gedung yang baru tetap berjalan tanpa menjadi lebih berat karenanya, asal pembangunan kembali itu dilaksanakan sebelum pengabdian pekarangan itu kedaluwarsa. (KUHPerd. 681, 648, 691 dst., 703, 705, 707.)
680. Barangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan atas pemandangan atau penerangan, diperbolehkan membuat jendela atau penerangan sebanyak yang disukainya, tetapi setelah ia membuatnya atau menggunakan haknya, ia tidak boleh menambah jumlahnya. Yang dimaksudkan dengan penerangan hanya cahaya yang diperlukan, tanpa pemandangan. (KUHPerd. 645, 647 dst., 677 dst., 691.)
681. Setiap orang berhak mendirikan gedung atau bangunan lain setinggi yang disukainya, asal ketinggian gedung atau bangunan itu tidak melanggar larangan demi kepentingan pekarangan lain. Dalam hal yang demikian, pemilik pekarangan pemberi beban pengabdian berhak mencegah peninggian atau menyuruh mengambil semua yang dilarang menurut dasar haknya. (KUHPerd. 571, 637, 678 dst.)
682. Yang dimaksud dengan hak pengabdian pekarangan mengalirkan air dan meneteskan air adalah semata-mata hak mengalirkan air bersih, bukan air kotoran. (KUHPerd. 652, 677.)
683. Hak pengabdian selokan ialah hak untuk mengalirkan air dan kotoran. (KUHPerd. 653, 677.)
684. Pemilik pekarangan yang mempunyai hak memasang balok atau jangkar dalam tembok orang lain, berwenang mengganti balok atau jangkar yang telah rapuh, tetapi ia tidak boleh menambah jumlahnya atau memindahkan tempatnya. (KUHPerd. 636, 679.)
685. Barangsiapa mempunyai hak untuk berlayar di perairan pekarangan tetangga, harus ikut membayar biaya yang diperlukan untuk memelihara agar perairan itu tetap dapat dilayari, kecuali jika ia lebih suka melepaskan haknya tersebut. (KUHPerd. 661.)
686. Hak pengabdian pekarangan mengenai jalan untuk jalan kaki adalah hak untuk melintasi pekarangan orang lain dengan jalan kaki; hak mengenai jalan kuda atau jalan ternak adalah hak untuk naik kuda atau menggiring ternak melalui jalan itu; hak mengenai jalan kendaraan adalah hak untuk melintas dengan kendaraan. Bila lebar jalan untuk jalan kaki, jalan ternak atau jalan kendaraan tidak ditentukan berdasarkan hak pengabdian, maka lebarnya ditentukan sesuai dengan peraturan khusus atau kebiasaan setempat. Hak pengabdian pekarangan mengenai jalan kuda atau jalan ternak mencakup juga hak pengabdian atas jalan untuk jalan kaki; hak pengabdian mengenai jalan kendaraan, mencakup juga hak pengabdian mengenai jalan kuda atau jalan ternak dan jalan untuk jalan kaki. (AB. 15; KUHPerd. 671, 677.)
687. Hak pengabdian pekarangan mengenai air ledeng ialah hak untuk mengalirkan air dari atau melalui pekarangan tetangga ke pekarangannya. (KUHPerd. 626 dst., 678.)
688. Barangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan, berhak membuat segala perlengkapan yang diperlukan untuk penggunaan dan pemeliharaan hak pengabdian pekarangan itu. Biaya untuk perlengkapan itu harus ditanggung sendiri dan tidak menjadi tanggungan pemilik pekarangan penerima beban: (KUHPerd. 626, 675, 680, 693.)
689. Dalam hal pemilik pekarangan penerima beban menurut dasar hak pengabdian diharuskan membiayai perlengkapan yang diperlukan untuk penggunaan dan pemeliharaan hak pengabdian pekarangan, maka ia sewaktu-waktu berhak membebaskan diri dari kewajiban itu dengan jalan menyerahkan kepada pemilik pekarangan pemberi beban itu bagian dari pekarangannya yang benar-benar diperlukan guna memungkinkan penggunaan hak tersebut. (KUHPerd. 635, 695, 706.)
690. Bila pekarangan pemberi beban dibagi, maka hak pengabdian pekarangan tetap melekat pada tiap-tiap bagian tanpa memperberat beban pekarangan penerima beban. Bila pengabdian itu merupakan hak melintasi pekarangan, misalnya, maka masing-masing pemilik peserta pekarangan pemberi beban harus menggunakan hak itu menurut cara yang sama seperti sebelum pembagian. (KUHPerd. 667 dst., 691, 694, 701.)
691. Barangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan, hanya boleh menggunakannya sesuai dengan dasar hak yang ada padanya; dalam hal tidak ada dasar hak, menurut peraturan dan kebiasaan setempat, dan dalam semua hal, hak itu harus digunakan dengan cara yang memberi beban seringan-ringannya. Ia tidak boleh, baik dalam pekarangan penerima beban maupun dalam pekarangan pemberi beban, mengadakan suatu perubahan yang dapat memperberat beban pekarangan yang disebut pertama. (AB. 15; KUHPerd. 668, 695.)
692. Pemilik pekarangan penerima beban tidak boleh berbuat sesuatu yang mengurangi atau merintangi penggunaan pengabdian pekarangan. Ia tidak boleh mengubah keadaan tempat atau memindahkan tempat pengabdian pekarangan ke tempat lain dari tempat semula, kecuali jika perubahan atau pemindahan itu dilakukan tanpa merugikan pemilik pekarangan pemberi beban. (KUHPerd. 691.)
693. Barangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan dianggap mempunyai segala sesuatu yang diperlukan untuk menggunakannya dengan cara memberikan beban yang seringan-ringannya bagi pemilik pekarangan penerima beban. Demikian pula hak mengambil air dari sumber milik orang lain meliputi hak untuk memasuki tempat tersebut dalam pekarangan penerima beban. (KUHPerd. 688.)
694. Bila pekarangan penerima beban dibagi, maka tetaplah pengabdian pekarangan membebani tiap-tiap bagian, sekedar diperlukan untuk penggunaannya. (KUHPerd. 690, 701.)
Bagian 2
Lahirnya pengabdian pekarangan.
695. Pengabdian pekarangan lahir karena suatu dasar hak atau karena kedaluwarsa. (KUHPerd. 696 dst., 700, 712, 724, 1955 dst., 1963.)
696. Dasar hak yang melahirkan suatu pengabdian pekarangan harus diumumkan menurut cara yang ditentukan dalam pasal 620. (Ov. 26; KUHPerd. 616.)
697. Pengabdian pekarangan yang berlangsung terus dan tampak dapat diperoleh karena kedaluwarsa atau karena suatu dasar hak. (KUHPerd. 547, 552, 677 dst., 699 dst., 707, 1955, 1963.)
698. Bagi seseorang yang pekarangannya lebih rendah letaknya dan menggunakan air sumber dari pekarangan lain yang lebih tinggi tempatnya, tenggang kedaluwarsa baru mulai berjalan pada saat bangunan yang diperuntukkan guna melancarkan terjun dan mengalirnya air ke pekarangannya selesai dibuat. (KUHPerd. 627.)
699. Pengabdian pekarangan yang berlangsung terus dan sekaligus tidak tampak, demikian pula yang tidak berlangsung terus, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, hanya dapat diperoleh karena suatu alas hak. Penikmatan pengabdian pekarangan seperti itu, meskipun telah berjalan bertahun-tahun lamanya, tidaklah cukup guna memperoleh hak tersebut. (KUHPerd. 537, 553, 677 dst., 1955 dst.)
700. Bila terbukti bahwa beberapa bidang pekarangan yang sekarang terpisah dahulu adalah milik satu orang dan pemilik ini telah menciptakan keadaan yang sedemikian rupa dalam pekarangannya, sehingga seakan-akan tercipta pengabdian yang berlangsung terus dan tampak, maka penciptaan ini dapat dianggap sebagai dasar hak atas pengabdian pekarangan. (KUHPerd. 677 dst., 695, 697, 1706.)
701. Bila seorang pemilik dua bidang pekarangan yang sewaktu diperolehnya memperlihatkan tanda, bahwa di antara kedua pekarangan itu dahulu ada pengabdian pekarangan, kemudian memindahtangankan satu pekarangan tersebut, dan perjanjian penyerahan tidak memuat ketentuan tentang pengabdian pekarangan, maka pengabdian ini tetap berlaku untuk pekarangan yang dipindahtangankan, baik pekarangan pemberi beban maupun penerima beban. (KUHPerd. 690, 694, 700, 706, 1206.)
702. Salah seorang pemilik-peserta sebidang pekarangan dapat memperoleh hak pengabdian seluruh pekarangan milik bersama dengan perbuatannya sendiri tanpa setahu pemilik-peserta lainnya. (KUHPerd. 710.)
Bagian 3
Berakhirnya pengabdian pekarangan.
703. Pengabdian pekarangan berakhir bila pekarangan tersebut berada dalam keadaan sedemikian rupa sehingga tidak lagi dapat digunakan. (KUHPerd. 705, 718, 736, 754, 807.)
704. Bila pekarangan penerima beban atau pekarangan pemberi beban belum sama sekali musnah atau rusak, pengabdian pekarangan tetap berjalan sepanjang keadaan pekarangan mengizinkan. (KUHPerd. 703, 705.)
705. Pengabdian pekarangan yang berakhir karena sebab yang disebutkan dalam pasal 703, akan hidup kembali jika keadaan benda telah kembali sedemikian rupa sehingga dapat digunakan lagi, kecuali jika keadaan tadi telah berlangsung begitu lama, sehingga karena kedaluwarsa menurut pasal 707, pengabdian gugur. (KUHPerd. 679, 708.)
706. Semua pengabdian pekarangan berakhir, bila pekarangan pemberi beban dan pekarangan penerima beban bergabung menjadi milik satu orang, tanpa mengurangi ketentuan pasal 701. (KUHPerd. 674, 700 dst., 718, 736, 754, 807, 1206, 1436.)
707. Pengabdian pekarangan juga berakhir bila selama tiga puluh tahun berturut-turut tidak pernah digunakan. Tenggang kedaluwarsa tiga puluh tahun ini mulai berjalan pada hari dilakukan suatu perbuatan yang nyata-nyata bertentangan dengan pengabdian. (KUHPerd. 547, 679, 700, 705, 710, 718, 736, 754, 807 dst.)
708. Bila pekarangan pemberi beban dalam keadaan sedemikian rupa, sehingga tidak mungkin digunakan pengabdian pekarangan itu, maka tenggang waktu kedaluwarsa adalah tiga puluh tahun terhitung mulai saat pekarangan itu seharusnya dapat diperbaiki, sehingga memungkinkan lagi penggunaan pengabdian itu. (KUHPerd. 700, 703, 705, 1986 dst.)
709. Cara menggunakan pengabdian pekarangan, berkedaluwarsa juga dengan cara yang sama seperti pengabdian pekarangan itu sendiri. (KUHPerd. 707 dst., 710.)
710. Bila pekarangan pemberi beban dimiliki oleh beberapa orang secara tak terbagi, penikmatan oleh salah seorang pemilik cukup untuk mencegah terjadinya kedaluwarsa terhadap pemilik-pemilik lain. (KUHPerd. 702, 1985.)
[sunting] Bab VII - Hak numpang karang
711. Hak numpang karang adalah hak kebendaan untuk mempunyai gedung, bangunan atau tanaman di atas tanah orang lain. (KUHPerd. 508-3?, 528 dst., 600 dst., 616, 717.)
712. Barangsiapa mempunyai hak numpang karang atas sebidang pekarangan, boleh mengalihkannya kepada orang lain atau memberikannya dengan hipotek. a boleh juga membebani pekarangan tadi dengan pengabdian pekarangan, tetapi hanya untuk jangka waktu selama ia boleh menikmati haknya. (KUHPerd. 695, 1164-3?; Rv. 493-3?, S. 1872-124.)
713. Alas hak yang melahirkan hak numpang karang harus diumumkan dengan cara yang sama seperti yang ditentukan dalam pasal 620. (Ov. 26; KUHPerd. 616, 696, 1963.)
714. Selama hak numpang karang berjalan, pemilik tanah tidak boleh mencegah orang yang mempunyai hak itu untuk membongkar gedung atau bangunan atau menebang segala tanaman dan mengambil salah satu di antaranya, bila pemegang hak itu telah melunasi harga gedung, bangunan dan tanaman itu pada waktu memperoleh hak tersebut, atau bila gedung, bangunan dan tanaman itu didirikan, dibangun dan ditanam oleh pemegang hak itu sendiri, tanpa mengurangi kewajiban pemegang hak untuk mengembalikan pekarangan tersebut dalam keadaan semula seperti sebelum hal-hal tersebut didirikan, dibangun atau ditanam. (KUHPerd. 600 dst., 1562, 1567.)
715. Dengan berakhirnya hak numpang karang, pemilik pekarangan menjadi pemilik gedung, bangunan dan tanaman di atas pekarangannya, dengan kewajiban membayar harganya pada saat itu juga kepada yang mempunyai hak numpang karang, yang dalam hal ini berhak menahan sesuatu sampai pembayaran itu dilunasi. (KUHPerd. 600 dst., 714, 716, 726, 779; S. 1872-124.)
716. Bila hak numpang karang diperoleh atas sebidang tanah yang di atasnya telah terdapat gedung-gedung, bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman yang harganya tidak dilunasi oleh penerima hak numpang karang itu, maka pemilik tanah, pada waktu berakhirnya hak tersebut, dapat menguasai kembali semua benda itu tanpa wajib mengganti kerugian. (KUHPerd. 600 dst., 714 dst.)
717. Ketentuan-ketentuan dalam bab ini hanya berlaku sejauh tidak diadakan penyimpangan dalam suatu perjanjian. (KUHPerd. 735, 1338.) 718. Hak numpang karang berakhir antara lain: 1?. karena percampuran; 2?. karena musnahnya pekarangan; 3?. karena kedaluwarsa dengan tenggang waktu tiga puluh tahun lamanya; 4?. karena lewatnya waktu yang diperjanjikan atau ditentukan sewaktu hak numpang karang dilahirkan. (KUHPerd. 703 dst., 719, 736, 754, 807, 1436, 1444, 1946, 1967 dst.)
719. Bila tidak diadakan suatu perjanjian atau ketentuan khusus tentang berakhirnya hak numpang karang, maka pemilik pekarangan berhak mengakhirinya sendiri, tetapi setelah hak itu berjalan selama tiga puluh tahun, dan sedikit-dikitnya satu tahun sebelumnya diberitahukan dengan surat oleh jurusita kepada yang mempunyai hak numpang karang. (KUHPerd. 718, 736.)
[sunting] Bab VIII - Hak guna usaha (erfpacht)
720. Hak guna usaha adalah hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya barang tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban membayar upeti tahunan kepada pemilik tanah, sebagai pengakuan tentang pemilikannya, baik berupa uang maupun berupa hasil atau pendapatan. las hak lahirnya hak guna usaha harus diumumkan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 620. (Ov. 26; KUHPerd. 508-4?, 528, 616, 696, 712, 1548 dst., 1963.)
721. Pemegang hak guna usaha menikmati segala hak yang terkandung dalam hak milik atas tanah yang ada dalam usahanya, tetapi ia tidak boleh berbuat sesuatu yang kiranya dapat menurunkan harga tanah itu. s.d.u. dg. S. 1904-233.) Dengan demikian ia tidak boleh antara lain melakukan penggalian batu, batu bara terpendam, tanah liat atau bagian tanah lain sejenis itu, kecuali bila penggalian itu memang sudah dimulai ketika hak itu diperolehnya. (KUHPerd. 587 dst., 594, 596, 727, 774, 776 dst.)
722. Pohon-pohon yang mati atau roboh secara kebetulan selama hak guna usaha berjalan, menjadi bagian pemegang hak guna usaha, asal diganti dengan pohon lain. emikian pula ia mempunyai kebebasan terhadap tanam-tanaman yang diselenggarakannya sendiri. (KUHPerd. 600 dst., 714 dst., 766 dst.)
723. Pemilik tanah tidak wajib mengadakan suatu perbaikan. ebaliknya pemegang hak guna usahalah yang berkewajiban memelihara barang yang ada dalam hak guna usaha tersebut dan melakukan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan yang biasa. a boleh memperbaiki tanah itu, dengan mendirikan gedung-gedung di atasnya, dengan membukanya atau menanaminya. (KUHPerd. 731, 733 dst., 793 dst., 828, 1583.)
724. Ia berhak mengalihkan haknya kepada orang lain, membebaninya dengan hipotek dan membebani tanah yang dibebani hak guna usaha itu dengan pengabdian pekarangan selama jangka waktu hak guna usahanya. (KUHPerd. 695, 730 dst., 1164-3?; Rv. 493-3?.)
725. Pada waktu berakhirnya hak guna usaha, ia boleh mengambil gedung yang didirikan dan tanaman yang diusahakan, yang menurut perjanjian tidak semestinya didirikan atau ditanam; tetapi bila tanah itu menjadi rusak karena pengambilan barang-barang itu, ia wajib mengganti kerugian. amun demikian pemilik tanah berhak menahan barang-barang itu sampai pemegang hak guna usaha menunaikan segala kewajibannya. (KUHPerd. 600 dst., 714 dst., 722 dst., 1567.)
726. Pemegang hak guna usaha tidak berhak menuntut pemilik tanah membayar harga gedung, bangunan, tanaman dan apa saja yang dibuat oleh yang tersebut pertama dan masih ada di atas tanah itu pada saat berakhirnya hak guna usaha. (KUHPerd. 600 dst., 714 dst., 722.)
727. Pemegang hak guna usaha harus membayar semua pajak yang dikenakan terhadap tanah itu, baik pajak biasa maupun pajak luar biasa, baik pajak tahunan maupun pajak yang harus dibayar hanya satu kali saja. (KUHPerd. 721, 796 dst., 828.)
728. Kewajiban untuk membayar upeti tidak dapat dipecah-pecah, dan harus ditanggung seluruhnya oleh pemegang hak guna usaha, walaupun tanah yang bersangkutan telah dibagi-bagi untuk beraneka usaha. (KUHPerd. 730, 1296 dst.)
729. Pemegang hak guna usaha tidak dapat menuntut dibebaskan dari pembayaran upeti, baik karena hasilnya berkurang maupun karena hasilnya tidak ada lagi. eskipun demikian, bila selama lima tahun berturut-turut pemegang hak guna usaha tidak memperoleh kenikmatan apa pun dari tanah itu, ia harus dibebaskan dari pembayaran upeti selama ia tidak memperoleh hasil. (KUHPerd. 1592.)
730. Untuk setiap pengalihan hak guna usaha atau pembagian oleh suatu persekutuan, tidak diwajibkan membayar iuran istimewa. (KUHPerd. 724, 736.)
731. Dengan berakhirnya hak guna usaha, pemilik tanah mempunyai tuntutan perseorangan terhadap pemegang hak guna usaha untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga yang disebabkan pemegang hak guna usaha lalai dan kurang memelihara pekarangan dan untuk hak-hak yang akibat kesalahan pemegang hak guna usaha telah gugur karena kedaluwarsa. (KUHPerd. 723, 733; Rv. 102.)
732. Bila hak guna usaha berakhir karena lewatnya waktu, maka hak itu tidak dapat dengan diam-diam diperbaharui, namun hak itu boleh berjalan terus sampai dihentikan. (KUHPerd. 718-4?, 736, 1573.)
733. Hak guna-usaha dapat dicabut bila tanah rusak sama sekali atau sangat disalahgunakan, tanpa mengurangi tuntutan untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. encabutan dapat juga diucapkan karena kelalaian membayar uang upeti selama lima tahun berturut-turut dan setelah sia-sia ditegur oleh jurusita secara sah, sekurang-kurangnya enam minggu sebelum tuntutan diajukan. (KUHPerd. 723, 729, 731, 734, 1365.)
734. Pemegang hak guna usaha dapat menghindarkan penghapusan hak guna usaha karena kerusakan yang diperbuat pada tanah atau karena penyalahgunaan hak, bila ia memperbaiki barang-barang itu sehingga kembali ke dalam keadaan seperti semula dan memberikan jaminan yang cukup untuk selanjutnya. (KUHPerd. 816.)
735. Semua ketentuan dalam bab ini hanya berlaku, selama dalam perjanjian kedua belah pihak tidak diadakan penyimpangan. (KUHPerd. 717, 1338.)
736. Hak guna usaha berakhir menurut cara berakhirnya hak numpang karang, sebagaimana ditentukan dalam pasal 718 dan pasal 719.
[sunting] Bab IX - Bunga tanah dan sepersepuluhan
737. Bunga tanah adalah beban utang yang harus dibayar, baik dengan uang maupun dengan hasil bumi, yaitu beban yang diikatkan pada tanah oleh pemiliknya, atau diperjanjikan untuk kepentingan diri sendiri atau pihak ketiga ketika benda itu dijual kepada orang lain atau dihibahkan. Alas hak yang melahirkannya harus diumumkan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 620. (Ov. 26; KUHPerd. 508-5?, 528, 616, 696, 713, 720, 739, 750 dst., 1164-4?, 1963; Rv. 493-4?.)
738. Bila bunga tanah dikenakan pada sebidang tanah tertentu, maka pemilik semula, kepada siapa bunga harus dibayar, tidak lagi berhak menuntut pengembalian tanah, bila pembayaran bunga dilalaikan. (KUHPerd. 750, 1266.)
739. Beban utang bunga tanah melekat khusus pada tanah itu sendiri, dan dalam hal tanah itu dibagi, seluruh beban melekat pada tiap bagian, dan bagaimanapun juga beban itu tidak akan membebani barang-barang lain milik orang yang menguasai tanah. Ketentuan yang lalu tidak berlaku terhadap beban utang yang harus dibayar dengan sebagian dari hasil tanah dalam perbandingan tertentu dengan hasil seluruhnya, yang akan dibicarakan dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 728, 737, 740 dst., 750, 1770.)
740. Beban utang sepersepuluh atau suatu bagian dari hasil dalam perbandingan lain dengan jumlah seluruhnya, harus dilunasi dengan sekian bagian dari hasil seluruhnya, yang akan dibicarakan dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerdata. 508-6, 528, 737, 742, 744, 750 dst., 1164-5?, 1963; Rv. 493-5?.)
741. Bila pada waktu mengikatkan atau memperjanjikan sepersepuluh tidak tegas-tegas ditentukan hasil jenis apakah dan seberapa bagiankah yang dikenakan beban, maka itu harus diartikan sepersepuluh dari hasil tersebut, yang menurut kebiasaan setempat tunduk kepada hukum sepersepuluhan; atau harus diartikan sebagai pembayaran dalam bentuk uang sebagai pengganti dari pembayaran sepersepuluhan dalam bentuk hasilnya, menurut kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 749, 1875.)
742. Tidak ada sesuatu pun yang harus dibayar, bila tanahnya selalu tandus, tidak ditanami atau digunakan untuk menanam sesuatu yang hasilnya tidak tunduk pada beban utang.
743. Demikian pula tidak ada yang harus diserahkan, bila tanaman gandum dipotong sebelum waktunya.
744. Mereka yang memikul beban utang menurut pasal 740 dan berikutnya, pada waktu menuai hasil tanah, wajib mengaturnya secara berjajar dalam tumpukan atau kumpulan yang sama besarnya. Tumpukan-tumpukan atau kumpulan-kumpulan itu dibuat tanpa dipilih-pilih lebih dulu dan seiring dengan waktu pengambilannya. (KUHPerd. 747 dst.)
745. Mereka wajib membiarkan tumpukan-tumpukan dan kumpulan-kumpulan itu di ladangnya selama dua puluh empat jam setelah diberitahukannya kepada yang berhak menerima sepersepuluhan menurut kebiasaan setempat. (AB 15.)
746. Selama itu, mereka yang berhak atas sepersepuluhan boleh menunjuk tumpukan atau kumpulan yang dikehendakinya dan ia boleh menghitungnya mulai dari yang disukainya, tetapi selanjutnya harus mengindahkan urutan tumpukan dan kumpulan tersebut. (KUHPerd. 747, 749.)
747. Bila yang berhak menerima itu lalai menunjuk, maka yang mempunyai beban utang berhak menunjuk sendiri bagiannya dan menyediakan tumpukan dan kumpulan bagi yang berhak menerima.
748. Yang mempunyai beban utang yang mengangkut hasil tanpa memenuhi kewajiban tersebut di atas, harus membayar dua kali lipat dari utangnya. (KUHPerd. 739, 741 dst.)
749. Bila beban utang itu diikatkan pada anak-anak hewan atau sarang-sarang lebah, maka yang berutang boleh menyerahkan bagiannya kepada yang berhak atau membayar harganya dengan uang, dihitung menurut harga tertinggi selama enam minggu sejak pembayaran utang tersebut bisa dituntut. Beban utang yang dibicarakan dalam pasal ini, tidak termasuk dalam sepersepuluhan, tetapi harus tegas-tegas diikatkan atau diperjanjikan. Sepersepuluhan harus dilunasi dengan hasil nyata tanah yang telah menghasilkannya, sehingga yang berpiutang sepersepuluhan tak boleh memilih yang terbaik di antaranya, sebagaimana yang berutang tidak boleh memberikan bagian yang terburuk. (KUHPerd. 737, 741, 746, 969.)
750. Beban utang yang telah dapat ditagih tetapi belum dilunasi, yang diatur dalam pasal 740 dan berikutnya, kedaluwarsa setelah lewat satu tahun, terhitung mulai hari pembayaran itu sedianya dapat dituntut. Beban utang bunga tanah lainnya kedaluwarsa setelah lewat lima tahun. (KUHPerd. 737, 1968, 1972, 1974 dst.)
751. Bunga tanah, demikian pula sepersepuluhan dan beban utang lainnya yang terdiri dari sebagian hasil dalam perbandingan tertentu, senantiasa boleh ditebus, sekalipun tegas-tegas diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 7752.) Akan tetapi pihak-pihak yang bersangkutan boleh menentukan syarat-syarat tentang penebusan itu, bahkan boleh memperjanjikan bahwa bunga baru dapat ditebus setelah lewat waktu tertentu, asal tidak lebih dari tiga puluh tahun. (AB 23; KUHPerd. 752, 754, 7552.)
752. Bila jumlah uang tebusan untuk bunga tanah, sepersepuluhan atau beban utang dalam perbandingan lain tidak ditentukan sewaktu pembebanan, dan juga tidak diadakan persetujuan tentang penebusan, maka jumlah uang tebusan harus diatur dengan cara sebagai berikut: Dalam hal bunga tanah harus berbentuk uang, maka sudah cukup beban utang itu ditebus dengan dua puluh kali lipat dari jumlah bunga tanah itu. Bila beban utang yang harus dibayar tidak boleh dilunasi dengan uang, melainkan harus dengan hasil tanah, maka tebusan harus dua puluh kali harga hasil tahunan, dihitung menurut harga rata-rata di pasar setempat selama sepuluh tahun terakhir, dan bila cara demikian tidak bisa dilaksanakan, tebusan harus ditentukan oleh ahli-ahli yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersangkutan atau diangkat oleh hakim. Dalam hal sepersepuluhan dan bayaran tahunan dalam perbandingan lain, yang harus dibayarkan, ukuran jumlah hasil tahunan ialah hasil bersih dalam waktu lima belas tahun, pukul rata setelah dikurangi dengan hasil selama dua tahun yang teramat menguntungkan dan dikurangi dengan hasil selama dua tahun yang teramat merugikan. Hasil lima belas tahun tersebut, dengan pengurangan seperti di atas, membuktikan hasil setahun, dan bila tidak ada pembayaran semacam itu, harus diikuti peraturan biasa tentang penilaian seperti telah diuraikan di atas. (KUHPerd. 472 dst., 754-2?.)
753. Jika selama lima belas tahun terakhir tanah yang bersangkutan tidak menghasilkan sesuatu, yang tunduk pada sepersepuluhan dan bayaran tahunan dalam perbandingan lain, maka jumlah uang tebusan harus ditentukan oleh hakim setelah mendengar para ahli. (KUHPerd. 742 dst., 752.)
754. Hak bunga tanah dan beban utang lainnya yang diatur dalam bab ini, hilang: 1?. karena percampuran, bila bunga tanah atau beban utang dan hak milik atas tanah jatuh ke tangan satu orang; 2?. karena persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan; 3?. karena penebusan dengan cara seperti diuraikan di atas; 4?. karena kedaluwarsa, bila yang berhak menerima bunga tanah atau beban utang telah melewatkan tiga puluh tahun tanpa menggunakan hak tersebut; 5?. karena musnahnya tanah. Akan tetapi, hak itu tidak hilang karena banjir, pengedukan atau pemindahan tanah, bila tanah itu kemudian menjadi kering lagi oleh karena alam atau oleh pekerjaan orang. (KUHPerd. 594. 703 dst., 718 dst., 736, 751 dst., 807, 1436, 1444, 1967,)
755. Ketentuan-ketentuan dalam bab ini hanya berlaku terhadap bunga tanah, sepersepuluhan dan beban utang lainnya, yang diikatkan atau diperjanjikan setelah berlakunya kitab undang-undang ini. Karena itu ketentuan-ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk menghidupkan kembali sepersepuluhan atau beban utang lainnya yang telah dihapuskan oleh undang-undang dan kebiasaan sebelumnya, juga tidak dimaksudkan untuk mengatur, mengubah atau menghapuskan yang masih ada. (Ov. 54.) Bunga tanah dan sepersepuluhan yang harus dibayar kepada negara tidak boleh ditebus tanpa izin tegas dari pemerintah.
[sunting] Bab X - Hak pakai hasil
Bagian 1
Sifat hak pakai hasil dan cara memperolehnya
756. Hak pakai hasil adalah hak kebendaan untuk mengambil hasil dari barang milik orang lain, seakan-akan ia sendiri pemiliknya, dengan kewajiban memelihara barang tersebut sebaik-baiknya. (KUHPerd. 508-1?, 511-1?, 528, 757, 760, 765, 772, 779, 784, 806; Rv. 493-2?.)
757. Bila hak pakai hasil mencakup juga barang yang dapat dihabiskan, maka pada waktu habisnya hak pakai hasil, cukuplah pemakai hasil memberikan kembali kepada pemiliknya barang sejenis yang sama jumlahnya, sifatnya dan harganya, atau membayar harga barang seperti yang telah ditaksir sewaktu hak pakai hasil mulai berjalan atau harga yang ditaksir menurut harga pada waktu itu. (KUHPerd. 756, 761, 782, 784, 786, 804 dst., 822, 1273, 1755.)
758. Hak pakai hasil dapat diberikan kepada seseorang atau beberapa orang tertentu, agar menikmatinya, baik secara bersama-sama maupun secara bergiliran. Dalam hal menikmatinya secara bergiliran, hak pakai hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang hidup pada waktu hak pemakai hasil yang pertama mulai berjalan. (KUHPerd. 2, 808, 899, 1679.)
759. Hak pakai hasil diperoleh karena undang-undang atau karena kehendak pemilik. (KUHPerd. 311 dst., 474, 883, 918, 957, 970.)
760. Alas hak yang melahirkan hak pakai hasil atas barang tak bergerak harus diumumkan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 620. Bila hak itu mengenai barang bergerak, maka hak kebendaan lahir dengan penyerahan. (Ov. 26; KUHPerd. 612, 616, 696, 713, 720, 737.)
Bagian 2
Hak-hak pemakai hasil.
761. Pemakai hasil berhak menikmati segala macam hasil dari barang yang bersangkutan, yang timbul karenanya, tidak dibedakan apakah hasil itu hasil alam, hasil kerajinan, atau hasil perdata. (KUHPerd. 500-502, 766, 777, 786.)
762. Hasil alam dan hasil kerajinan yang pada permulaan berlakunya hak pakai hasil masih melekat pada pohon atau akar, termasuk milik pemakai hasil. Hasil tersebut di atas yang masih dalam keadaan seperti di atas pada waktu hak pakai hasil berakhir, adalah hak pemilik tanah, sedangkan pihak yang satu atau pihak yang lain tidak diwajibkan membayar ongkos pengolahan dan pembenihan tanah, tetapi tidak boleh mengurangi bagian dari hasil yang merupakan hak pihak ketiga yang ikut-serta sebagai pengusaha, baik pada permulaan, maupun pada akhir hak pakai hasil itu. (KUHPerd. 500, 502, 571, 1594.)
763. Hasil perdata dihitung hari demi hari dan menjadi kepunyaan pemakai hasil selama hak pakai hasil berjalan, pada saat apa pun hasil tersebut dapat dibayar. (KUHPerd. 501 dst., 764.)
764. Hak pakai hasil suatu cagak hidup memberikan juga hak untuk menerima semua bunga yang berjalan kepada pemakai hasil, selama hak itu berjalan. Bila pelunasan cagak hidup harus dilakukan dengan membayar di muka, pemakai hasil berhak atas seluruh iuran, yang seharusnya dilunasi selama hak pakai hasil berjalan. Orang yang mempunyai hak pakai hasil atas suatu cagak hidup tidak akan berkewajiban untuk mengembalikan sesuatu. (KUHPerd. 501, 761, 763, 1775 dst., 1785.)
765. Bila hak pakai hasil berkenaan dengan barang yang tidak lekas musnah, tetapi lama-lama menjadi susut karena pemakaian, seperti pakaian, seprei, perabot rumah tangga dan lain-lain sejenis itu, maka pemakai hasil berhak menggunakan barang-barang itu sesuai dengan tujuannya, tanpa berkewajiban untuk mengembalikannya pada akhir hak pakai hasil dalam keadaan lain dari keadaan pada waktu itu, sepanjang barang-barang itu tidak menjadi buruk karena itikad buruk atau kesalahan dari pemakai hasil. (KUHPerd. 757, 761, 782, 787, 806.)
766. Bila hak pakai hasil meliputi kayu tebangan, pemakai hasil berhak menikmatinya, asal memperhatikan tata-tertib waktu dan jumlah penebangan, sesuai dengan kebiasaan yang selalu dilakukan pemilik, tetapi pemakai hasil atau ahli warisnya tidak berhak minta ganti rugi, sehubungan dengan penebangan biasa terhadap pohon-pohon tebang, ranting-ranting dan pohon-pohon yang tinggi batangnya, yang kiranya dilalaikannya selama hak pakai hasil berjalan. (AB. 15; KUHPerd. 761.)
767. Pemakai hasil, asal memperhatikan tata tertib waktu dan kebiasaan pemilik tanah yang dulu-dulu, boleh pula menebang pohon-pohon yang biasa ditebang, baik penebangan itu harus dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan di bagian-bagian tertentu maupun mengenai pohon-pohon tertentu, di seluruh tanah. (AB. 15; KUHPerd. 769.)
768. Dalam semua hal lainnya, pemakai hasil tidak boleh memiliki pohon yang menjulang tinggi. Namun demikian ia boleh menggunakan pohon yang karena kebetulan tumbang atau tercabut dari tanah guna melakukan perbaikan yang diharuskan. Malahan untuk itu, bila perlu, ia boleh menebang pohon-pohon untuk perbaikan yang diharuskan, asal keharusan memperbaiki itu ditunjukkan kepada pemilik. (KUHPerd. 793.)
769. Pemakai hasil dapat mengambil pancang dari hutan untuk kebun anggur dan bila perlu guna menyangga pohon buah-buahan dan memelihara serta menanami kebun. Ia tidak berhak menebang pohon untuk kayu bakar, tetapi setiap tahun atau dalam waktu-waktu tertentu ia boleh menikmati apa yang dihasilkan oleh pohon itu, semuanya itu dengan memperhatikan adat setempat dan kebiasaan pemilik. (AB. 15; KUHPerd. 767 dst.)
770. Tanaman yang berasal dari pembibitan yang dapat dicabut tanpa merusaknya, termasuk juga dalam hak pakai hasil, asal pemakai hasil menggantinya menurut adat setempat dan kebiasaan pemilik. (AB. 15; KUHPerd. 761.)
771. Pohon buah yang mati, demikian pula yang karena kebetulan tumbang atau tercabut dari tanah, menjadi milik pemakai hasil, asal digantinya dengan yang lain. (KUHPerd. 772.)
772. Pemakai hasil boleh menikmati sendiri hak pakai hasilnya, menyewakan atau menggadaikannya, bahkan boleh menjualnya, membebaninya atau menghibahkannya. Akan tetapi, baik dalam menikmatinya sendiri maupun dalam menyewakan, mengadaikan atau menghibahkannya, ia harus berbuat menurut adat setempat dan kebiasaan para pemilik, tanpa mengubah tujuan barang itu dengan merugikan pemilik. Tentang waktu penyewaan dan penggadaian, ia harus memperhatikan sifat dan tujuan barang-barang yang bersangkutan, serta bertindak menurut adat setempat dan kebiasaan para pemilik. Dalam hal tidak ada adat dan kebiasaan tersebut, rumah tidak boleh disewakan lebih lama dari empat tahun, sedang tanah tidak boleh lebih lama dari tujuh tahun. (AB. 15; KUHPerd. 756, 817, 823, 1164-2?, 1169, 1457 dst., 1547 dst.)
773. Semua sewa atau gadai barang tak bergerak yang ada dalam hak pakai hasil yang dilakukan untuk waktu lebih dari dua tahun, atas permintaan pemilik, dapat dibatalkan, sebelum sewa atau gadai mulai jalan, bila dalam waktu itu hak pihak pemakai hasil berakhir. (KUHPerd. 772, 817.)
774. Pemakai hasil berhak menikmati hasil tanah tambahan yang ada dalam haknya karena perdamparan. Ia berhak menikmati hak pengabdian tanah, seolah-olah ia sendiri pemiliknya, dan pada umumnya ia berhak menikmati semua hak-hak lainnya yang sedianya dapat dinikmati oleh pemiliknya. Demikian pula ia berhak berburu dan menangkap ikan. (KUHPerd. 586, 596, 674 dst., 721, 776, 781.)
775. (s.d.u. dg. S. 1904-233.) Dengan cara yang sama seperti pemilik, ia berhak menikmati segala hasil penggalian batu dan bara tanah yang sejak permulaan hak pakai hasil telah diusahakan. (KUHPerd. 571, 761.)
776. (s.d.u. dg. S. 1904-233.) Pemakai hasil tidak berhak menggali batu dan bara tanah yang belum dimulai penggaliannya, dengan sebutan apa pun juga; dengan demikian tidak boleh ia menggali bahan galian lainnya bila penggalian belum dimulai, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 721, 761, 775.)
776a. (s.d.t. dg. S. 1904-233.) Dalam hal hak pakai hasil mengenai suatu konsesi tambang, pemakai hasil berhak memperoleh nikmat yang sama seperti yang dinikmati pemegang konsesi.
777. Selama haknya berjalan, pemakai hasil tidak berhak atas harta yang ditemukan orang lain dalam tanah yang ada dalam haknya. Bila ia sendiri yang menemukan harta, ia berhak menuntut bagiannya sesuai dengan pasal 587. (KUHPerd. 500, 502, 761.)
778. Pemilik tanah wajib membiarkan pemakai hasil menikmati hak pakai hasil tanpa rintangan apa pun. (KUHPerd. 728.)
779. Pemakai hasil, pada akhir hak pakai hasilnya, tidak berhak menuntut ganti rugi karena perbaikan yang katanya telah dilakukan, sekalipun perbaikan itu menambah harga barang tersebut. Meskipun demikian, segala perbaikan itu boleh diperhatikan dalam menaksir harga kerugian karena kerusakan barang yang bersangkutan. (KUHPerd. 575 dst., 603 dst., 756, 782, 807, 1630.)
780. Cermin, pigura dan alat perhiasan lainnya yang dibawa oleh pemakai hasil, boleh diambil kembali olehnya atau oleh ahli warisnya, asal tempat-tempat tersebut dipulihkan ke keadaan seperti semula. (KUHPerd. 507-2?, 581 dst.)
781. Pemakai hasil boleh melakukan segala tuntutan kebendaan, yang menurut undang-undang boleh dilakukan pemiliknya. (KUHPerd. 556, 574, 774; Rv. 102.)
Bagian 3
Kewajiban pemakai hasil.
782. Pemakai hasil harus menerima barang yang bersangkutan dalam keadaan yang sama seperti pada waktu haknya mulai berlaku. Pada waktu hak pakai hasil berakhir, pemakai hasil wajib mengembalikan barang itu dalam keadaan pada waktu itu, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam pasal 779 dan pasal 780 dan kewajiban memberi ganti rugi karena kerusakan yang terjadi. (KUHPerd. 312, 757, 762, 765.)
783. Atas biaya pemakai hasil sendiri dan di hadapan pemilik atau setidak-tidaknya setelah pemilik ini dipanggil dengan sah, pemakai hasil harus membuat catatan tentang barang bergerak dan daftar barang tidak bergerak yang termasuk hak pakai hasil. Tidak ada seorang pun yang bebas dari kewajiban tersebut di atas pada waktu membuat perjanjian tentang hak pakai hasil. Catatan dan daftar itu boleh dibuat di bawah tangan, bila dihadiri oleh pemilik. (KUHPerd. 312, 315, 757, 819, 1563; Rv. 675.)
784. Pemakai hasil harus menunjuk penanggung atau barang jaminan yang disahkan oleh hakim, guna menjamin bahwa barang yang ada padanya akan digunakan olehnya sebagai seorang bapak rumah tangga yang baik, tidak akan disia-siakan atau diabaikan, dan juga akan dikembalikan atau dibayar harganya, bila hak itu mengenai barang termasuk dalam pasal 757. (KUHPerd. 472 dst., 785, 787 dst., 819, 982, 1162 dst., 1273, 1820 dst., 1827, 1830; Rv. 611 dst.)
785. Pada waktu mengadakan perjanjian tentang hak pakai hasil, pemakai hasil boleh dibebaskan dari kewajiban memberi jaminan. Orang tua yang menurut undang-undang mempunyai hak nikmat hasil atas harta benda anak-anaknya, demikian pula yang menjual atau menghibahkan barangnya dengan memperjanjikan hak pakai hasil, tidak diwajibkan mengadakan jaminan seperti di atas. Hal itu berlaku juga terhadap pemakai hasil atas barang yang kekuasaannya diserahkan kepada orang lain, tanpa mengurangi ketentuan pasal 789. (KUHPerd. 311 dst., 473 dst., 819, 1669, 1730 dst.)
786. Selama pemakai hasil tidak memberikan jaminan, pemilik berhak mengurus sendiri barang yang termasuk hak pakai hasil, asal saja dari pihaknya diadakan jaminan. Dalam hal tidak diadakan jaminan ini, barang-barang tidak bergerak harus disewakan, digadaikan atau ditempatkan di bawah pengurusan pihak ketiga; uang yang termasuk dalam hak pakai hasil harus dibungakan, bahan makanan dan barang lain yang tidak dapat dipakai tanpa dihabiskan harus dijual, dan uang pendapatannya harus juga dibungakan. Bunga uang ini, demikian pula uang sewa dan uang gadai, menjadi milik pemakai hasil. (KUHPerd. 473, 757, 761, 784, 787, 790, 1730 dst.)
787. Jika hak pakai hasil seluruhnya atau sebagian terdiri dari barang-barang bergerak, yang karena pemakaian berkurang, maka pemakai hasil tidak kehilangan hak menikmati barang-barang tersebut, sekalipun tidak diadakan jaminan, asal ia menyatakan di bawah sumpah bahwa jaminan tidak dapat diperolehnya, dan berjanji akan mengembalikan barang-barang tersebut bila haknya berakhir. Meskipun demikian, pemilik boleh menuntut agar kepada pemakai hasil hanya diserahkan barang-barang yang perlu dipakainya, sedangkan barang-barang selebihnya harus dijual dan uang pendapatannya dibungakan, sama dengan yang dikatakan dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 473, 765, 784.)
788. Keterlambatan dalam memberikan jaminan tidak mengakibatkan pemakai hasil kehilangan hasil yang boleh dinikmatinya dan hasil lain yang harus diserahkan kepadanya sejak haknya mulai berjalan. (KUHPerd. 760, 784, 959.)
789. Mereka yang diangkat untuk mengurus barang yang termasuk hak pakai hasil, sebelum menunaikan tugasnya, wajib menunjuk penanggung atau barang jaminan yang harus disahkan oleh hakim. (KUHPerd. 472 dst., 784 dst., 792, 803, 816, 1019.)
790. Semua pengurus wajib tiap tahun memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban, demikian pula penutup perhitungan, kepada pemakai hasil. Pada akhir pengurusan, mereka harus memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban, baik kepada pemilik maupun kepada pemakai hasil. Pemilik yang sehubungan dengan alinea kesatu pasal 786 mengurus barang, wajib dengan cara yang sama memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada pemakai hasil. (KUHPerd. 465 dst., 791; Rv. 764.)
791. Setiap pengurus dapat dipecat dari tugasnya karena alasan yang sama seperti terhadap pada wali, demikian pula karena kelalaian dalam menunaikan kewajiban tersebut dalam alinea pertama pasal yang lalu. (KUHPerd. 373, 379 dst., 790, 1022.)
792. Bila tugas pengurusan berhenti karena alasan apa pun juga, pemakai hasil memperoleh kembali semua haknya. (KUHPerd. 307, 786, 791, 816, 979, 1020.)
793. Pemakai hasil hanya wajib menyelenggarakan perbaikan untuk pemeliharaan. Pembetulan kerusakan yang besar-besar adalah kewajiban pemilik, kecuali jika kerusakan itu diakibatkan oleh kelalaian melakukan pemeliharaan biasa sejak hak pakai hasil mulai berjalan; dalam hal ini pemakai harus juga memperbaikinya. (KUHPerd. 578, 723, 768, 782, 794 dst., 815, 828, 984.)
794. Yang harus dianggap sebagai perbaikan besar adalah: perbaikan akan kerusakan berat pada tembok dan langit-langit; perbaikan balok-balok dan atap seluruhnya; seluruh perbaikan tanggul besar, tanggul kecil bangunan pengairan, demikian pula tembok penyangga dan tembok batas; Segala perbaikan lainnya harus dianggap sebagai perbaikan biasa. (KUHPerd. 1583.)
795. Baik pemilik maupun pemakai hasil, tidak wajib membangun kembali apa yang roboh karena sudah tua atau rusak karena suatu kebetulan.
796. Pemakai hasil, selama menikmatinya, wajib membayar segala beban tahunan dan beban biasa bagi tanah yang bersangkutan, seperti bunga tanah, pajak dan lain-lainnya, yang biasanya dianggap sebagai beban dari hasil tersebut. (KUHPerd. 727.)
797. Mengenai beban luar biasa yang diikatkan pada tanah, selama hak pakai hasil berjalan, pemilik diwajibkan membayarnya, tetapi pemakai hasil harus mengganti bunganya. Bila pemakai hasil membayar lebih dahulu beban tersebut, maka pada waktu hak pakai hasil berakhir ia boleh menagihnya kembali dari si pemilik, tetapi tanpa bunga. (KUHPerd. 727.)
798. Barangsiapa mempunyai suatu hak pakai hasil secara umum atau suatu hak pakai hasil dengan alas hak umum, harus membayar segala utang bersama dengan dan di samping pemilik dengan cara berikut: Nilai dari barang yang termasuk dalam hak pakai hasil ditaksir terlebih dahulu; kemudian ditetapkan menurut perbandingan dengan harga tersebut, berapa yang harus dibayar dari utang-utang tersebut. Jika pemakai hasil hendak melunasi lebih dahulu utang-utang itu, maka jumlah pokok, pada saat berakhirnya hak pakai hasil, harus dikembalikan kepadanya tanpa bunga. Bila pemakai hasil tidak mau membayar persekot itu, maka pemilik boleh memilih, atau membayar jumlah itu, dalam hal mana pemakai hasil harus membayar bunga selama berlangsungnya hak pakai hasil, atau membebani atau menjual sebagian dari barang-barang yang tunduk pada hak pakai hasil, sampai jumlah yang diperlukan. (KUHPerd. 799 dst., 876, 954, 957, 1100.)
799. Barangsiapa mempunyai hak pakai hasil atas alas hak khusus, tidak wajib membayar untuk tanah yang dikenakan hak-pakai hasil yang dihipotekkan. Bila ia membayar guna menghindarkan tanah tersebut dari pencabutan hak, maka ia berhak menuntut kembali kepada pemilik. (KUHPerd. 957, 965, 1100, 1105.)
800. Suatu cagak hidup atau tunjangan tahunan untuk nafkah harus dilunasi seluruhnya oleh orang yang menerima seluruh hak pakai hasil dan oleh orang yang hanya menerima sebagian hak pakai hasil, menurut perimbangan dari penikmatan, tanpa boleh mengajukan suatu tuntutan kembali. (KUHPerd. 764, 798, 960-2?, 1775 dst.)
801. Pemakai hasil hanya diwajibkan untuk membayar biaya perkara yang menyangkut hak pakai hasilnya dan untuk semua hukuman lain sehubungan dengan perkara itu. Bila perkara itu menyangkut pemilik dan pemakai hasil bersama-sama, mereka harus membayar biaya itu, masing-masing seimbang dengan kepentingan mereka menurut penetapan hakim. (KUHPerd. 803; Rv. 58.)
802. Bila selama hak pakai hasil berjalan pihak ketiga melakukan suatu perbuatan yang tidak sah terhadap tanah yang bersangkutan atau dengan cara lain berusaha mengurangi hak pemilik, maka pemakai hasil wajib memberitahukan hal itu kepada pemilik; bila ini dilalaikan, ia harus bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karenanya bagi pemilik, seakan-akan perbuatan yang merugikan itu dilakukan oleh pemakai sendiri atau oleh orang-orang yang harus ditanggungnya. (KUHPerd. 1366 dst., 1591.)
803. Bila barang-barang itu ditempatkan dalam pengurusan pihak ketiga, maka pengurus inilah yang wajib menjaga hak-hak pemilik dan pemakai hasil, atas ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga. Pengurus itu, tanpa kuasa dari pihak yang berperkara, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, tidak dapat mengajukan diri dalam perkara untuk pemilik atau untuk pemakai hasil. (KUHPerd. 786, 789, 801, 1792 dst.)
804. Bila sekawanan binatang yang hak pakai hasilnya diberikan, karena kebetulan atau penyakit dan di luar kesalahan pemakai hasil, semuanya musnah, maka pemakai hasil hanya wajib bertanggung jawab atas kulitnya atau harga kulit kepada pemilik. Bila tidak seluruhnya musnah, pemakai hasil wajib mengganti yang mati dengan anak-anaknya yang baru. (KUHPerd. 761, 807-6?, 811, 824.)
805. Bila hak pakai hasil tidak meliputi seluruh kawanan binatang, melainkan hanya seekor atau beberapa ekor saja, dan seekor atau lebih di antaranya mati di luar kesalahan pemakai hasil, maka pemakai hasil itu tidak wajib menggantinya atau membayar harganya; ia hanya diharuskan mengembalikan kulitnya atau harga kulit. (KUHPerd. 761, 807-6?, 824.)
806. Pemakai hasil atas sebuah kapal, sebelum berlayar ke luar negeri, wajib mengambil asuransi untuk kapal itu. Jika dilalaikannya kewajiban ini, ia bertanggung jawab untuk semua kerugian yang timbul karenanya bagi pemilik. (KUHPerd. 813; KUHD 592 dst., 784.)
Bagian 4
Berakhirnya hak pakai hasil.
807. Hak pakai hasil berakhir: 1?. karena meninggalnya si pemakai hasil; (KUHPerd. 772, 808, 1318.) 2?. bila tenggang waktu hak pakai hasil itu telah lewat, atau syarat-syarat diberikannya hak itu telah dipenuhi; (KUHPerd. 809 dst.) 3?. karena percampuran, yaitu bila hak milik dan hak pakai hasil jatuh ke tangan satu orang; (KUHPerd. 756, 1436 dst.) 4?. karena pemakai hasil melepaskan haknya untuk pemilik; (KUHPerd. 772, 1341.) 5?. karena kedaluwarsa, yaitu bila pemakai hasil selama tiga puluh tahun tidak menggunakan haknya; (KUHPerd. 1946 dst.) 6?. karena semua barang yang berhubungan dengan hak pakai hasil itu musnah. (KUHPerd. 314, 703 dst., 718 dst., 736, 754, 811, 815, 1169, 1444 dst.)
808. Hak pakai hasil yang diberikan kepada beberapa orang bersama-sama, berakhir dengan meninggalnya pemakai yang terakhir. Hak pakai hasil yang diberikan kepada suatu perhimpunan berakhir dengan bubarnya perhimpunan itu. (KUHPerd. 810, 1002, 1653.)
809. Tanpa mengurangi ketentuan dalam Bab XIV Buku Pertama kitab undang-undang ini tentang hak nikmat yang diberikan undang-undang bagi orang tua, hak pakai hasil yang diberikan kepada orang ketiga hingga ia mencapai batas usia tertentu, tetap berlaku sampai batas usia tersebut, sekalipun orang ini sebelum batas usia tersebut telah meninggal dunia. (KUHPerd. 311, 314.)
810. Tidak ada hak pakai hasil yang dapat diberikan kepada suatu perhimpunan untuk jangka waktu lebih dari tiga puluh tahun. (KUHPerd. 808, 1653.)
811. Bila barang yang dikenakan hak pakai hasil hanya sebagian saja yang musnah, maka hak itu tetap berlaku atas bagian yang masih ada. Bencana banjir yang menimpa tanah sama sekali tidak mengakibatkan berakhirnya hak pakai hasil atas tanah itu, sejauh pemakai hasil, menurut sifat barangnya, masih dapat menjalankan haknya. Hak pakai hasil pulih kembali seluruhnya, setelah tanah tersebut, karena alam atau karena pekerjaan orang, menjadi kering kembali, tanpa mengurangi ketentuan pasal 594. (KUHPerd. 545, 593, 598, 804.)
812. Bila hak pakai hasil hanya dikenakan atas gedung, dan gedung ini hancur karena kebakaran atau rusak tanpa disengaja atau runtuh karena tuanya, maka si pemakai hasil tidak berhak menikmati hasil tanahnya, atau memakai bahan-bahan reruntuhan dari gedung tersebut. Bila hak pakai hasil diberikan atas suatu barang, yang sebagian berupa gedung, pemakai hasil tetap berhak menikmati tanah dan menggunakan bahan-bahan reruntuhan gedung itu, baik untuk membangun gedung baru, maupun untuk memperbaiki gedung lain yang juga merupakan bagian dari barang itu. (KUHPerd. 807-6?.)
813. Hak pakai hasil atas sebuah perahu berakhir, bila perahu itu sedemikian rusak, sehingga tidak dapat diperbaiki lagi. Pemakai hasil tidak berhak atas bahan-bahan reruntuhan ataupun sisa-sisa perahu tersebut. (KUHPerd. 761, 806, 807-6?.)
814. Hak pakai hasil atas bunga uang, piutang atau ikatan tidak berakhir karena dilunasinya uang pokok. Pemakai hasil berhak menuntut supaya uang tersebut dibungakan lagi untuknya. (KUHPerd. 764.)
815. Hak pakai hasil dapat juga berakhir karena pemakai hasil menyalahgunakan haknya, baik karena merusak barang itu maupun karena membiarkannya menjadi rusak, dengan cara tak memperbaiki dan tak memeliharanya. (KUHPerd, 782, 793, 802.)
816. Dalam hal tersebut dan tergantung pada keadaan, hakim boleh menyatakan batal seluruh hak pakai hasil, atau menyerahkan barang dalam pengurusan pihak ketiga, atau menyerahkannya kembali kepada pemilik dengan perintah agar setiap tahun ia membayar sejumlah uang tertentu kepada pemakai hasil sampai waktu hak pakai hasil itu berakhir. Tetapi bila pemakai hasil atau yang berpiutang padanya menawarkan diri untuk memperbaiki penyalahgunaan itu dan untuk selanjutnya memberikan jaminan yang cukup, maka hakim boleh mempertahankan pemakai hasil dalam menikmati hak-haknya. (KUHPerd. 734, 789 dst., 802, 1131 dst,)
817. Dengan berakhirnya hak pakai hasil, tidaklah berakhir segala perjanjian sewa yang diadakan menurut pasal 772. (KUHPerd. 773.)
[sunting] Bab XI - Hak pakai dan hak mendiami
818. Hak pakai dan hak mendiami, diperoleh dan berakhir dengan cara yang sama seperti hak pakai hasil. (KUHPerd. 759, 807.)
819. Kewajiban yang dibebankan pada pemakai hasil untuk memberi jaminan, untuk membuat catatan dan pendaftaran, untuk menikmatinya sebagai seorang bapak rumah tangga yang baik, dan untuk mengembalikan barang yang bersangkutan, berlaku juga bagi orang yang mempunyai hak pakai atau hak mendiami. (KUHPerd. 782 dst.)
820. Hak pakai dan hak mendiami diatur menurut alas hak yang melahirkan hak-hak itu; bila dalam alas hak itu tidak diatur luasnya hak-hak itu, maka hal itu diatur sesuai dengan pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 717, 735, 826.)
821. Barangsiapa mempunyai hak pakai atas sebidang pekarangan, hanya boleh mengambil hasil-hasilnya, sebanyak yang diperlukan untuk diri sendiri dan seisi rumahnya. (KUHPerd. 825.)
822. Barang-barang yang dapat habis karena pemakaian, tidak dapat dijadikan obyek dari hak pakai, tetapi bila hak diberikan atas barang-barang seperti itu, maka hak itu dianggap sebagai hak pakai. (KUHPerd. 757.)
823. Pemakai tidak boleh menyerahkan atau menyewakan haknya kepada orang lain. (KUHPerd. 772, 821)
824. Dalam hal binatang-binatang, pemakai berhak mempekerjakannya dan menggunakan susunya, sekedar diperlukan untuk diri sendiri dan seisi rumahnya, demikian pula memakai rabuknya, tetapi sama sekali tidak boleh menikmati bulunya atau anak-anaknya. (KUHPerd. 804 dst.)
825. Hak pakai atas sebidang pekarangan tidak meliputi hak untuk berburu dan mencari ikan, tetapi pemakai berhak menikmati segala hak pengabdian tanah. (KUHPerd. 821.)
826. Dalam hal sebuah rumah, tidak ada perbedaan antara hak pakai dan hak mendiami. Barangsiapa mempunyai hak mendiami sebuah rumah, boleh bertempat tinggal di situ bersama keluarga serumahnya, sekalipun pada saat memperoleh hak itu ia belum kawin. Hak itu terbatas pada hal yang sangat diperlukan untuk kediaman pemakai dan keluarga serumahnya. (KUHPerd. 827 dst.)
827. Hak mendiami tidak boleh diserahkan ataupun disewakan. (KUHPerd. 772, 823.)
828. Bila pemakai menikmati semua hasil dari pekarangan, atau mendiami seluruh rumah, maka ia, seperti halnya pemakai hasil, wajib menanggung biaya-biaya untuk penanaman dan perbaikan untuk pemeliharaan, demikian pula pajak dan beban lain. Bila ia hanya menikmati sebagian dari hasil-hasil atau mendiami sebagian dari rumah, maka ia harus membayar biaya dan beban itu menurut luas haknya. (KUHPerd. 793 dst., 796 dst.)
829. Hak pakai atas hutan-hutan dan penanaman-penanaman yang diberikan kepada seseorang, hanya memberi hak untuk menggunakan kayu-kayu yang mati dan mengambil kayu tebang yang diperlukan untuk diri sendiri dan keluarga serumahnya. (KUHPerd. 766 dst.)
[sunting] Bab XII - Pewarisan karena kematian
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum.
830. Pewarisan hanya terjadi karena kematian. (KUHPerd. 3, 472.)
831. Bila beberapa orang, yang antara seorang dengan yang lainnya ada hubungan pewarisan, meninggal karena suatu kecelakaan yang sama, atau meninggal pada hari yang sama, tanpa diketahui siapa yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada saat yang sama, dan terjadi peralihan warisan dari yang seorang kepada yang lainnya. (KUHPerd. 836, 894, 1916.)
832. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan si suami atau si istri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan si suami atau si istri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu. (KUHPerd. 141, 520, 852 dst., 862 dst., 873, 1059, 1126 dst.; S. 1850-3.)
833. Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal. Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan dengan demikian berhak memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka hakim dapat memerintahkan agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan pengadilan. Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh hakim, dan berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan pembuatan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan untuk penerimaan warisan dengan hak istimewa akan pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 257 dst., 270 dst., 528, 541, 584, 852 dst., 866, 874 dst., 955 dst., 1023 dst., 1044 dst., 1051, 1126 dst., 1299, 1318, 1528, 1717, 1730 dst., 1743, 1819, 1826; Rv. 7, 248 dst.)
834. Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya. (KUHPerd. 564.) Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila dia adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa pun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik. (KUHPerd. 574 dst., 955, 1334, 1537; Rv. 102.)
835. Tuntutan hukum itu menjadi kedaluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, terhitung dari hari terbukanya warisan itu. (KUHPerd. 269 dst., 955, 1967.)
836. Agar dapat bertindak sebagai ahli waris, seseorang harus sudah ada pada saat warisan itu terbuka, dengan mengindahkan ketentuan dalam pasal 2 kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 489 dst., 831, 899.)
837. Dg. S. 1872-11 jis. S. 1915-299, 642 (mb. 1 Jan. 1916), pasal 837 dihapus dan ditentukan: Bila suatu warisan yang terdiri atas barang-barang, yang sebagian ada di Indonesia dan sebagian ada di luar negeri, harus dibagi antara orang-orang asing yang bukan penduduk maupun warga negara Indonesia di satu pihak, dan beberapa warga negara Indonesia di pihak lain, maka yang tersebut terakhir ini boleh mengambil lebih dahulu suatu jumlah yang sebanding menurut ukuran haw warisan mereka, dengan harga barang-barang yang karena undang-undang dan kebiasaan di luar negeri, mereka tak dapat memperoleh hak milik atasnya. Jumlah harga itu diambil lebih dahulu dari barang-barang harta peninggalan yang tidak mendapat halangan seperti yang dimaksud di atas. (AB. 5.)
838. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah: 1?. dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu; (KUHP 53, 338, 340.) 2?. dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi; (KUHPerd. 1372 dst.; Sv. 7 dst., IR. 44; KUHP 311, 317.) 3?. dia yang telah menghalangi orang yang meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; (KUHPerd. 875, 992 dst.) 4?. dia yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu. (KUHPerd. 833, 839, 912.)
839. Ahli waris yang tidak mungkin untuk mendapat warisan karena tidak pantas, wajib mengembalikan segala hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya sejak terbukanya warisan itu. (KUHPerd. 579.)
840. Bila anak-anak dari orang yang telah dinyatakan tidak pantas menjadi ahli waris merasa dirinya sebagai ahli waris, maka mereka tidak dikecualikan dari pewarisan karena kesalahan orang tua mereka; tetapi orang tua ini sekali-kali tidak berhak menuntut hak pakai hasil atas harta peninggalan yang menurut undang-undang hak nikmat hasilnya diberikan kepada orang tua. (KUHPerd. 308, 311, 847, 852, 1060.)
841. Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya. (KUHPerd. 866, 914, 1060, 1089.)
842. Penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah berlangsung terus tanpa akhir. Penggantian seperti itu diizinkan dalam segala hal, baik bila anak-anak dari orang yang meninggal menjadi ahli waris bersama-sama dengan keturunan-keturunan dari anak yang meninggal lebih dahulu, maupun bila semua keturunan mereka mewaris bersama-sama, seorang dengan yang lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya. (KUHPerd. 280, 860, 872.)
843. Tidak ada penggantian terhadap keluarga sedarah dalam garis ke atas. Keluarga sedarah terdekat dalam kedua garis itu setiap waktu menyampingkan semua keluarga yang ada dalam derajat yang lebih jauh. (KUHPerd. 853.)
844. Dalam garis ke samping, penggantian diperkenankan demi keuntungan semua anak dan keturunan saudara laki-laki dan perempuan orang yang meninggal, baik jika mereka menjadi ahli waris bersama-sama dengan paman-paman atau bibi-bibi mereka, maupun jika warisan itu, setelah meninggalnya semua saudara si mati, harus dibagi di antara semua keturunan mereka, yang satu sama lainnya bertalian keluarga dalam derajat yang tidak sama. (KUHPerd 845, 855 dst.)
845. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Penggantian juga diperkenankan dalam pewarisan dalam garis ke samping, bila di samping orang yang terdekat dalam hubungan darah dengan orang yang meninggal, masih ada anak atau keturunan saudara laki-laki atau perempuan dari mereka yang tersebut pertama. (KUHPerd. 844, 858.)
846. Dalam segala hal, bila penggantian diperkenankan, pembagian dilakukan pancang demi pancang; bila suatu pancang mempunyai berbagai cabang, maka pembagian lebih lanjut dalam tiap-tiap cabang dilakukan pancang demi pancang pula, sedangkan antara orang-orang dalam cabang yang sama, pembagian dilakukan kepala demi (KUHPerd. 852.)
847. Tak seorang pun boleh bertindak menggantikan orang yang masih hidup. (KUHPerd. 489 dst., 840, 1060.)
848. Anak tidak memperoleh hak dari orang tuanya untuk mewakili mereka, tetapi seseorang dapat mewakili orang yang tidak mau menerima harta peninggalannya. (KUHPerd. 1060, 1089.)
849. Undang-undang tidak memperhatikan sifat atau asal-usul barang-barang harta peninggalan, untuk mengadakan peraturan tentang pewarisannya. (KUHPerd. 852.)
850. Semua warisan, baik yang seluruhnya maupun sebagian jatuh pada giliran pembagian untuk keluarga dalam garis ke atas atau garis ke samping, harus dibelah menjadi dua bagian yang sama; belahan yang satu dibagikan kepada keluarga sedarah dari garis ayah yang masih ada, dan belahan yang lain kepada garis ibu yang masih ada, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal 854 dan pasal 859. Warisan itu tidak boleh beralih dari garis yang satu ke garis yang lain, kecuali bila dalam salah satu dari kedua garis itu tidak ada seorang pun keluarga sedarah, baik dalam garis ke atas maupun dalam garis ke samping. (KUHPerd. 853, 856 dst., 861.)
851. Setelah pembagian pertama dalam garis ayah dan garis ibu dilaksanakan, maka tidak usah diadakan pembagian lebih lanjut dalam berbagai cabangnya; tetapi tanpa mengurangi hal-hal bila harus berlangsung suatu penggantian, bagian yang jatuh pada masing-masing garis, menjadi bagian ahli waris atau para ahli waris yang terdekat derajatnya dengan orang yang meninggal. (KUHPerd. 841, 846.)
Bagian 2
Pewarisan para keluarga sedarah yang sah
dan suami atau istri yang hidup terlama.
852. Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dari berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orang tua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu. Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan si mati mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhak karena dirinya sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua atau sebagian mewarisi sebagai pengganti. (KUHPerd. 141, 277 dst., 840 dst., 846, 864, 1060.)
852a. (s.d.t. dg. S. 1935-486.) Dalam hal warisan dari seorang suami atau istri yang telah meninggal lebih dahulu, suami atau istri yang ditinggal mati, dalam menerapkan ketentuan-ketentuan bab ini, disamakan dengan seorang anak sah dari orang yang meninggal, dengan pengertian, bahwa bila perkawinan suami-istri itu adalah perkawinan kedua atau selanjutnya, dan dari perkawinan yang dahulu ada anak-anak atau keturunan anak-anak itu, suami atau istri yang baru tidak boleh mewarisi lebih dari bagian terkecil yang diterima oleh salah seorang dari anak-anak itu, atau oleh semua keturunan-penggantinya bila dia meninggal lebih dahulu, dan bagaimanapun juga bagian warisan si istri atau si suami itu tidak boleh melebihi seperempat dari harta peninggalan si pewaris. (KUHPerd. 841.) Bila untuk kebahagiaan si suami atau si istri dari perkawinan kedua atau perkawinan yang berikutnya telah dikeluarkan wasiat, maka bila jumlah bagian yang diperoleh dari pewarisan pada kematian dan bagian yang diperoleh dari wasiat melampaui batas-batas dari jumlah termaksud dalam alinea pertama, bagian dari pewarisan pada kematian harus dikurangi sedemikian, sehingga jumlah bersama itu tetap berada dalam batas-batas itu. Bila penetapan wasiat itu, seluruhnya atau sebagian, terdiri dari hak pakai hasil, maka harga dari hak pakai hasil itu harus ditaksir, dan jumlah bersama termaksud dalam alinea yang lalu harus dihitung berdasarkan harga yang ditaksir itu. (KUHPerd. 918.) Apa yang dinikmati suami atau istri yang berikut menurut pasal ini, harus dikurangkan dalam menghitung apa yang boleh diperoleh, suami atau istri itu atau diperjanjikan menurut Bab VIII Buku Pertama. (KUHPerd. 852, 902.)
852b. (s.d.t. dg. S. 1935-486.) Bila suami atau istri yang hidup terlama membagi warisan bersama dengan orang-orang lain yang bukan anak-anak atau keturunan-keturunan lebih lanjut dari perkawinan yang dahulu, maka ia berwenang untuk mengambil bagi dirinya sebagian atau seluruhnya perabot rumah. (KUHPerd. 512, 514, 1079, 1121.) Sejauh perabot rumah ini termasuk harta peninggalan si pewaris, maka harganya harus dikurangkan dari bagian warisan suami atau istri itu. (KUHPerd. 1077.) Bila harganya melebihi harga bagian warisannya, maka selisihnya harus dibayar lebih dahulu kepada para sesama ahli waris.
853. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila yang meninggal itu tidak meninggalkan keturunan, suami atau istri, saudara laki-laki atau perempuan, maka harta peninggalannya dibagi dua sama besar, satu bagian untuk keluarga sedarah dalam garis lurus ayah ke atas, dan satu bagian lagi untuk keluarga garis lurus ibu ke atas, tanpa mengurangi ketentuan pasal 859. Keluarga yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas, mendapat separuh dari bagian yang diperuntukkan bagi garisnya, dengan mengesampingkan semua ahli waris lainnya. Keluarga sedarah dalam garis ke atas dari derajat yang sama, memperoleh warisan kepala demi kepala. (KUHPerd. 141, 843, 850, 870.)
854. (s.d.u. dg. S. 1935-846.) Bila seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau istri, maka ayahnya dan ibunya yang masih hidup masing-masing mendapat sepertiga bagian dari harta peninggalannya, bila yang mati itu hanya meninggalkan satu orang saudara laki-laki atau perempuan, yang mendapat sisa yang sepertiga bagian. Ayahnya dan ibunya masing-masing mewarisi seperempat bagian, bila si mati meninggalkan lebih banyak saudara laki-laki atau perempuan, dan dalam hal itu mereka yang tersebut terakhir mendapat sisanya yang dua perempat bagian. (KUHPerd. 850.)
855. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau istri, dan ayahnya atau ibunya telah meninggal lebih dahulu daripada dia, maka ayahnya atau ibunya yang hidup terlama mendapat separuh dari harta peninggalannya, bila yang mati itu meninggalkan saudara laki-laki atau perempuan hanya satu orang saja; sepertiga, bila saudara laki-laki atau perempuan yang ditinggalkan dua orang; seperempat bagian, bila saudara laki-laki atau perempuan yang ditinggalkan lebih dari dua. Sisanya menjadi bagian saudara laki-laki dan perempuan tersebut. (KUHPerd. 850.)
856. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau istri, sedang ayah dan ibunya telah meninggal lebih dahulu, maka saudara laki-laki dan perempuan mewarisi seluruh warisannya. (KUHPerd. 871.)
857. Pembagian dari apa yang menurut pasal-pasal tersebut di atas menjadi bagian saudara perempuan dan laki-laki, dilakukan antara mereka menurut bagian-bagian yang sama, bila mereka berasal dari perkawinan yang sama; bila mereka dilahirkan dari berbagai perkawinan, maka apa yang mereka warisi harus dibagi menjadi dua bagian yang sama, antara garis ayah dan garis ibu dari orang yang mati itu; saudara-saudara seayah-seibu memperoleh bagian mereka dari kedua garis, dan yang seayah saja atau yang seibu saja hanya dari garis di mana mereka termasuk. Bila hanya ada saudara tiri laki-laki atau perempuan dari salah satu garis saja, mereka mendapat seluruh harta peninggalan, dengan mengesampingkan semua keluarga sedarah lainnya dari garis yang lain. (KUHPerd. 850.)
858. Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan juga tidak ada keluarga sedarah yang masih hidup dalam salah satu garis ke atas, maka separuh harta peninggalan itu menjadi bagian dari keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup, sedangkan yang separuh lagi menjadi bagian keluarga sedarah garis ke samping dari garis ke atas lainnya, kecuali dalam hal yang tercantum dalam pasal berikut. Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan keluarga sedarah yang masih hidup dalam kedua garis ke atas, maka keluarga sedarah terdekat dalam tiap-tiap garis ke samping masing-masing mendapat warisan separuhnya. Bila dalam satu garis ke samping terdapat beberapa keluarga sedarah dalam derajat yang sama, maka mereka berbagi antara mereka kepala demi kepala, tanpa mengurangi ketentuan dalam pasal 845. (KUHPerd. 850.)
859. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Ayah atau ibu yang hidup terlama mewarisi seluruh harta peninggalan anaknya, yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan, suami atau istri, saudara laki-laki atau perempuan. (KUHPerd. 850, 853, 870.)
860. Sebutan saudara laki-laki dan saudara perempuan yang terdapat dalam bagian ini selalu mencakup juga keturunan sah mereka masing-masing. (KUHPerd. 844, 853, 914.)
861. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Keluarga-keluarga sedarah yang hubungannya dengan yang meninggal dunia itu lebih jauh dari derajat keenam dalam garis ke samping, tidak mendapat warisan. Bila dalam garis yang satu tidak ada keluarga sedarah dalam derajat yang mengizinkan untuk mendapat warisan, maka keluarga-keluarga sedarah dalam garis yang lain memperoleh seluruh warisan. (KUHPerd. 290 dst., 833, 850.)
Bagian 3
Pewarisan bila ada anak-anak di luar kawin.
862. Bila yang meninggal dunia meninggalkan anak-anak di luar kawin yang telah diakui secara sah menurut undang-undang, maka harta peninggalannya dibagi dengan cara yang ditentukan dalam tiga (baca: empat) pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 280 dst., 832.)
863. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila yang meninggal itu meninggalkan keturunan sah menurut undang-undang atau suami atau istri, maka anak-anak di luar kawin itu mewarisi sepertiga dari bagian yang sedianya mereka terima, seandainya mereka adalah anak-anak sah menurut undang-undang; mereka mewarisi separuh dari harta peninggalan, bila yang meninggal itu tidak meninggalkan keturunan, suami atau istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah dalam garis ke atas, atau saudara laki-laki dan perempuan atau keturunan-keturunan mereka, dan tiga perempat, bila hanya tinggal keluarga sedarah yang masih hidup dalam derajat yang lebih jauh lagi. Bila para ahli waris yang sah menurut undang-undang bertalian dengan yang meninggal dalam derajat-derajat yang tidak sama, maka yang terdekat derajatnya dalam garis yang satu, menentukan besarnya bagian yang harus diberikan kepada anak di luar kawin itu, bahkan terhadap mereka yang ada dalam garis yang lain. (KUHPerd. 908, 916.)
864. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Dalam segala hal termaksud dalam pasal yang lalu, sisa harta peninggalan itu harus dibagi di antara para ahli waris yang sah menurut undang-undang dengan cara yang ditentukan dalam Bagian 2 bab ini. (KUHPerd. 832, 852 dst.)
865. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila yang meninggal itu tidak meninggalkan ahli waris yang sah menurut undang-undang, maka anak-anak di luar kawin itu mewarisi harta peninggalan itu seluruhnya. (KUHPerd. 832, 838, 861, 1057 dst.)
866. Bila anak di luar kawin itu meninggal lebih dulu, maka anak-anaknya dan keturunannya yang sah menurut undang-undang berhak menuntut keuntungan-keuntungan yang diberikan kepada mereka menurut pasal 863 dan pasal 865. (KUHPerd. 841.)
867. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas ini tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dari perzinahan atau penodaan darah. Undang-undang hanya memberikan nafkah seperlunya kepada mereka. (KUHPerd. 272 dst., 283, 329.)
868. Nafkah itu diatur sesuai dengan kemampuan si ayah atau si ibu dan menurut jumlah dan keadaan para ahli waris yang sah menurut undang-undang, (KUHPerd. 324.)
869. Bila ayahnya atau ibunya, sewaktu hidup, telah memberikan jaminan nafkah seperlunya untuk anak yang lahir dari perzinahan atau penodaan darah, maka anak itu tidak mempunyai hak lebih lanjut untuk menuntut warisan dari ayahnya atau ibunya.
870. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Warisan anak di luar kawin yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau istri, jatuh ke tangan ayahnya atau ibunya yang telah memberi pengakuan kepadanya, atau kepada mereka berdua, masing-masing separuh, bila dia telah diakui oleh kedua-duanya. (KUHPerd. 853 dst., 859, 863,)
871. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Dalam hal anak luar kawin meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau istri, sedangkan kedua orang tuanya telah meninggal lebih dahulu, maka barang-barang yang telah diperolehnya dari harta peninggalan orang tuanya, bila masih berwujud harta peninggalan, jatuh kembali ke tangan keturunan sah ayahnya atau ibunya; hal itu berlaku juga terhadap hak-hak si mati untuk menuntut kembali sesuatu seandainya sesuatu itu telah dijual dan harga pembeliannya masih terutang. Semua barang selebihnya diwarisi oleh saudara laki-laki atau perempuan anak di luar kawin itu, atau oleh keturunan mereka yang sah menurut undang-undang. (KUHPerd. 856.)
872. Undang-undang tidak memberikan hak apa pun kepada anak di luar kawin atas barang-barang dari keluarga sedarah kedua orang tuanya, kecuali dalam hal tercantum dalam pasal berikut. (KUHPerd. 280, 290.)
873. Bila salah seorang dari keluarga sedarah tersebut meninggal dunia tanpa meninggalkan keluarga sedarah dalam derajat yang diperkenankan mendapat warisan dan tanpa meninggalkan suami atau istri, maka anak luar kawin yang telah diakui berhak menuntut seluruh warisan untuk diri sendiri dengan mengesampingkan negara. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Dan bila anak di luar kawin itu meninggal tanpa meninggalkan keturunan, suami atau istri yang hidup terlama, orang tua, saudara laki-laki atau perempuan di luar kawin atau keturunan mereka ini, maka harta peninggalan anak di luar kawin itu menjadi hak keluarga sedarah terdekat dari ayah atau ibu yang telah memberi pengakuan kepadanya, dengan mengesampingkan negara; dan bila keduanya telah mengakuinya, separuh dari harta peninggalannya itu menjadi hak keluarga sedarah ayahnya, dan yang separuh lagi menjadi hak keluarga sedarah ibunya. Pembagian dalam kedua garis dilakukan menurut peraturan-peraturan mengenai pewarisan biasa. (KUHPerd. 280 dst., 290, 832, 858, 861, 877.)
[sunting] Bab XIII - Surat wasiat
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum.
874. Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang, sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah. (Ov. 42, 57; KUHPerd. 173, 178, 832dst.)
875. Surat wasiat atau testamen ialah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah dia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. (KUHPerd. 992.)
876. Ketetapan-ketetapan dengan surat wasiat tentang harta-benda dapat juga dibuat secara umum, dapat juga dengan alas hak umum, dan dapat juga dengan alas hak khusus. Tiap-tiap ketetapan demikian, baik yang dibuat dengan nama pengangkatan ahli waris, maupun yang dengan nama hibah wasiat, ataupun yang dengan nama lain, mempunyai kekuatan menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam bab ini. (KUHPerd. 954 dst., 957.)
877. Suatu ketetapan dengan surat wasiat untuk keuntungan keluarga-keluarga sedarah yang terdekat, atau darah terdekat dari pewaris, tanpa penjelasan lebih lanjut, dianggap telah dibuat untuk keuntungan para ahli warisnya menurut undang-undang. (KUHPerd. 290 dst., 832, 873.)
878. Ketetapan dengan surat wasiat untuk kepentingan orang-orang miskin, tanpa penjelasan lebih lanjut, dianggap telah dibuat untuk kepentingan semua orang yang menyandang sengsara, tanpa membedakan agama, yang dirawat dalam lembaga fakir-miskin di tempat warisan itu terbuka.
879. Pengangkatan ahli waris yang bersifat melompat atau substitusi fidei commissaire adalah dilarang. (S. 1838-45.) Dengan demikian, bahkan terhadap ahli waris yang diangkat atau yang menerima hibah wasiat, adalah batal dan tidaklah berharga setiap penetapan yang memerintahkannya untuk menyimpan warisan atau hibah wasiat dan untuk menyerahkan seluruhnya atau sebagian kepada pihak ketiga. (Ov. 76; KUHPerd. 881dst., 1675.)
880. Dari larangan terhadap pengangkatan ahli waris dengan wasiat tersebut dalam pasal yang lalu, dikecualikan hal-hal yang diperbolehkan dalam Bagian 7 dan Bagian 8 bab ini. (KUHPerd. 881, 973 dst., 989 dst.; 1675.)
881. Ketentuan, bahwa seorang pihak ketiga atau, dalam hal orang itu telah meninggal lebih dahulu, semua anaknya yang sah menurut hukum, baik yang telah lahir maupun yang akan dilahirkan, memperoleh seluruh atau sebagian dari apa yang masih tersisa dari suatu warisan atau hibah wasiat karena belum terjual atau terhabiskan oleh seorang ahli waris atau penerima hibah wasiat, bukanlah suatu pengangkatan ahli waris dengan wasiat yang terlarang. Dengan pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat secara demikian, pewaris tidak boleh merugikan para ahli waris, yang berhak atas suatu bagian menurut undang-undang. (KUHPerd. 899 dst., 913, 977, 989 dst., 1675.)
882. Ketetapan yang menentukan, bahwa seorang pihak ketiga mendapat hak warisan atau hibah wasiat dalam hal ahli waris atau penerima hibah wasiat tidak menikmatinya, berlaku sah. (KUHPerd. 899, 912, 1001, 1057 dst., 1675.)
883. Juga berlaku sah suatu penetapan wasiat di mana hak pakai hasil diberikan kepada seseorang dan hak milik semata-mata diberikan kepada orang lain. (KUHPerd. 756, 758, 899, 970, 1669.)
884. Ketentuan di mana diterangkan, bahwa harta peninggalan atau hibah wasiat seluruhnya, atau sebagian, tidak boleh dipindahtangankan, dianggap sebagai tidak tertulis. (AB. 23; KUHPerd. 879, 989, 1066, 1675.)
885. Bila kata-kata sebuah surat wasiat telah jelas, maka surat itu tidak boleh ditafsirkan dengan menyimpang dari kata-kata itu. (KUHPerd. 1342; S. 1926-253 di bawah KUHPerd. 956.)
886. Namun sebaliknya, bila kata-kata surat wasiat itu dapat ditafsirkan secara berbeda-beda menurut berbagai pendapat, maka lebih baik diselidiki dahulu apa kiranya maksud si pewaris, daripada berpegang pada arti harafiah kata-kata itu secara berlawanan dengan maksud itu. (KUHPerd. 1343.)
887. Dalam hal demikian, kata-kata itu juga harus ditafsirkan dalam arti yang paling sesuai dengan sifat penetapan itu dan pokok persoalannya, dan dengan cara yang sedemikian rupa, sehingga penetapan itu dapat mencapai suatu pengaruh atau akibat. (KUHPerd. 1344.)
888. Dalam semua surat wasiat, persyaratan yang tidak dapat dimengerti atau tidak mungkin dijalankan, atau bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan yang baik, dianggap tidak tertulis. (AB. 23; KUHPerd. 1254.)
889. Persyaratan itu dianggap telah terpenuhi, bila orang yang kiranya mempunyai kepentingan dalam hal tidak dipenuhinya persyaratan itu, telah menghalangi pemenuhan itu. (KUHPerd. 1260.)
890. Penyebutan suatu alasan yang palsu harus dianggap tidak ditulis, kecuali bila dari wasiat itu ternyata bahwa pewaris itu tidak akan membuat wasiat itu, seandainya dia telah mengetahui kepalsuan alasan itu. (KUHPerd. 1335.)
891. Penyebutan suatu alasan, baik yang benar maupun yang palsu, namun berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan yang baik, menjadikan pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat itu batal. (AB. 23; KUHPerd. 1335 dst.)
892. Bila suatu beban yang tidak dapat dibagi-bagi dipikulkan kepada beberapa ahli waris atau penerima hibah wasiat, dan satu atau lebih dari mereka melepaskan warisan atau hibah wasiat itu, atau tidak cakap untuk memperolehnya, maka orang yang mau melaksanakan seluruh beban itu boleh menuntut bagian warisan yang untuk dirinya, dan menagih apa yang telah dibayarnya untuk yang lain. (KUHPerd. 955, 958, 1296 dst.)
893. Surat-surat wasiat yang dibuat akibat paksaan, penipuan atau akal-licik adalah batal. (KUHPerd. 1321 dst.)
894. Bila oleh satu kecelakaan, atau pada hari yang sama, pewaris dan ahli waris atau penerima hibah wasiat atau orang yang sedianya mengganti mereka itu meninggal tanpa diketahui siapa dari mereka yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap telah meninggal pada saat yang sama, dan tidak terjadi peralihan hak-hak karena wasiat itu. (KUHPerd. 831, 836, 1675, 1916.)
Bagian 2
Kecakapan untuk membuat surat wasiat atau untuk
memperoleh keuntungan dari surat itu.
895. Untuk dapat membuat atau menarik kembali suatu surat wasiat, orang harus mempunyai kemampuan bernalar. (KUHPerd. 433, 446, 448, 875, 898, 992.)
896. Setiap orang dapat membuat surat wasiat, dan dapat mengambil keuntungan dari surat wasiat, kecuali mereka yang menurut ketentuan-ketentuan bagian ini dinyatakan tidak cakap untuk itu. (KUHPerd. 2, 118, 173, 433, 446, 448, 836, 897, 1676.)
897. Anak-anak di bawah umur yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh, tidak diperkenankan membuat surat wasiat. (KUHPerd. 151, 169, 330, 904 dst., 1677.)
898. Kecakapan pewaris dinilai menurut keadaannya pada saat surat wasiat dibuat. (KUHPerd. 895, 904 dst.)
899. Untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah ada pada saat si pewaris meninggal, dengan mengindahkan peraturan yang ditetapkan dalam pasal 2 kitab undang-undang ini. Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang-orang yang diberi hak untuk mendapat keuntungan dari yayasan-yayasan. (KUHPerd. 472, 489 dst, 836, 881, 894, 973 dst., 976, 1001 dst.)
900. (s.d.u. dg. S. 1937-572.) Setiap pemberian hibah dengan surat wasiat untuk kepentingan lembaga kemasyarakatan, badan keagamaan, gereja atau rumah fakir-miskin tidak mempunyai akibat sebelum pemerintah atau penguasa yang ditunjuk oleh pemerintah memberi kuasa kepada para pengelola lembaga-lembaga itu untuk menerimanya. (KUHPerd. 1046, 1680.)
901. Seorang suami atau istri tidak dapat memperoleh keuntungan dari wasiat-wasiat istrinya atau suaminya, bila perkawinannya dilaksanakan tanpa izin yang sah, dan si pewaris telah meninggal pada waktu keabsahan perkawinan itu masih dapat dipertengkarkan di pengadilan karena persoalan tersebut. (KUHPerd. 28, 35 dst., 87, 91, 911.)
902. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Suami atau istri yang mempunyai anak atau keturunan dari perkawinan yang dahulu, dan melakukan perkawinan kedua atau berikutnya, tidak boleh memberikan dengan wasiat kepada suami atau istri yang kemudian hak milik atas sejumlah barang yang lebih daripada apa yang menurut Bab XII buku ini diberikan kepada orang tersebut terakhir. Bila yang dihibah wasiatkan kepada istri atau suami yang kemudian itu bukan suatu hak milik atas harta peninggalannya, melainkan hanya hak pakai hasil saja, maka bolehlah hak pakai hasil ini meliputi separuh dari hartanya, atau lebih besar dari itu, asal harga taksirannya tidak melampaui batas-batas termaksud dalam alinea yang lalu, dan segala sesuatunya tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam pasal 918. Bila dengan surat wasiat itu hak milik dan hak pakai hasil kedua-duanya diberikan, maka harga hak pakai hasil itu harus ditaksir dulu; bila harga bersama dari apa yang diberikan dalam bentuk hak milik dan hak pakai hasil berjumlah melebihi batas-batas yang dimaksudkan dalam alinea pertama, terserah pada pilihan suami atau istri yang kemudian itu, ia boleh memilih apakah pemberian warisannya atau pemberian hak pakai hasil yang dikurangi sedemikian, sehingga harga bersama tetap ada dalam batas-batas itu. Bila dalam hal ini, karena hak pakai hasil itu, bagian warisan menurut undang-undang dirugikan, maka juga di sini berlaku ketentuan pasal 918. Apa yang diperoleh si suami atau si istri yang kemudian karena pasal ini, harus dikurangkan pada waktu menghitung apa yang boleh menjadi hak suami atau istri itu atau diperjanjikan berdasarkan Bab VIII Buku Pertama. (KUHPerd. 181 dst., 852a, 911.)
902a. (s.d.t. dg. S. 1923-31.) Pasal yang lalu tidak berlaku dalam hal suami dan istri mengadakan kawin rujuk, dan dari perkawinan yang dahulu mereka mempunyai anak-anak atau keturunan.
903. Suami atau istri hanya boleh menghibah wasiatkan barang-barang dari harta bersama, sekedar barang-barang itu termasuk bagian mereka masing-masing dalam harta bersama itu. Akan tetapi bila suatu barang dari harta bersama itu dihibah wasiatkan, si penerima hibah wasiat tidak dapat menuntut barang itu dalam wujudnya, bila barang itu tidak diserahkan oleh pewaris kepada para ahli waris sebagai bagian mereka. Dalam hal itu, penerima hibah wasiat harus diberi ganti rugi, yang diambil dari bagian harta-bersama yang dibagikan kepada para ahli waris si pewaris, dan bila tidak mencukupi, diambil dan barang-barang pribadi para ahli waris. (KUHPerd. 128 dst., 134 dst., 138, 966, 1032, 1067.)
904. Seorang anak di bawah umur, meskipun telah mencapai umur delapan belas tahun penuh, tidak boleh menghibah wasiatkan sesuatu untuk keuntungan walinya. Setelah menjadi dewasa, dia tidak boleh menghibah wasiatkan sesuatu kepada bekas walinya, kecuali setelah bekas walinya itu mengadakan dan menutup perhitungan perwaliannya. Dari dua ketentuan di atas dikecualikan keluarga sedarah dari anak di bawah umur itu dalam garis lurus ke atas yang masih menjadi walinya atau yang dulu menjadi walinya. (KUHPerd. 330, 410, 412, 897 dst., 905, 911, 1681.)
905. Anak di bawah umur tidak boleh menghibah wasiatkan sesuatu untuk keuntungan pengajarnya, pengasuhnya laki-laki atau perempuan yang tinggal bersama dia, atau gurunya laki-laki atau perempuan di tempat pemondokan anak di bawah umur itu. Dalam hal ini dikecualikan penetapan-penetapan yang dibuat sebagai hibah wasiat untuk membalas jasa-jasa yang telah diperoleh, namun dengan mengingat baik kekayaan si pembuat wasiat maupun jasa-jasa yang telah dibaktikan kepadanya. (KUHPerd. 879 dst., 904, 911.)
906. Dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan, dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu penyembuhan, yang merawat seseorang selama dia menderita penyakit yang akhirnya menyebabkan dia meninggal, demikian pula pengabdi agama yang telah membantunya selama sakit, tidak boleh mengambil keuntungan dari wasiat-wasiat yang dibuat oleh orang itu selama ia sakit untuk kepentingan mereka. Dari ketentuan ini harus dikecualikan: 1?. penetapan-penetapan berbentuk hibah wasiat untuk membalas jasa-jasa yang telah diberikan, seperti yang ditetapkan pada pasal yang lalu; 2?. penetapan-penetapan untuk keuntungan suami atau istri si pewaris; 3?. penetapan-penetapan, bahkan yang secara umum dibuat untuk keuntungan para keluarga sedarah sampai derajat keempat, bila yang meninggal tidak meninggalkan ahli waris dalam garis lurus; kecuali bila orang yang untuk keuntungannya dibuat penetapan itu termasuk bilangan para ahli waris itu. (KUHPerd. 911, 1681.)
907. Notaris yang telah membuat wasiat dengan akta umum, dan para saksi yang hadir pada waktu itu, tidak boleh memperoleh kenikmatan apa pun dari apa yang kiranya ditetapkan dalam wasiat itu. (KUHPerd. 911, 938 dst., 944, 953, 1681; Not. 21.)
908. Bila ayah atau ibu, sewaktu meninggal, meninggalkan anak-anak sah dan anak-anak di luar kawin tetapi telah diakui menurut undang-undang, maka mereka yang terakhir ini tidak akan boleh menikmati warisan lebih dari apa yang diberikan kepada mereka menurut Bab XII buku ini. (KUHPerd. 280 dst., 862 dst., 911, 916, 1681.)
909. Pelaku perzinahan, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dari wasiat kawan berzinahnya, dan kawan berzinah ini tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dari wasiat si pelaku, asal perzinahan itu, sebelum meninggalnya si pewaris, terbukti dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. (KUHPerd. 911, 1681; Rv. 83, 334, 402.)
910. Dihapus dg. S. 1872-11 jis. S. 1915-299, 642. (Bdk. KUHPerd. 937.)
911. Suatu ketetapan wasiat yang dibuat untuk keuntungan orang yang tidak cakap untuk mendapat warisan, adalah batal, sekalipun ketetapan itu dibuat dengan nama seorang perantara. Yang dianggap sebagai orang-orang perantara ialah ayahnya dan ibunya, anak-anaknya dan keturunan anak-anaknya, suami atau istri. (KUHPerd. 183 dst., 1681, 1921; F. 44.)
912. Orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta istri atau suaminya dan anak-anaknya, tidak boleh menikmati suatu keuntungan pun dari wasiat itu. (KUHPerd. 838, 1688-2?.)
Bagian 3
Legitime portie atau bagian warisan menurut undang-undang dan pemotongan hibah-hibah yang mengurangi legitime portie itu.
913. Legitime portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah suatu bagian dari harta-benda yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat. (KUHPerd. 168, 176, 181, 307, 385, 842 dst., 875, 881, 902, 1019, 1686 dst.)
914. Bila pewaris hanya meninggalkan satu orang anak sah dalam garis ke bawah, maka legitime portie itu terdiri dari seperdua dari harta peninggalan yang sedianya akan diterima anak itu pada pewarisan karena kematian. Bila meninggalkan dua orang anak, maka legitime portie untuk tiap-tiap anak adalah dua pertiga bagian dari apa yang sedianya akan diterima masing-masing anak itu pada pewarisan karena kematian. Dalam hal orang yang meninggal dunia meninggalkan tiga orang anak atau lebih, maka legitime portie itu tiga perempat bagian dari apa yang sedianya akan diterima tiap anak pada pewarisan karena kematian. Dengan sebutan anak-anak dimaksudkan juga keturunan-keturunan mereka dalam derajat keberapa pun; tetapi mereka ini hanya dihitung sebagai pengganti anak yang mereka wakili dalam mewarisi warisan si pewaris. (KUHPerd. 842, 852 dst., 902 dst., 920.)
915. Dalam garis ke atas legitime portie itu selalu sebesar separuh dari apa yang menurut undang-undang menjadi bagian tiap-tiap keluarga sedarah dalam garis itu pada pewarisan karena kematian. (KUHPerd. 853 dst.)
916. Legitime portie dari anak yang lahir di luar perkawinan tetapi telah diakui dengan sah, ialah seperdua dari bagian yang oleh undang-undang sedianya diberikan kepada anak di luar kawin itu pada pewarisan karena kematian. (KUHPerd. 280, 285, 862 dst., 908.)
916a. (s.d.t. dg. S. 1935-486.) Dalam hal untuk menghitung legitime portie harus diperhatikan para ahli waris yang menjadi ahli waris karena kematian tetapi bukan legitimaris (ahli waris menurut undang-undang), maka bila kepada orang-orang lain dari para ahli waris termaksud itu dihibahkan, baik dengan akta semasa masih hidup maupun dengan surat wasiat, jumlah yang lebih besar dari-pada bagian yang dapat dikenakan penetapan bila para ahli waris demikian itu tidak ada, hibah-hibah yang dimaksud itu harus dipotong sampai sama dengan jumlah yang diperbolehkan tersebut, dan tuntutan untuk itu harus dilancarkan oleh dan untuk kepentingan para legitimaris dan para ahli waris mereka atau pengganti mereka. (KUHPerd. 832.) Pasal 920-929 berlaku dalam hal ini.
917. Bila keluarga sedarah dalam garis ke atas dan garis ke bawah dan anak-anak di luar kawin yang diakui menurut undang-undang tidak ada, maka hibah-hibah dengan akta yang diadakan antara mereka yang masih hidup atau dengan surat wasiat, dapat mencakup seluruh harta peninggalan. (KUHPerd. 861.)
918. Bila penetapan dengan akta antara mereka yang masih hidup atau dengan surat wasiat itu berupa hak pakai hasil atau berupa bunga cagak hidup, yang jumlahnya merugikan legitime portie, maka para ahli waris yang berhak memperoleh bagian warisan itu boleh memilih untuk melaksanakan penetapan itu atau untuk melepaskan hak milik atas bagian yang dapat dikenakan penetapan kepada mereka yang memperoleh hibah atau legataris. (KUHPerd. 959.)
919. Bagian yang boleh digunakan secara bebas, boleh dihibahkan, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan akta antara yang masih hidup maupun dengan surat wasiat, baik kepada orang-orang bukan ahli waris maupun kepada anak-anaknya atau kepada orang-orang lain yang mempunyai hak atas warisan itu, tetapi tanpa mengurangi keadaan-keadaan di mana orang-orang tersebut terakhir ini sehubungan dengan Bab XVII buku ini berkewajiban untuk memperhitungkan kembali. (KUHPerd. 168, 176, 917, 954, 957, 1086 dst., 1666 dst.)
920. Pemberian-pemberian atau hibah-hibah, baik antara yang masih hidup, maupun dengan surat wasiat, yang merugikan bagian legitime portie, boleh dikurangi pada waktu terbukanya warisan itu, tetapi hanya atas tuntutan para legitimaris dan para ahli waris mereka atau para pengganti mereka. Namun demikian, para legitimaris tidak boleh menikmati apa pun dari pengurangan itu atas kerugian mereka yang berpiutang kepada pewaris. (KUHPerd. 168, 181, 913 dst., 954, 957, 1666 dst.)
921. Untuk menentukan besarnya legitime portie, pertama-tama hendaknya dijumlahkan semua harta yang ada pada waktu si pemberi atau pewaris meninggal dunia; kemudian ditambahkan jumlah barang-barang yang telah dihibahkan semasa ia masih hidup, dinilai menurut keadaan pada waktu penghibahan itu dilakukan dan menurut harga pada waktu meninggalnya si penghibah; akhirnya, setelah utang-utang dikurangkan dari seluruh harta peninggalan itu, dihitunglah dari seluruh harta itu berapa bagian warisan yang dapat mereka tuntut, sebanding dengan derajat para legitimaris, dan dari bagian-bagian itu dipotong apa yang telah mereka terima dari yang meninggal, pun sekiranya mereka dibebaskan dari perhitungan kembali. (KUHPerd. 1086 dst., 1093, 1095 dst.)
922. Pemindahtanganan suatu barang, baik dengan beban bunga cagak hidup, maupun dengan beban memperjanjikan hak pakai hasil, kepada salah seorang ahli waris dalam garis lurus, harus dianggap sebagai hibah. (KUHPerd. 1086, 1669, 1775 dst., 1921.)
923. Bila barang yang dihibahkan telah hilang di luar kesalahan penerima sebelum meninggalnya si penghibah, maka hal itu akan dimasukkan dalam penjumlahan harta untuk menentukan besarnya legitime portie. Barang yang dihibahkan itu harus dimasukkan dalam penjumlahan itu, bila barang itu tidak dapat diperoleh kembali karena ketidakmampuan si penerima hibah. (KUHPerd. 1099.)
924. Hibah-hibah semasa hidup sekali-kali tidak boleh dikurangi, kecuali bila ternyata, bahwa semua harta benda yang telah diwasiatkan tidak cukup untuk menjamin legitime portie. Bila hibah-hibah semasa hidup pewaris harus dikurangi, maka pengurangan harus dimulai dari hibah yang diberikan paling akhir, ke hibah-hibah yang dulu-dulu. (KUHPerd. 922.)
925. Pengembalian barang-barang yang tetap, yang harus dilakukan berkenaan dengan pasal yang lalu, harus terjadi dalam wujudnya, sekalipun ada ketentuan yang bertentangan. Namun bila pengurangan itu harus diterapkan pada sebidang pekarangan yang tidak dapat dibagi-bagi sebagaimana dikehendaki, maka si penerima hibah, pun seandainya dia itu bukan ahli waris, berhak memberikan penggantian berupa uang tunai untuk barang yang sedianya harus diserahkan kepada legitimaris itu. (KUHPerd. 929, 1093.)
926. Pengurangan terhadap apa yang diwasiatkan, harus dilakukan tanpa membedakan antara pengangkatan ahli waris dan pemberian hibah wasiat, kecuali bila pewaris telah menetapkan dengan tegas bahwa harus diutamakan pelaksanaan pengangkatan ahli waris yang ini atau pemberian hibah wasiat yang itu; dalam hal itu, wasiat yang demikian itu tidak boleh dikurangi, kecuali bila wasiat-wasiat lainnya tidak cukup untuk memenuhi legitime portie. (KUHPerd. 876, 913 dst., 954, 957.)
927. Si penerima hibah yang menerima barang-barang lebih daripada yang semestinya, harus mengembalikan hasil dari kelebihan itu, terhitung dari hari meninggalnya pemberi hibah bila tuntutan akan pengurangan itu diajukan dalam waktu satu tahun sejak hari kematian itu, dan dalam hal-hal lain terhitung dari hari pengajuan tuntutan itu. (KUHPerd. 548-3?, 575, 959, 1098, 1169.)
928. Barang-barang tetap yang atas dasar pengurangan harus kembali ke dalam harta peninggalan, karena pengembalian itu, menjadi bebas dari utang-utang atau hipotek-hipotek yang telah dibebankan kepada barang-barang itu oleh penerima hibah. (KUHPerd. 1004, 1093, 1169.)
929. Tuntutan hukum untuk pengurangan atau pengembalian dapat diajukan oleh para ahli waris terhadap pihak ketiga yang memegang besit atas barang-barang tetap yang merupakan bagian dari yang dihibahkan dan telah dipindah-tangankan oleh penerima hibah itu; tuntutan itu harus diajukan dengan cara dan menurut urut-urutan yang sama seperti terhadap penerima hibah sendiri. Tuntutan ini harus diajukan menurut urutan hari pemindahtanganannya, mulai dari pemindahtanganan yang paling akhir. Namun demikian tuntutan hukum untuk pengurangan atau pengembalian terhadap pihak ketiga tidak boleh diajukan, sejauh si penerima hibah tidak lagi mempunyai sisa barang-barang yang termasuk barang-barang yang dihibahkan, dan barang-barang ini tidak cukup untuk memenuhi legitime portie, atau bila harga dari barang-barang yang telah dipindahtangankan tidak dapat ditagih dari barang-barang kepunyaan pihak ketiga sendiri. Tuntutan hukum itu, dalam hal apa pun, hapus dengan lampaunya waktu tiga tahun, terhitung dari hari legitimaris menerima warisan itu. (KUHPerd. 920, 924.)
Bagian 4
Bentuk surat wasiat
930. Tidaklah diperkenankan dua orang atau lebih membuat wasiat dalam satu akta yang sama, baik untuk keuntungan pihak ketiga maupun berdasarkan penetapan timbal-balik atau bersama. (Ov. 73; KUHperd. 935.)
931. Surat wasiat hanya boleh dibuat, dengan akta olografis atau ditulis tangan sendiri, dengan akta umum atau dengan akta rahasia-atau tertutup. (KUHPerd. 932 dst., 938 dst., 940 dst., 945 dst., 951.)
932. Wasiat olografis harus seluruhnya ditulis tangan dan ditandatangani oleh pewaris. Wasiat ini harus dititipkan oleh pewaris kepada notaris untuk disimpan. Dibantu oleh dua orang saksi, notaris itu wajib langsung membuat akta penitipan, yang harus ditandatangani olehnya, oleh pewaris dan oleh para saksi, dan akta itu harus ditulis di bagian bawah wasiat itu bila wasiat itu diserahkan secara terbuka, atau di kertas tersendiri bila wasiat itu disampaikan kepadanya dengan disegel; dalam hal terakhir ini, di hadapan notaris dan para saksi, pewaris harus membubuhkan di atas sampul itu sebuah catatan dengan tanda tangan yang menyatakan bahwa sampul itu berisi surat wasiatnya. Dalam hal pewaris tidak dapat menandatangani sampul wasiat itu atau akta penitipannya, atau kedua-duanya, karena suatu halangan yang timbul setelah penandatanganan wasiatnya atau sampulnya, notaris harus membubuhkan keterangan tentang hal itu dan sebab halangan itu pada sampul atau akta tersebut. (Ov. 75; KUHPerd. 633, 937, 943 dst., 953; Rv. 656 dst.)
933. Wasiat olografis demikian, setelah disimpan notaris sesuai dengan pasal yang lalu, mempunyai kekuatan yang sama dengan surat wasiat yang dibuat dengan akta umum, dan dianggap telah dibuat pada hari pembuatan akta penitipan, tanpa memperhatikan hari penandatanganan yang terdapat dalam surat wasiat itu sendiri. (KUHPerd. 231, 932, 938.) (s.d.t. dg. S. 1893-232, berlaku surut.) Wasiat olografis yang diterima oleh notaris untuk disimpan harus dianggap seluruhnya telah ditulis dan ditandatangani dengan tangan pewaris sendiri, sampai ada bukti yang menunjukkan sebaliknya.
934. Pewaris boleh meminta kembali wasiat olografisnya sewaktu-waktu, asal untuk pertanggungjawaban notaris dia mengusahakan, agar pengembalian itu dapat dibuktikan dengan akta otentik. Dengan pengembalian itu, wasiat olografis itu harus dianggap telah dicabut. (KUHPerd. 992.)
935. Dengan sepucuk surat di bawah tangan yang seluruhnya ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani oleh pewaris, dapat ditetapkan wasiat, tanpa formalitas-formalitas lebih lanjut tetapi semata-mata hanya untuk pengangkatan para pelaksana untuk penguburan, untuk hibah-hibah wasiat tentang pakaian-pakaian, perhiasan-perhiasan badan tertentu, dan perkakas-perkakas khusus rumah. Pencabutan surat demikian boleh dilakukan di bawah tangan. (Ov. 75; KUHPerd. 515, 936, 945, 951 dst., 992, 1005; Rv. 656.)
936. Bila surat seperti yang dibicarakan dalam pasal yang lalu diketemukan setelah pewaris meninggal, maka surat itu harus disampaikan kepada balai harta peninggalan yang di daerah hukumnya warisan itu terbuka; bila surat ini disegel, maka balai itu harus membukanya, dan dalam hal apa pun harus membuat berita acara tentang penyampaian surat itu serta tentang keadaan surat itu; akhirnya, balai itu harus menyerahkan surat itu ke tangan notaris, untuk disimpan. (Ov. 41; KUHPerd. 23, 937, 942; Rv. 656.)
937. Surat wasiat olografis yang tertutup yang disampaikan ke tangan notaris setelah meninggalnya pewaris harus disampaikan kepada balai harta peninggalan, yang akan bertindak menurut pasal 942 terhadap surat-surat wasiat tertutup. (Ov. 41; KUHPerd. 936, 943; Rv. 657; Not. 37; Wsk. 62.)
938. Wasiat dengan akta umum harus dibuat di hadapan notaris dan dua orang saksi. (KUHPerd. 943 dst., 953; Not. 22.)
939. Notaris harus menulis atau menyuruh menulis kehendak pewaris dalam kata-kata yang jelas menurut apa adanya yang disampaikan oleh pewaris kepadanya. Bila penyampaian persoalan dilakukan tanpa kehadiran para saksi, dan naskahnya telah disiapkan oleh notaris, maka si pewaris harus mengemukakan lagi kehendaknya seperti apa adanya di hadapan para saksi, sebelum naskah itu dibacakan di hadapan pewaris. Sesudah itu wasiat itu harus dibacakan oleh notaris dalam kehadiran para saksi, dan sesudah pembacaan itu, oleh notaris harus ditanyakan kepada pewaris apakah yang dibacakan itu telah memuat kehendaknya. Bila kehendak pewaris itu dikemukakan dalam kehadiran para saksi dan langsung dituangkan dalam tulisan, maka pembacaan dan pertanyaan seperti di atas harus dilakukan juga dalam kehadiran para saksi. Selanjutnya akta itu harus ditandatangani oleh pewaris, notaris, dan saksi-saksi. Bila pewaris menyatakan tidak dapat melakukan penandatanganan, atau bila dia terhalang dalam hal itu, maka juga pernyataan itu dan sebab halangan harus dicantumkan dalam akta wasiat itu. Setelah dipenuhi segala formalitas itu, hal itu harus dengan tegas dicantumkan dalam surat wasiat itu. (KUHPerd. 944, 953.)
940. Bila pewaris hendak membuat surat wasiat tertutup atau rahasia, dia harus menandatangani penetapan-penetapannya, baik jika dia sendiri yang menulisnya, maupun jika dia menyuruh orang lain menulisnya; kertas yang memuat penetapan-penetapannya, atau kertas yang dipakai untuk sampul, bila digunakan sampul, harus tertutup dan disegel. Pewaris juga harus menyampaikannya dalam keadaan tertutup dan disegel kepada notaris, di hadapan empat orang saksi, atau dia harus menyuruh menutup dan menyegel kertas itu di hadapan mereka, dan harus menerangkan, bahwa dalam kertas tersebut tercantum wasiatnya, dan bahwa wasiat itu ditulis dan ditandatangani sendiri, atau ditulis oleh orang lain dan ditandatangani olehnya. Notaris harus membuat akta penjelasan mengenai hal itu, yang ditulis di atas kertas itu atau sampulnya, akta ini harus ditandatangani, baik oleh pewaris maupun oleh notaris serta para saksi, dan bila pewaris tidak dapat menandatangani akta penjelasan itu karena halangan yang timbul setelah penandatanganan wasiatnya, maka harus disebutkan sebab halangan itu. Semua formalitas tersebut di atas harus dipenuhi, tanpa beralih kepada akta lain. Wasiat tertutup atau rahasia itu harus tetap disimpan di antara surat-surat asli yang ada pada notaris yang telah menerima surat itu. (KUHPerd. 942 dst., 953; Rv. 657.)
941. Dalam hal si pewaris tidak dapat bicara tetapi dapat menulis, dia boleh membuat surat wasiat tertutup, asalkan hal itu ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani, seluruhnya dengan tangannya; dia harus menyampaikannya kepada notaris di hadapan para saksi, dan harus menulis dan menandatangani di atas akta itu penjelasannya, bahwa kertas yang disampaikannya kepada mereka itu adalah surat wasiatnya; dan setelah itu notaris harus menulis akta penjelasannya dan menyatakan di dalamnya, bahwa pewaris telah menulis keterangan itu dalam kehadiran notaris dan para saksi; di samping itu, harus diindahkan apa yang telah ditentukan dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 953.) (s.d.t. dg. S. 1893-232; berlaku surut.) Surat-surat wasiat termaksud dalam pasal yang lalu dan pasal ini harus dianggap telah ditandatangani oleh pewaris sampai dibuktikan sebaliknya, dan selain itu, wasiat-wasiat tersebut terakhir harus dianggap pula telah ditulis seluruhnya dan diberi tanggal olehnya.
942. Setelah pewaris meninggal dunia, notaris harus menyampaikan wasiat rahasia atau tertutup itu kepada balai harta peninggalan yang dalam daerahnya warisan itu terbuka; balai ini harus membuka wasiat itu dan membuat berita acara tentang penyampaian dan pembukaan wasiat itu serta tentang keadaannya, dan kemudian menyampaikannya kembali kepada notaris yang telah memberikannya. (Ov. 42; KUHPerd. 23, 936 dst., 940; Rv. 658; Not. 37; Wsk. 62.)
943. Notaris yang menyimpan surat-surat wasiat di antara surat-surat aslinya, dalam bentuk apa pun juga, setelah meninggalnya si pewaris, harus memberitahukannya kepada orang-orang yang berkepentingan. (Ov. 41; KUHPerd. 472, 932, 938, 940, 992; S. 1920-305.)
944. (s.d. u. dg. S. 1932-42.) Saksi-saksi yang hadir pada waktu pembuatan wasiat, harus sudah dewasa dan penduduk Indonesia. Mereka harus mengerti bahasa yang dipergunakan dalam menyusun wasiat itu atau dalam menulis akta penjelasan atau akta penitipan. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Untuk saksi-saksi pada pembuatan wasiat dengan akta terbuka, tidak boleh diambil ahli waris atau penerima hibah wasiat, keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat keempat, anak atau cucu, keluarga sedarah dalam derajat yang sama, dan pembantu rumah tangga notaris yang menangani pembuatan wasiat itu. (KUHPerd. 290 dst., 330, 452, 907, 932, 938, 940, 953, 1909 dst., 1913; BS. 13.)
945. (s.d.u. dg. S. 1915-299, 642.) Warganegara Indonesia yang berada di negeri asing, tidak boleh membuat wasiat selain dengan akta otentik dan dengan mengindahkan formalitas-formalitas yang berlaku di negeri tempat akta itu dibuat. Namun dia berwenang untuk membuat penetapan dengan surat di bawah tangan atas dasar dan dengan cara seperti yang diuraikan dalam pasal 935. (AB. 16, 18; KUHPerd. 936, 938, 953; S. 1910-296.)
946. Dalam keadaan perang, para tentara anggota angkatan bersenjata lain, yang berada di medan perang ataupun di tempat yang diduduki musuh, boleh membuat surat wasiat mereka di hadapan seorang perwira yang serendah-rendahnya berpangkat letnan, atau bila tidak ada perwira, di hadapan orang yang di tempat itu menduduki jabatan militer tertinggi, di samping dua orang saksi. (KUHPerd. 938, 944, 949 dst., 953.)
947. Surat wasiat orang-orang yang sedang berlayar di laut, boleh dibuat di hadapan nakhoda atau mualim kapal itu, atau bila mereka tidak ada, di hadapan orang yang menggantikan jabatan mereka, dengan dihadiri dua orang saksi. (BS. 46, 76; KUHPerd. 938, 944, 949 dst., 953; KUHD 341, 341d.)
948. (s.d.u. dg. S. 1899-312.) Mereka yang berada di tempat-tempat yang dilarang berhubungan dengan dunia luar karena berjangkitnya penyakit pes atau penyakit menular lain, boleh membuat wasiat mereka di hadapan setiap pegawai negeri dan dua orang saksi. (KUHPerd. 938, 944, 949 dst., 953.) (s.d.t. dg. S. 1899-312.) Wewenang yang sama juga diberikan kepada mereka yang jiwanya terancam akibat sakit mendadak atau mendapat kecelakaan, pemberontakan, gempa bumi atau bencana-bencana alam dahsyat yang lain, bila dalam jarak enam pal dari tempat itu tidak ada notaris atau bila orang-orang yang berwenang untuk itu tidak dapat diminta jasa-jasanya, baik karena sedang tidak ada di tempat, maupun karena terhalang akibat terputusnya perhubungan. Tentang keadaan-keadaan yang menyebabkan untuk membuat surat wasiat itu, harus disebutkan dalam akta itu.
949. Surat-surat wasiat tersebut dalam tiga pasal yang lalu, harus ditandatangani oleh pewaris, oleh orang yang di hadapannya wasiat itu dibuat, dan oleh sekurang-kurangnya salah seorang saksi. Bila pewaris atau salah seorang saksi menyatakan tidak dapat menulis, atau berhalangan untuk mendatanganinya, maka pernyataan itu serta sebab halangan itu harus dengan tegas disebutkan dalam akta itu. (KUHPerd. 944, 953.)
950. (s.d.u. dg. S. 1899-312.) Surat-surat wasiat termaksud dalam pasal-pasal 946, 947, 948 alinea pertama, kehilangan kekuatan, bila pewaris meninggal enam bulan setelah berhentinya sebab yang telah menyebabkan wasiat itu dibuat dalam bentuk seperti itu. Surat wasiat termaksud dalam pasal 948 alinea kehilangan kekuatannya, bila pewaris meninggal enam bulan setelah hari penandatanganan akta itu.
951. (s.d.u. dg. S. 1899-312.) Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 946, 947, 948 alinea pertama, orang-orang yang disebut di dalamnya boleh membuat wasiat dengan surat di bawah tangan, asalkan surat itu seluruhnya ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani oleh pewaris. (KUHPerd. 932, 935, 952.)
952. Surat wasiat demikian akan kehilangan kekuatannya, bila pewaris meninggal tiga bulan setelah sebab tersebut dalam tiga pasal yang lalu berakhir, kecuali bila surat itu telah disampaikan kepada notaris untuk disimpan dengan cara seperti yang diatur dalam pasal 932. (KUHPerd. 950.)
953. Formalitas-formalitas yang telah ditetapkan untuk berbagai-bagai surat wasiat itu menurut ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, harus diindahkan, dengan ancaman kebatalan. (KUHPerd. 933.)
Bagian 5
Wasiat pengangkatan ahli waris
954. Wasiat pengangkatan ahli waris ialah suatu wasiat, di mana pewaris memberikan kepada satu orang atau lebih harta-benda yang ditinggalkannya pada waktu dia meninggal dunia, baik seluruhnya maupun sebagian, seperti seperdua, atau sepertiga. (KUHPerd. 876, 957.)
955. Pada waktu pewaris meninggal dunia, baik para ahli waris yang diangkat dengan wasiat, maupun mereka yang oleh undang-undang diberi sebagian harta peninggalan itu, demi hukum memperoleh besit atas harta-benda yang ditinggalkan.
Pasal 834 dan pasal 835 berlaku terhadap mereka. (KUHPerd. 913 dst., 959, 1007, 1528.)
956. Bila timbul perselisihan tentang siapa yang menjadi ahli waris, dan dengan demikian siapa yang berhak memegang besit, maka hakim dapat memerintahkan agar harta benda itu disimpan di pengadilan. (KUHPerd. 833, 1730 dst.)
Catatan:
Dalam S. 1926-253 telah dimaklumkan KB. tgl. 23 April 1926 No. 17, tentang peninjauan kembali untuk kepentingan umum persyaratan yang dibuat pada pengangkatan ahli waris dan pemberian hibah wasiat atas dasar undang-undang 1 Mei 1925 (NS. No. 174.).
Pasal 1. Bila telah lampau empat puluh tahun sejak meninggalnya pewaris atau sejak adanya dugaan hukum tentang kematiannya, suatu persyaratan yang dibuat pada waktu pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat, atas permohonan orang yang wajib memenuhi persyaratan itu, dapat ditinjau kembali atau dinyatakan hapus oleh Mahkamah Agung Indonesia demi kepentingan umum; sedapat-dapatnya hal itu sesuai dengan maksud pewaris, bila dan sekedar mengenai: tempat dan cara menyimpan hasil karya seni atau benda-benda bersejarah atau ilmiah, termasuk tulisan-tulisan, dalam kumpulan yang dapat dikunjungi oleh umum; batas-batas dan persyaratan pemberian kesempatan kepada masyarakat umum untuk melihat atau menggunakan hasil-hasil karya dan benda-benda tersebut di atas; penetapan tujuan pengeluaran uang untuk kepentingan kesenian dan pengetahuan.
Pasal 2. Permohonan harus diajukan kepada Mahkamah Agung dengan surat permohonan yang dilengkapi dengan alasan-alasannya. Bila permohonan itu dimaksudkan untuk peninjauan kembali suatu persyaratan, dalam surat permohonan harus diberitahukan peninjauan, yang bagaimanakah yang dikehendaki. Atas dasar permohonan itu, para keturunan, yang sah dan suami atau istri pewaris harus didengar, atau setidak-tidaknya dipanggil dengan cara yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung. Mahkamah Agung boleh mendengar saksi-saksi dan ahli-ahli, bila hal ini dianggapnya perlu. Segala pemeriksaan ini harus dilakukan terbuka. Pemohon diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya berkenaan dengan keterangan-keterangan yang diberikan oleh orang-orang yang didengar, dan untuk memberi penjelasan lisan atas permohonannya. Mahkamah Agung, karena jabatan, berwenang untuk meninjau kembali suatu persyaratan yang dimohonkan pernyataan hapus serta meninjau kembali suatu persyaratan dengan cara lain daripada yang diajukan pemohon.
Pasal 3. Penetapan Mahkamah Agung yang mengatur (baca: meninjau kembali) atau menyatakan hapus suatu persyaratan tidak mempunyai kekuatan sebelum hal itu disetujui oleh Gubernur Jenderal.
Pasal 4. Ketentuan dalam tiga pasal yang lalu berlaku terhadap persyaratan yang telah ditinjau kembali, asalkan telah lampau sepuluh tahun sejak penetapan Mahkamah Agung yang mengandung peninjauan kembali persyaratan itu memperoleh kekuatan.
Pasal 5. Pernyataan hapus dapat dimohon mengenai pengangkatan ahli waris atau pemberi hibah wasiat, dalam hal suatu persyaratan yang telah ditinjau kembali dan menggantikan persyaratan pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat tidak dipenuhi. Ketentuan dalam pasal 1004 alinea kedua dan ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku dalam hal ini.
Pasal 6. Putusan ini mulai berlaku sejak hari ketiga puluh sesudah pengumumannya dalam Staatsblad di Indonesia (diumumkan 9 Juli '26).
Bagian 6
Hibah wasiat
957. Hibah wasiat ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barangnya dari macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barang-barangnya. (KUHPerd. 876, 954, 1002, 1105.)
958. Semua hibah wasiat yang murni dan tidak bersyarat, sejak hari meninggalnya pewaris, memberikan hak kepada penerima hibah wasiat (legitaris), untuk menuntut barang yang dihibahkan, dan hak ini beralih kepada sekalian ahli waris atau penggantinya. (KUHPerd. 963, 996, 999, 1039, 1253 dst., 1268 dst
959. Penerima hibah wasiat harus meminta barang yang dihibahkan itu kepada para ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untuk menyerahkan barang yang dihibahkan itu. Ia berhak atas hasil dan bunganya sejak hari kematian pewaris, bila tuntutan untuk penyerahan dilakukan dalam waktu satu tahun sejak hari tersebut, atau bila penyerahan itu dilakukan secara sukarela dalam jangka waktu yang sama. Bila tuntutan itu diajukan setelah itu, ia hanya berhak atas hasil dan bunganya saja, terhitung dari hari pengajuan tuntutan itu. (KUHPerd. 927, 955, 960, 963, 1011, 1250; Rv. 99.)
960. Bunga dan hasil barang-barang yang dihibahwasiatkan adalah untuk keuntungan penerima hibah sejak hari kematian, kapan pun dia menuntut penyerahannya: 1?. bila pewaris menyatakan keinginannya untuk itu dalam surat wasiat itu; 2?. bila yang dihibahwasiatkan adalah suatu bunga cagak hidup atau suatu uang tunjangan tahunan, bulanan atau mingguan sebagai pemberian untuk nafkah. (KUHPerd. 321 dst., 800, 867 dst., 1775; Rv. 749.)
961. Pajak dengan nama apa pun, yang dipungut untuk negara, dibebankan kepada penerima hibah, kecuali bila pewaris menentukan lain.
962. Bila pewaris mewajibkan suatu beban kepada beberapa penerima hibah, maka mereka wajib memenuhinya, masing-masing sebanding dengan besarnya hibah wasiat, kecuali bila pewaris telah menetapkan lain. (KUHPerd. 961.)
963. Barang yang dihibahwasiatkan harus diserahkan dengan semua perlengkapannya, dan dalam keadaan seperti pada hari meninggalnya pewaris. (KUHPerd. 500, 588, 958 dst., 964, 1237, 1391.)
964. Akan tetapi, setelah- pewaris menghibahwasiatkan suatu barang tetap, maka apa yang telah dibeli atau diperoleh untuk memperbesar barang itu tidaklah termasuk dalam hibah wasiat itu, meskipun berbatasan dengan barang yang telah dihibahkan itu, kecuali bila pewaris menetapkan lain. Segala sesuatu yang dilakukan oleh pewaris di atas tanah yang dihibahwasiatkan untuk memperbaiki, memperindah, atau membangun kembali tanah itu atau untuk memperluas sebidang tanah yang terjepit, maka jika tidak ada penetapan lain, semuanya harus dianggap termasuk suatu bagian dari hibah wasiat itu. (KUHPerd. 601 dst.)
965. Bila sebelum atau sesudah dibuat surat wasiat, barang yang dihibahwasiatkan terikat dengan hipotek atau dengan hak pakai hasil untuk suatu utang dari harta peninggalan itu, atau untuk suatu utang pihak ketiga, maka orang yang harus menyerahkan hibah wasiat itu tidak wajib melepaskan barang dari ikatan itu, kecuali bila ia diperintahkan dengan tegas oleh pewaris untuk melakukannya. Namun bila penerima hibah telah melunasi utang berhipotek itu, maka ia mempunyai hak untuk menuntut para ahli waris sesuai dengan pasal 1106. (KUHPerd. 756 dst., 963, 1162 dst.)
966. Bila pewaris menghibahwasiatkan barang tertentu milik orang lain, hibah wasiat ini adalah batal, entah pewaris itu tahu atau tidak tahu, bahwa barang itu bukan kepunyaannya. (KUHPerd. 903, 967, 996.)
967. Akan tetapi ketentuan pasal yang lalu tidak menjadi halangan untuk membebankan persyaratan tertentu kepada ahli waris atau penerima hibah wasiat, yaitu kewajiban untuk melakukan pembayaran-pembayaran tertentu kepada pihak ketiga dengan barang-barangnya sendiri, atau untuk membebaskan utang-utangnya. (KUHPerd. 892.)
968. Hibah-hibah wasiat mengenai barang-barang tak tentu tetapi dari jenis tertentu, adalah sah entah pewaris meninggalkan barang yang demikian itu atau tidak. (KUHPerd. 1333, 1392.)
969. Bila hibah wasiatnya terdiri dari barang-barang tak tentu, ahli waris tidak wajib memberikan jenis yang terbaik, namun ia juga tidak boleh memberikan jenis yang terjelek. (KUHPerd. 1273, 1392.)
970. Bila yang dihibahwasiatkan hanya hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan, tanpa digunakan kata-kata hak pakai hasil atau hak pakai oleh pewaris, maka barang yang bersangkutan haruslah tetap berada dalam pengelolaan ahli warisnya, yang sementara itu wajib membayarkan hasil-hasil dan pendapatannya kepada penerima hibah itu. (KUHPerd. 756 dst., 818 dst.)
971. Hibah wasiat kepada seorang kreditur tidak boleh dihitung sebagai pelunasan piutangnya seperti halnya hibah wasiat kepada pembantu rumah tangga tidak boleh dianggap sebagai pembayaran upah kerjanya. (KUHPerd. 1382 dst., 1425 dst.)
972. Bila warisan tidak seluruhnya atau hanya sebagian diterima, atau bila warisan itu diterima dengan hak khusus atas pemerincian harta peninggalan, dan harta yang ditinggalkan ini tidak mencukupi untuk memenuhi hibah-hibah wasiat seluruhnya, maka hibah-hibah wasiat itu harus dikurangi, sebanding dengan besarnya masing-masing, kecuali bila pewaris telah menetapkan lain mengenai hal itu. (KUHPerd. 926, 1023 dst., 1050, 1057 dst.)
Bagian 7
Penunjukkan ahli waris dengan wasiat untuk kepentingan cucu-cucu dan keturunan saudara laki-laki dan perempuan
973. Barang-barang yang dikuasai sepenuhnya oleh orang tua, boleh mereka hibahwasiatkan, seluruhnya atau sebagian, kepada seorang anak mereka atau lebih, dengan perintah untuk menyerahkan barang-barang itu kepada anak-anak mereka masing-masing, baik yang telah lahir maupun yang belum lahir. Bila seorang anak telah meninggal lebih dahulu, maka penetapan wasiat yang sama boleh dibuat untuk keuntungan satu orang cucu mereka atau lebih, dengan perintah menyerahkan barang-barang itu, kepada anak-anak mereka masing-masing, baik yang telah lahir maupun yang belum lahir. (KUHPerdata 880,899,913v..975v..1019, 1675)
974. Demikian juga, boleh dibuat penetapan wasiat untuk keuntungan satu atau beberapa saudara laki-laki atau perempuan dari pewaris, atas seluruh atau sebagian barang-barang yang oleh undang-undang tidak dikecualikan dari penetapan wasiat, dengan perintah untuk menyerahkan barang-barang itu, kepada anak-anak mereka yang telah lahir maupun yang belum lahir. Penetapan wasiat yang demikian boleh juga diberikan untuk satu atau beberapa anak dari saudara laki atau perempuan yang telah meninggal, dengan perintah untuk menyerahkan barang-barang yang bersangkutan kepada anak-anak mereka masing-masing, baik yang telah lahir maupun yang belum lahir. (KUHPerd. 880, 899, 913 dst., 976, 1019, 1675.)
975. Bila ahli waris yang dibebani itu meninggal dengan meninggalkan anak-anak dalam derajat pertama dan keturunan seorang anak yang meninggal lebih dahulu, maka sekalian keturunan ini berhak menikmati bagian dari anak yang meninggal lebih dahulu itu sebagai penggantinya. Ketentuan yang sama berlaku juga dalam hal semua anak dalam derajat pertama telah meninggal lebih dahulu, dan ahli waris yang diperintahkan untuk menyerahkan barang-barang hanya meninggalkan cucu saja. (KUHPerd. 841 dst., 858 )
976. Penetapan-penetapan yang diperkenankan oleh pasal 973 dan pasal 974, hanya berlaku sejauh penunjukan ahli waris dengan wasiat itu dibuat untuk satu derajat saja dan untuk keuntungan semua anak-anak si pemikul beban, baik yang telah lahir maupun yang belum lahir, tanpa kekecualian atau hak membedakan umur atau jenis kelamin.
977. Hak-hak ahli waris yang diangkat dengan penunjukan ahli waris dengan wasiat, mulai berlaku pada saat berhentinya hak nikmat atas barang bagi si pemikul beban. Pelepasan diri dari hak nikmat atas barang untuk keuntungan para ahli waris berharapan, tidak boleh merugikan kreditur, yang telah berpiutang kepada si pemikul beban sebelum pelepasan ini, pun tidak boleh merugikan anak-anak yang lahir setelah pelepasan itu. (KUHPerd. 833, 1131, 1341.)
978. Barangsiapa membuat ketetapan-ketetapan tersebut dalam pasal-pasal yang lalu, dengan suatu wasiat atau dengan suatu akta notaris yang dibuat kemudian, boleh menempatkan barang-barang di bawah kekuasaan satu atau beberapa pengelola selama dalam masa beban. Dalam hal itu, ketentuan-ketentuan pasal 789, alinea pertama dan kedua dari pasal 790, dan pasal 791, berlaku bagi para pengelola. Mereka boleh memperhitungkan upah jerih payah mereka, dalam hal-hal dan dengan cara-cara seperti yang ditentukan dalam bab berikut mengenai para pelaksana surat-surat wasiat. (KUHPerd. 979, 982, 988, 1017, 1021.)
979. Bila pengelola itu meninggal atau tidak ada, atas permohonan si pemikul beban atau orang-orang yang berkepentingan, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, hakim berkuasa mengangkat orang lain untuk mengganti pengurus itu. (KUHPerd. 982, 1016.)
980. Dalam waktu sebulan setelah meninggalnya orang yang membuat penetapan wasiat seperti di atas, maka atas permohonan pengelola yang telah diangkat, atas permintaan orang-orang yang berkepentingan, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, harus dibuat perincian barang-barang yang merupakan harta peninggalan itu. Bila yang diwasiatkan hanya terdiri dari hibah wasiat saja, maka harus dibuat suatu daftar khusus semua barang-barang yang menjadi bagian harta peninggalan itu. Perincian harta ini atau daftar ini harus memuat anggaran biayanya. (KUHPerd. 981; Rv. 672 dst.)
981. Perincian harta atau daftar ini harus dibuat di hadapan pengelola yang telah diangkat, dan di hadapan orang-orang yang berkepentingan atau setelah mereka dipanggil dengan sah. Bila mereka hadir pada pembuatan perincian harta itu, maka perincian itu dapat dibuat di bawah tangan; dalam hal itu, daftar itu, dalam waktu empat belas hari setelah pemerincian harta itu selesai, harus disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri. Biaya-biaya untuk itu dibebankan pada barang-barang yang termasuk yang dihibahwasiatkan dengan cara penunjukan ahli waris dengan wasiat itu. (KUHPerd. 783; Rv. 672 dst.)
982. Bila pewaris tidak mengangkat pengelola, maka barang-barangnya dikelola oleh ahli waris yang dibebani, dan ia wajib menjamin penyimpanan, penggunaan secara layak dan penyerahan lebih lanjut barang-barang itu, kecuali bila pewaris dengan tegas telah membebaskannya dari segala kewajiban untuk mengadakan jaminan. (KUHPerd. 335, 978, 984 dst., 988.)
983. Ahli waris pemikul beban, yang dalam hal tersebut dalam pasal yang lalu tidak memberikan jaminan, harus merelakan barang-barang itu, atas permohonan orang-orang yang berkepentingan, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, untuk diserahkan kepada pengelolaan seseorang yang diangkat oleh pengadilan negeri, yang terhadapnya berlaku segala hak dan kewajiban yang ditetapkan terhadap wali atas anak-anak di bawah umur. Ketentuan-ketentuan penutup pasal 978 tersebut di atas berlaku juga terhadap para pengelola itu. (KUHPerd. 385 dst., 786.)
984. Ahli waris pemikul beban, yang menjalankan sendiri pengelolaannya, harus mengelola barang-barang itu sebagaimana layaknya seorang kepala rumah tangga yang baik, dan dalam hal itu dan dalam hal memikul biaya dan beban, serta dalam hal melakukan perbaikan-perbaikan, ia sama dengan pemegang hak pakai hasil. (KUHPerd. 784, 793 dst., 982.)
985. Segala harta benda tetap, demikian pula bunga dan piutang, tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani, kecuali dengan izin pengadilan negeri, setelah mendengar ahli waris berharapan dan jawatan kejaksaan. Izin itu hanya boleh diberikan jika ada keperluan mutlak, atau jika ada harapan wajar akan memperoleh keuntungan, baik bagi ahli waris berharapan maupun bagi ahli waris pemikul beban; dalam hal pemindahtanganan, izin itu hanya boleh diberikan dengan beban untuk membungakan uang penjualan dengan cara fidei commis, bila barang itu dikelola oleh si pemikul beban sendiri. Bila barang-barang itu ada dalam pengelolaan, para pengelola wajib membungakan hasilnya dengan cara seperti yang diatur bagi para wali. (KUHPerd. 391 dst., 1168 dst.)
986. Pengangkatan ahli waris dengan wasiat yang pada bagian ini diperkenankan, tidak boleh dipertahankan terhadap pihak ketiga, bahkan oleh anak yang di bawah umur sekalipun, bila hal itu tidak diumumkan, dengan cara berikut: mengenai barang-barang tetap, dengan cara yang ditentukan dalam pasal 620, dan mengenai piutang-piutang berhipotek, dengan mendaftarkan barang-barang yang terikat untuk piutang-piutang itu, atau dengan membubuhkan keterangan di sebelah daftar yang telah ada. (Ov. 28; KUHPerd. 988.)
987. Ahli waris karena undang-undang atau ahli waris karena surat wasiat dari orang yang mengangkat ahli waris dengan wasiat, dalam hal apa pun tidak boleh mengajukan bantahan kepada ahli waris berharapan berdasarkan tidak adanya pengumuman, pendaftaran atau pembubuhan keterangan seperti yang diperintahkan dalam pasal yang lalu. (Ov. 98; KUHPerd. 986.)
988. Para pengelola wajib menyelenggarakan pengumuman, pendaftaran dan pembubuhan keterangan seperti yang diperintahkan dalam pasal 986, yang pelanggarannya diancam dengan hukuman penggantian biaya kerugian dan bunga. Semua orang yang berkepentingan berhak menuntut agar peraturan-peraturan tersebut di atas dipenuhi. (Ov. 28; KUHPerd 385, 1365.)
Bagian 8
Penunjukan ahli waris dengan wasiat dari apa yang oleh ahli waris atau penerima hibah wasiat tidak dipindahtangankan atau dihabiskan sebagai harta peninggalan
989. Dalam hal ada pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat atas dasar yang dicantumkan dalam pasal 881, ahli waris atau penerima hibah berhak memindahtangankan atau menghabiskan, dan bahkan berhak menghibahkan barang-barang warisan itu kepada sesama yang masih hidup, kecuali bila hal terakhir ini dilarang oleh pewaris untuk seluruhnya atau untuk sebagian. (KUHPerd. 880, 978, 1675.)
990. Kewajiban untuk membuat perincian harta peninggalan atau daftar setelah pewaris meninggal, dan kewajiban untuk menyerahkan surat-surat itu kepada kepaniteraan pengadilan negeri sebagaimana diatur dalam pasal 980 dan pasal 981, berlaku juga bagi ahli waris atau penerima hibah yang memikul beban, sebagaimana diatur dalam bagian ini, tetapi ia tidak wajib memberikan suatu jaminan. (KUHPerd. 978, 982; Rv. 672 dst.)
991. Setelah meninggalnya ahli waris atau penerima hibah yang dibebani, ahli waris berharapan berhak menuntut, supaya segala sesuatu yang masih tersisa dari warisan atau hibah wasiat itu segera diserahkan kepadanya dalam wujudnya. Mengenai uang tunai atau mengenai hasil barang-barang yang telah dipindahtangankan, dari catatan-catatan ahli waris atau penerima hibah yang dibebani, dari surat-surat rumah tangga, atau dari lain-lain bukti, dapat disimpulkan apakah masih ada dan berapakah yang tersisa dari warisan atau hibah wasiat itu. (KUHPerd. 389, 978, 1881.)
Bagian 9
Pencabutan dan gugurnya wasiat
992. Suatu wasiat, baik seluruhnya maupun sebagian, tidak boleh dicabut, kecuali dengan wasiat yang lebih kemudian, atau dengan suatu akta notaris yang khusus, yang mengandung pernyataan pewaris tentang pencabutan seluruhnya atau sebagian wasiat yang dulu, tanpa mengurangi ketentuan pasal 934. (KUHPerd. 875, 935, 955.)
993. Bila surat wasiat kemudian itu, yang memuat pencabutan secara tegas wasiat yang terdahulu, tidak dilengkapi dengan formalitas-formalitas yang disyaratkan untuk sahnya surat wasiat, tetapi memenuhi yang disyaratkan untuk sahnya akta notaris, maka penetapan-penetapan yang dahulu, sekiranya diulangi dalam penetapan yang kemudian, harus dianggap tidak dicabut. (KUHPerd. 953, 994.)
994. Surat wasiat kemudian, yang tidak mencabut wasiat terdahulu secara tegas, hanya membatalkan penetapan-penetapan surat wasiat yang terdahulu itu sejauh tidak dapat disesuaikan dengan penetapan-penetapan yang baru, atau bertentangan dengan itu. Ketentuan pasal ini tidak berlaku, bila surat wasiat yang kemudian itu batal karena cacat bentuknya, meskipun surat wasiat itu sebagai akta notaris berlaku juga. (KUHPerd. 953, 992 dst.)
995. Pencabutan yang dilakukan dengan surat wasiat yang kemudian baik secara tersurat maupun tersirat, berlaku sepenuhnya, pun sekiranya akta yang baru itu tak berlaku karena tidak cakapnya ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan, atau karena penolakan mereka untuk menerima warisan itu. (KUHPerd. 893, 895 dst., 1057 dst.)
996. Semua pemindahtanganan, bahkan penjualan dengan hak untuk membeli kembali, atau tukar-menukar, yang dilakukan oleh pewaris atas barang yang dihibahwasiatkan, seluruhnya atau sebagian, selalu mengakibatkan tercabutnya hibah wasiat yang dipindahtangankan atau dipertukarkan, kecuali bila barang yang dipindahtangankan mungkin telah kembali ke dalam harta peninggalan pewaris. (KUHPerd. 958, 963, 1519 dst., 1541.)
997. Semua penetapan dengan surat wasiat yang dibuat dengan persyaratan yang bergantung pada peristiwa yang tidak tentu terjadinya dan sifatnya, sehingga pewaris harus dianggap telah menggantungkan pelaksanaan penetapannya dengan terjadi tidaknya peristiwa itu, adalah gugur, bila ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan meninggal sebelum terpenuhi persyaratan itu. (KUHPerd. 899, 958, 1261.)
998. Bila dengan persyaratan itu pewaris hanya bermaksud menangguhkan pelaksanaan penetapannya, maka hal demikian itu tidak menghalangi ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan itu untuk mempunyai hak yang diperoleh itu, dan untuk mengalihkannya kepada ahli warisnya. (KUHPerd. 882, 886, 1263, 1268.)
999. Suatu hibah wasiat gugur, bila barang yang dihibahwasiatkan musnah sama sekali semasa pewaris masih hidup. Hal yang sama juga terjadi, bila setelah dia meninggal, barang itu musnah tanpa perbuatan atau kesalahan ahli waris atau orang lain yang berkewajiban menyerahkan hibah wasiat itu; sekiranya orang-orang itu telah lalai untuk menyerahkan barang itu pada waktunya, hibah wasiat itu juga gugur bila barang itu, seandainya di tangan penerima hibah pun, juga akan musnah. (KUHPerd. 958, 1237, 1444 dst.)
1000. Suatu hibah wasiat berupa bunga, piutang atau tagihan utang lain kepada pihak ketiga, gugur sekedar mengenai apa yang pada waktu pewaris masih hidup kiranya telah dibayar. (KUHPerd. 999.)
1001. Suatu penetapan yang dibuat dengan wasiat, gugur bila ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan itu menolak warisan atau hibah wasiat itu, atau ternyata tidak cakap untuk memanfaatkan hal itu. Bila pada penetapan itu diberikan keuntungan kepada pihak ketiga, maka pemberian keuntungan itu tidak gugur; orang yang berhak atas warisan atau hibah wasiat itu, tanpa mengurangi wewenangnya untuk melepaskan diri secara utuh dan tak bersyarat dari warisan atau hibah wasiat itu, tetap wajib memberi keuntungan kepada pihak ketiga itu. (KUHPerd. 895 dst., 967, 1057 dst.)
1002. Warisan atau hibah bagi para ahli waris atau penerima hibah menjadi bertambah, dalam hal pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat ditetapkan untuk beberapa orang bersama-sama, sedangkan penetapan itu tidak dapat dilaksanakan terhadap seorang atau beberapa dari para ahli waris atau penerima hibah itu. Pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat harus dianggap dibuat untuk bersama-sama, bila hal itu dibuat dengan satu penetapan yang sama, dan kepada masing-masing ahli waris atau penerima hibah itu pewaris tidak menunjukkan bagian tertentu dari barangnya, seperti seperdua, sepertiga, dst. Perkataan "untuk bagian-bagian sama besar" tidak dianggap sebagai petunjuk "bagian tertentu" seperti yang diatur dalam pasal ini. (KUHPerd. 135, 808, 1052, 1059.)
1003. Selanjutnya pewaris juga harus dianggap telah memberikan hibah wasiat kepada beberapa orang bersama-sama, bila suatu barang yang tidak dapat dibagi-bagi tanpa menjadi rusak, diwasiatkan dalam satu akta yang sama kepada beberapa orang, meskipun diwasiatkan secara sendiri-sendiri. (KUHPerd. 1296.)
1004. Pernyataan gugurnya surat-surat wasiat dapat diminta setelah meninggalnya pewaris, karena tidak dilaksanakan persyaratan-persyaratannya. Dalam hal ini, mereka yang kepentingannya telah dipenuhi dengan pernyataan gugur itu, akan mengambil kembali barang-barang itu, bebas dari segala beban dan hipotek, yang sekiranya telah ditempatkan atas barang-barang itu oleh para ahli waris atau penerima hibah yang telah dinyatakan gugur. Mereka bahkan boleh melaksanakan hak-hak itu terhadap pihak ketiga yang menguasai barang-barang tetap itu, seperti terhadap ahli waris atau penerima hibah yang diangkat itu. (KUHPerd. 928 dst., 1257, 1265.; S. 1926-253 di bawah KUHPerd. 956.)
[sunting] Bab XIV - Pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
1005. Seorang pewaris boleh mengangkat seorang atau lebih pelaksana surat wasiatnya, baik dengan surat wasiat maupun dengan akta di bawah tangan seperti yang tercantum pada pasal 935, ataupun dengan akta notaris khusus. Ia dapat juga mengangkat beberapa orang, agar pada waktu yang satu berhalangan, yang lain dapat mengganti. (KUHPerd. 959, 1015 dst., 1021, 1127; Rv. 99.)
1006. Wanita yang telah kawin, anak di bawah umur, sekalipun ia telah memperoleh pendewasaan, orang yang ada di bawah pengampuan, dan siapa saja yang tidak cakap untuk mengadakan ikatan, tidak boleh menjadi pelaksana wasiat. (KUHPerd. 108, 330, 426 dst., 433, 1329 dst., 1798.)
1007. Kepada para pelaksana wasiat, pewaris dapat memberikan penguasaan atas semua barang dari harta peninggalan, atau bagian tertentu daripadanya. Dalam hal pertama, penguasaan itu meliputi baik barang-barang tetap maupun barang-barang bergerak. Penguasaan itu menurut hukum tidak akan berlangsung lebih lama daripada satu tahun, terhitung dari hari ketika para pelaksana dapat menguasai barang-barang itu. (Ov. 43; KUHPerd. 833, 955, 1013.)
1008. Bila semua ahli waris sepakat, mereka dapat menghentikan penguasaan itu, asalkan mereka memungkinkan para pelaksana untuk membayar atau menyerahkan hibah-hibah wasiat yang murni dan tak bersyarat, atau menunjukkan bahwa penyerahan hibah-hibah itu telah dilaksanakan. (KUHPerd. 1012.)
1009. Pelaksana surat wasiat harus mengusahakan penyegelan harta peninggalannya, bila ada ahli waris yang masih di bawah umur atau ditaruh di bawah pengampuan, yang pada waktu pewaris meninggal tidak mempunyai wali atau pengampu, atau jika ada ahli waris yang tidak hadir, baik sendiri maupun dengan perantaraan. (Ov. 42, 100 dst; KUHPerd. 463 dst., 1073 dst.; Rv. 652 dst.)
1010. Pelaksana harus mengusahakan pembuatan perincian harta peninggalan itu dihadapan para ahli waris yang ada di Indonesia atau setelah memanggil mereka dengan sah. (KUHPerd. 1018; Rv. 672 dst.)
1011. Pelaksana wajib mengusahakan agar kehendak terakhir pewaris dilaksanakan, dan dalam hal terjadi perselisihan mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk mempertahankan berlakunya surat wasiatnya. (KUHPerd. 959, 1013.)
1012. Bila uang tunai yang diperlukan untuk membayar hibah-hibah wasiat tidak tersedia, maka pelaksana mempunyai wewenang untuk mengusahakan penjualan di muka umum dan menurut kebiasaan setempat, atas barang-barang bergerak dari harta peninggalan itu, dan bila perlu, juga satu atau beberapa dari harta tetap, tetapi yang tersebut terakhir haruslah dengan persetujuan para ahli waris, atau bila mereka tidak ada, dengan izin hakim, kecuali bila para ahli waris berkenan untuk membayar lebih dahulu uang yang diperlukan. Penjualan itu dapat juga dilaksanakan di bawah tangan, bila semua ahli waris menyetujuinya, tanpa mengurangi ketentuan mengenai anak-anak di bawah umur dan orang-orang yang berada dalam pengampuan. (Ov. 44; KUHPerd. 389, 393 dst., 452, 1008, 1014, 1034.)
1013. Para pelaksana yang menguasai harta peninggalan bahkan di muka hakim pun, berwenang untuk menagih piutang-piutang yang tiba waktunya dan dapat ditagih selama penguasaan. (KUHPerd. 1007, 1011.)
1014. Mereka tidak berwenang untuk menjual barang-barang harta peninggalan dengan maksud untuk melakukan pembagian; pada akhir pengelolaan, mereka wajib memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada orang-orang yang berkepentingan, dengan menyerahkan semua barang dan efek yang termasuk harta peninggalan, beserta penutup perhitungannya, agar dapat diadakan pembagian antara para ahli waris. Dalam hal melakukan pembagian, mereka harus membantu para ahli waris, bila para ahli waris ini menghendakinya. (KUHPerd. 1012, 1018; Rv. 99.)
1015. Kekuasaan pelaksana suatu wasiat tidak beralih kepada ahli warisnya. (KUHPerd. 1005, 1819.)
1016. Bila ada beberapa pelaksana satu surat wasiat yang telah menerima tugas itu, maka masing-masing dapat bekerja sendiri bila yang lain tidak ada dan mereka masing-masing dalam hal ini bertanggung jawab atas pengelolaan itu, kecuali bila pewaris telah membagi pekerjaan mereka, dan masing-masing harus membatasi diri dalam lingkungan urusan yang diserahkan kepadanya. (KUHPerd. 1005, 1019, 1021, 1280, 1806.)
1017. Biaya yang dikeluarkan oleh pelaksana surat wasiat untuk penyegelan, pemerincian harta, perhitungan dan pertanggungjawaban dan urusan lain yang berhubungan dengan pekerjaan mereka, dibebankan pada harta peninggalan itu. (KUHPerd. 410, 1011, 1013, 1041; Succ. 39.)
1018. Tiap-tiap ketentuan pewaris yang berisi bahwa pelaksana surat wasiatnya dibebaskan dari pembuatan perincian harta peninggalan, atau dari pemberian perhitungan dan pertanggungjawaban, batal menurut hukum. (AB. 23; KUHPerd. 1010, 1014.)
1019. Tanpa mengurangi apa yang telah ditentukan mengenai hak pakai hasil, mengenai penunjukan ahli waris dengan wasiat, dan mengenai anak-anak di bawah umur dan orang-orang yang dalam pengampuan, pewaris boleh mengangkat seorang pengelola atau lebih, dengan surat wasiat atau dengan akta notaris khusus, untuk mengelola barang-barang yang ditinggalkan kepada para ahli waris dan para penerima hibah wasiat selama hidup mereka ini atau selama waktu tertentu, asalkan dengan itu tidak dilanggar penyerahan secara bebas bagian para ahli waris menurut undang-undang. Ketentuan-ketentuan pasal 1016 berlaku terhadap hal ini. (KUHPerd. 307, 385 dst., 441 dst., 464 dst., 785 dst., 913, 978, 1020.)
1020. Bila pewaris tidak menunjuk orang-orang yang akan bertindak sebagai pengganti pengelola yang berhalangan, maka hal ini akan ditetapkan oleh pengadilan negeri setelah mendengar jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 307, 792, 979.)
1021. Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima tugas pelaksana suatu wasiat atau tugas pengelola warisan atau hibah wasiat, tetapi orang yang telah menerima hal itu wajib menyelesaikannya. (s.d.u. dg. S. 1928-210.) Bila pewaris tidak memberikan upah kepada pelaksana untuk melakukan pekerjaannya, atau tidak memberikan hibah wasiat untuk itu kepadanya, maka pelaksana itu, atau para pelaksana bila diangkat lebih dari satu pelaksana, untuk diri sendiri atau untuk mereka bersama-sama, berhak memperhitungkan upah, sebagaimana ditetapkan pada pasal 411 untuk para wali. (Ov. 80; KUHPerd. 1005, 1800.)
1022. Pelaksana surat wasiat, demikian pula pengelola tersebut pada pasal 1019, dapat dipecat karena alasan yang sama seperti yang berlaku bagi wali. (KUHPerd. 373, 380 dst.)
[sunting] Bab XV - Hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
1023. Barangsiapa memperoleh hak atas suatu warisan dan sekiranya ingin menyelidiki keadaan harta peninggalan itu, agar dapat mempertimbangkan yang terbaik bagi kepentingan mereka, apakah menerima secara murni, ataukah menerima dengan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan itu, ataukah menolaknya, mempunyai hak untuk berpikir, dan harus memberikan pernyataan mengenai hal itu pada kepaniteraan pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka; pernyataan itu harus didaftarkan dalam daftar yang disediakan untuk itu. (S. 1946-135 pasal 5?.) (s.d.u.dg. S. 1925-497.) Di tempat-tempat yang terpisah oleh laut dari hubungan langsung dengan tempat kedudukan pengadilan negeri, pernyataan itu dapat diberikan kepada residentierechter (hakim karesidenan), atau bila ini berhalangan atau tidak ada, kepada kepala daerah setempat, yang kemudian membuat catatan mengenai hal itu dan mengirimkannya kepada pengadilan negeri, yang selanjutnya memerintahkan pembukuannya. (Ov. 14, 45 dst.; KUHPerd. 23, 132 dst., 138, 153, 401, 452, 477, 833, 1028, 1043, 1044, 1046, 1051; Rv. 694.)
1024. Kepada ahli waris tersebut diberikan jangka waktu empat bulan, terhitung dari hari pemberian pernyataan, untuk menyuruh pengadakan perincian harta itu dan untuk berpikir. Pengadilan negeri berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tersebut di atas, berdasarkan keadaan-keadaan yang mendesak, bila ahli waris itu dituntut di hadapan hakim. (KUHPerd. 134, 1029, 1030, 1042, 1048; Rv. 672 dst., 694 dst.)
1025. Selama jangka waktu yang ditetapkan itu, ahli waris yang sedang berpikir itu tidak boleh diharuskan bertindak sebagai ahli waris. Terhadapnya tidak dapat dijatuhkan hukuman oleh pengadilan, dan pelaksanaan putusan-putusan hakim terhadap pewaris tetap ditangguhkan. Ia berkewajiban bertindak sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik dalam menjaga harta peninggalan itu. (KUHPerd. 833, 1235, 1992; Rv. 135, 648.)
1026. Ahli waris yang sedang berpikir itu berwenang minta izin kepada hakim untuk menjual semua benda yang tidak perlu atau tidak dapat disimpan, serta untuk melakukan segala macam tindakan yang tidak dapat ditunda. Cara penjualan akan ditentukan dalam izin hakim. (KUHPerd. 1028, 1034, 1049; Rv. 694 dst.)
1027. Atas permohonan orang-orang yang berkepentingan, hakim dapat memerintahkan tindakan-tindakan yang dianggapnya perlu diambil, baik untuk keselamatan barang-barang harta peninggalan, maupun untuk kepentingan pihak ketiga. (KUHPerd. 1023.)
1028. Di tempat-tempat seperti yang dimaksud dalam penutup pasal 1023, kepala daerah setempat mempunyai wewenang yang dalam pasal lalu diberikan kepada hakim, dan kepada pejabat tersebut dapat dimintakan izin termaksud dalam pasal 1026.
1029. Setelah lampau jangka waktu yang ditentukan dalam pasal 1024, ahli waris dapat dipaksa untuk menolak warisan itu, atau menerimanya, baik secara murni maupun dengan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan itu. Dalam hal yang terakhir ini, harus diberikan pernyataan dengan cara yang sama seperti yang ditetapkan dalam pasal 1023. (KUHPerd. 484, 1030, 1042, 1044.)
1030. Setelah habisnya jangka waktu itu pun, ahli waris masih berhak menyuruh mengadakan perincian harta peninggalan itu, dan untuk menerimanya dengan hak istimewa untuk membuat perincian, kecuali bila dia bertindak sebagai ahli waris murni. (KUHPerd. 1046, 1048 dst, 1055.)
1031. Ahli waris kehilangan hak istimewa pemerincian, dan dianggap sebagai ahli waris murni: 1?. bila ia dengan sadar dan sengaja, serta dengan itikad buruk, tidak memasukkan barang-barang yang termasuk harta peninggalan ke dalam perincian harta itu; 2?. bila ia berbuat salah dengan menggelapkan barang-barang yang termasuk warisan itu. (KUHPerd. 137, 1042, 1064.)
1032. Hak istimewa untuk mengadakan pemerincian mempunyai akibat: 1?. bahwa ahli waris itu tidak wajib membayar utang-utang dan beban-beban harta peninggalan itu lebih daripada jumlah harga barang-barang yang termasuk warisan itu, dan bahkan bahwa ia dapat membebaskan diri dari pembayaran itu, dengan menyerahkan semua barang-barang yang termasuk harta peninggalan itu kepada penguasaan para kreditur dan penerima hibah wasiat; 2?. bahwa barang-barang para ahli waris sendiri tidak dicampur dengan barang-barang harta peninggalan itu, dan bahwa dia tetap berhak menagih piutang-piutangnya sendiri dari harta peninggalan itu. (KUHPerd. 1086, 1100 dst., 1402, 1436, 1991; Rv. 697.)
1033. Ahli waris yang telah menerima warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pemerincian, wajib mengurus barang-barang yang termasuk warisan itu sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, dan secepatnya menyelesaikan urusan warisan itu; ia wajib memberi pertanggungjawaban kepada para kreditur dan penerima hibah wasiat. (KUHPerd. 1034 dst., 1048, 1235; Rv. 764.)
1034. Ia tidak diperkenankan menjual barang-barang harta peninggalan itu, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, selain di depan umum dan menurut kebiasaan setempat atau lewat perantara atau komisioner, bila dalam harta peninggalan itu ada barang-barang dagangan. Ia berkewajiban, dalam hal penjualan barang-barang tetap yang dibebani hipotek, untuk melunasi utang hipotek kepada para kreditur yang datang menagih, dengan jalan memberi hak untuk menagih kepada si pembeli barang tetap itu, sebanding dengan jumlah yang dapat ditagih oleh para kreditur itu. (AB. 15; KUHPerd. 389, 393, 1026, 1037, 1210 dst., 1417; Rv. 695.)
1035. Bila para kreditur dan orang-orang lain yang berkepentingan menghendaki, ia wajib memberi jaminan secukupnya untuk harga barang-barang bergerak yang termasuk dalam perincian harta peninggalan itu, dan untuk bagian dari harga barang-barang tetap yang tidak diserahkan kepada para kreditur hipotek. Bila ia lalai memberi jaminan, maka barang-barang bergerak harus diuangkan, dan hasilnya serta bagian dari barang tetap yang belum diserahkan, harus diserahkan kepada orang yang diangkat oleh hakim untuk itu, agar dengan barang-barang itu dilunasi utang-utang dan beban-beban harta peninggalan itu, sekedar jumlah harta peninggalan itu mencukupi. (KUHPerd. 509 dst., 1034, 1162 dst., 1736 dst., 1827; Rv. 696.)
1036. Dalam waktu tiga bulan, terhitung dari lampaunya jangka waktu yang ditentukan dalam pasal 1024, ahli waris itu wajib memanggil para kreditur yang tidak diketahui dengan pengumuman dalam berita negara, agar kepada mereka, kepada kreditur yang telah diketahui, serta kepada para penerima hibah wasiat, dapat diberikan segera perhitungan dan pertanggungjawaban tentang pengelolaannya, dan agar dapat dilunasi piutang-piutang dan hibah-hibah mereka, sekedar jumlah harta peninggalan mencukupi. (KUHPerd. 1030, 1033 dst., 1039, 1130; Rv. 177 dst.; Wsk. 67.)
1037. Setelah menyelesaikan perhitungan dan pertanggungjawaban, ahli waris harus melunasi piutang para kreditur yang sudah diketahui pada waktu itu, seluruhnya atau dalam perbandingan dengan jumlah harga harta peninggalan itu. Para kreditur yang datang menagih setelah pembagian, hanya akan dibayar dengan barang-barang yang tidak terjual dan sisanya, sesuai dengan waktu kedatangan mereka untuk melapor. (KUHPerd. 1034, 1039 dst., 1130.)
1038. Bila terjadi suatu perlawanan, piutang para kreditur tidak dapat dilunasi, kecuali berdasarkan tata tertib urutan yang ditetapkan oleh hakim. (KUHPerd. 1130; Rv. 483 dst., 547 dst.)
1039. Para penerima hibah wasiat tidak dapat menuntut bagian hibah wasiat mereka, bila belum lewat jangka waktu yang ditentukan dalam pasal 1036, dan belum dilakukan pembayaran yang ditentukan dalam pasal 1037. Para kreditur yang datang menagih setelah hibah-hibah wasiat dipenuhi, hanya dapat menuntut hak mereka kepada para penerima hibah wasiat. Tuntutan itu kedaluwarsa dengan lampaunya tiga tahun setelah hari dilakukan pembayaran kepada para penerima hibah wasiat. (KUHPerd. 959, 1138.)
1040. Ahli waris yang telah menerima warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta, tidak dapat diminta untuk menanggung utang-utang pewaris terlebih dahulu dengan hartanya sendiri, kecuali jika setelah diperingatkan untuk memberikan perhitungan, ia masih tetap lalai untuk memenuhi kewajiban itu. Setelah penyelesaian perhitungan itu, harta benda kepunyaan ahli waris sendiri hanya dapat disita untuk melunasi utang-utang si mati, sejauh barang-barang itu berasal dari harta peninggalan itu dan telah jatuh ke tangannya. (KUHPerd. 1031 dst., 1036, 1100 dst.)
1041. Biaya penyegelan, pemerincian harta peninggalan, pembuatan perhitungan, beserta semua biaya lainnya yang telah dikeluarkan secara sah, dibebankan kepada harta peninggalan itu. (Ov. 100 dst.; KUHPerd. 1017, 1024, 1130; Rv. 652 dst.)
1042. Ketentuan-ketentuan dari pasal 1024, pasal 1031 dan berikutnya juga berlaku bagi para ahli waris yang tanpa menggunakan hak untuk berpikir, telah menerima warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pemerincian harta peninggalan, dengan memberikan pernyataan seperti yang tersebut dalam penutup pasal 1029. (KUHPerd. 1036.)
1043. Suatu ketentuan pewaris melarang untuk menggunakan hak berpikir dan hak istimewa untuk mengadakan pemerincian harta peninggalan, adalah batal dan tidak berlaku. (AB. 23.)
[sunting] Bab XVI - Hal menerima dan menolak warisan
Bagian 1
Hal menerima warisan
1044. Warisan dapat diterima secara murni, atau dengan hak istimewa untuk mengadakan pemerincian harta peninggalan itu. (KUHPerd. 1023, 1029.)
1045. Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya. (KUHPerd. 1050, 1334.)
1046. Warisan yang jatuh ke tangan wanita yang telah kawin, anak di bawah umur dan orang yang dalam pengampuan, tidak dapat diterima secara sah, kecuali dengan mengindahkan ketentuan undang-undang mengenai orang-orang itu. Pengangkatan ahli waris yang disebut dalam pasal 900 dan disetujui oleh Presiden, hanya dapat diterima dengan hak istimewa untuk mengadakan pemerincian harta peninggalan. (KUHPerd. 108, 115 dst., 120, 124, 194, 330, 401, 429, 452, 1069; F. 40; Rv. 694 dst.)
1047. Penerima suatu warisan berlaku surut sampai pada hari warisan itu terbuka. (KUHPerd. 541, 833, 955, 1058.)
1048. Penerimaan suatu warisan dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam; hal itu dilakukan dengan tegas, bila seseorang, dalam surat otentik atau di bawah tangan, menamakan dirinya ahli waris atau mengambil kedudukan ahli waris; kesediaan menerima itu dilakukan secara diam-diam, bila ahli waris itu melakukan suatu perbuatan yang menunjukkan maksudnya untuk menerima warisan itu, dan dia kiranya hanya berwenang untuk itu dalam kedudukannya sebagai ahli waris. (KUHPerd. 136 dst., 959, 1030, 1064, 1382, 1537.)
1049. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakaman, tindakan-tindakan yang hanya untuk penyimpanan saja, demikian pula yang hanya bertujuan untuk mengawasi harta peninggalan itu atau untuk mengelolanya sementara, tidak dianggap sebagai tindakan-tindakan yang menunjukkan kesediaan untuk menerima warisan secara diam-diam. (KUHPerd. 136, 1026, 1979 dst.)
1050. Bila para ahli waris berselisih pendapat tentang menerima warisan atau tidak, maka yang satu dapat menerima, sedangkan yang lain dapat menolak. Bila para ahli waris itu berselisih pendapat tentang cara menerima warisan, maka warisan itu diterima dengan hak istimewa untuk mengadakan pemerincian harta peninggalan. (KUHPerd. 135, 1029, 1045; F. 40.)
1051. Bila seseorang, yang ke tangannya telah jatuh suatu warisan, meninggal tanpa menolak atau menerima, maka para ahli warisnya berwenang sebagai penggantinya untuk menerima atau menolak, dan ketentuan-ketentuan pasal yang lalu berlaku terhadap mereka. (KUHPerd. 134, 833, 1056.)
1052. Barangsiapa telah bersedia menerima bagiannya dari suatu warisan, tidak diperkenankan menolak bagian yang jatuh ke tangannya karena hak pertambahan, kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 1054. (KUHPerd. 1002, 1059.)
1053. Kesediaan orang dewasa menerima suatu warisan, tidak dapat dibatalkan seluruhnya, kecuali jika kesediaannya itu terjadi akibat paksaan atau penipuan yang dilakukan terhadapnya. Ia tidak dapat mengingkari penerimaan itu dengan alasan bahwa ia telah dirugikan karenanya, kecuali jika warisannya telah dikurangi separuh lebih karena telah ditemukan suatu wasiat yang tidak diketahui pada waktu diterimanya warisan itu. (KUHPerd. 1065, 1112, 1321, 1323, 1328, 1449 dst.)
1054. Bagian seorang ahli waris yang seluruhnya telah dipulihkan kembali terhadap kesediaan penerimaannya, tidak menjadi hak para sesama ahli waris karena hak mendapat tambahan, kecuali jika mereka ini bersedia menerimanya. (KUHPerd. 1002, 1052 dst., 1059.)
1055. Hak untuk menerima warisan kedaluwarsa dengan lampaunya tiga puluh tahun, terhitung dari hari warisan itu terbuka, asalkan sebelum atau sesudah lampaunya waktu itu warisan itu telah diterima oleh orang yang karena undang-undang atau karena surat wasiat mendapat hak untuk itu; tetapi hal ini tidak mengurangi hak-hak pihak ketiga atas harta peninggalan itu, yang diperoleh berdasarkan suatu alas hak yang sah. (KUHPerd. 832, 874, 1056, 1062, 1976.)
1056. Para ahli waris yang telah menolak warisan itu, masih dapat menyatakan bersedia menerima, selama warisan itu belum diterima oleh orang yang mendapat hak untuk itu dari undang-undang atau dari surat wasiat, tanpa mengurangi hak-hak pihak ketiga, seperti yang ditentukan dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 832, 874, 1055.)
Bagian 2
Hal menolak warisan
1057. Penolakan suatu warisan harus dilakukan dengan tegas, dan harus terjadi dengan cara memberikan pernyataan di kepaniteraan pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka. (KUHPerd. 23, 133, 141, 401, 452, 1046, 1062; F. 40; S. 1946-135 pasal 5.) Penutup pasal 1023 juga berlaku terhadap pernyataan ini.
1058. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Ahli waris yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris. (KUHPerd. 833, 955, 1047, 1056.)
1059. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bagian warisan dari orang yang menolak warisan jatuh ke tangan orang yang sedianya berhak atas bagian itu, andaikata orang yang menolak itu tidak ada pada waktu pewaris meninggal. (KUHPerd. 135, 832, 861, 914, 1002, 1052, 1054, 1060 dst., 1126.)
1060. Orang yang telah menolak warisan sekali-kali tidak dapat diwakili dengan penggantian ahli waris; bila ia itu satu-satunya ahli waris dalam derajatnya, atau bila semua ahli waris menolak warisannya, maka anak-anak mereka menjadi ahli waris karena diri mereka sendiri dan mewarisi bagian yang sama. (KUHPerd. 840, 847, 1059.)
1061. Para kreditur yang dirugikan oleh debitur yang menolak warisannya, dapat mengajukan permohonan kepada hakim, supaya diberi kuasa untuk menerima warisan itu atas nama dan sebagai pengganti debitur itu. Dalam hal itu, penolakan warisan itu hanya boleh dibatalkan demi kepentingan para kreditur itu dan sampai sebesar piutang mereka; penolakan itu sekali-kali tidak batal untuk keuntungan ahli waris yang telah menolak warisan itu. (KUHPerd. 135, 977, 1059, 1131, 1341; F. 41.)
1062. Wewenang untuk menolak warisan tidak dapat hilang karena kedaluwarsa. (KUHPerd. 1055 dst., 1967.)
1063. Sekalipun dengan perjanjian perkawinan, seseorang tidak dapat melepaskan diri dari warisan seseorang yang masih hidup, ataupun mengalihtangankan hak-hak yang akan diperolehnya atas warisan demikian itu di kemudian hari. (AB. 23; KUHPerd. 141, 1254, 1334, 1537.)
1064. Ahli waris yang menghilangkan atau menyembunyikan barang-barang yang termasuk harta peninggalan, kehilangan wewenang untuk menolak warisannya; ia tetap sebagai ahli waris murni, meskipun ia menolak, dan tidak boleh menuntut suatu bagian pun dari barang yang dihilangkan atau disembunyikannya. (KUHPerd. 137, 1031, 1048.)
1065. Tiada seorang pun dapat seluruhnya dipulihkan kembali dari penolakan suatu warisan, kecuali bila penolakan itu terjadi karena penipuan atau paksaan. (KUHPerd. 1053, 1321, 1323, 1328, 1449.)
[sunting] Bab XVII - Pemisahan harta peninggalan
Bagian 1
Pemisahan harta peninggalan dan akibat-akibatnya
1066. Tiada seorang pun diharuskan menerima berlangsungnya harta peninggalan dalam keadaan tidak terbagi. Pemisahan harta peninggalan itu dapat sewaktu-waktu dituntut, meskipun ada ketentuan yang bertentangan dengan itu. Akan tetapi dapat diadakan persetujuan untuk tidak melaksanakan pemisahan harta peninggalan itu selama waktu tertentu. Perjanjian demikian hanya mengikat untuk lima tahun, tetapi tiap-tiap kali lewat jangka waktu itu perjanjian itu dapat diperbaharui. (AB. 23; KUHPerd. 127, 405, 408, 573, 888, 1621; Rv. 99, 102, 689.)
1067. Orang-orang yang berpiutang terhadap pewaris, demikian pula para penerima hibah wasiat, berhak untuk menentang pemisahan harta peninggalan. Akta pemisahan harta peninggalan yang dibuat setelah diajukan perlawanan demikian dan sebelum dilunasi apa yang selama perlawanan itu tiba waktunya dan dapat ditagih oleh orang yang berpiutang dan penerima hibah wasiat, adalah batal. KUHPerd. 1341.)
1068. Melawan tuntutan hukum untuk mengadakan pemisahan harta peninggalan, alasan kedaluwarsa hanya dapat dikemukakan oleh ahli waris atau sesama ahli waris, yang selama waktu yang diperlukan untuk kedaluwarsa itu, masing-masing telah menguasai barang-barang yang termasuk harta peninggalan itu, tetapi tidak melebihi barang-barang itu. (KUHPerd. 835, 1963, 1967,)
1069. Bila semua ahli waris dapat bertindak bebas terhadap harta-benda mereka dan mereka hadir, maka pemisahan harta peninggalan dapat dilaksanakan dengan cara dan dengan akta yang mereka anggap baik. (KUHPerd. 490.)
1070. Pemisahan harta peninggalan tidak dapat diminta atas nama orang-orang yang tidak dapat bertindak bebas terhadap harta-benda mereka, kecuali dengan mengindahkan ketentuan undang-undang mengenai orang-orang demikian. Suami, tanpa bantuan istri, dapat menuntut pemisahan harta peninggalan atau membantu penyelenggaraan pemisahan itu dalam hal barang-barang yang termasuk harta bersama. Mengenai barang-barang yang menjadi hak istri sendiri dan tidak termasuk harta bersama, juga bila antara suami dan istri terjadi pemisahan harta, istri berwenang untuk menuntut atau membantu melaksanakan pemisahan harta peninggalan, asalkan untuk itu ia dibantu atau dikuasakan oleh suami atau oleh hakim. (KUHPerd. 105, 108, 110, 112, 114, 119, 124 dst., 140, 155, 164, 186, 307, 309, 383, 401, 405, 452, 463 dst., 1019.)
1071. Jika satu atau beberapa orang yang berkepentingan menolak atau lalai untuk membantu melaksanakan pemisahan harta benda setelah diperintahkan oleh hakim, maka atas permohonan orang yang paling berkepentingan, dapat diperintahkan oleh pengadilan negeri (jika hal itu belum dicantumkan dalam putusan hakim), agar balai harta peninggalan mewakili mereka yang enggan atau lalai itu dan mengelola apa yang mereka terima; semuanya berdasarkan Bagian 1 dari Bab XVIII Buku Pertama. Dalam hal itu, seperti juga dalam hal di antara para ahli waris ada yang tidak menguasai barang-barangnya, pemisahan harta peninggalan tidak dapat dilakukan, kecuali dengan memperhatikan ketentuan pasal-pasal berikut, dengan ancaman kebatalan jika melanggar peraturan-peraturan yang tercantum dalam pasal 1072 dan pasal 1074. (KUHPerd. 309, 406, 452, 463 dst., 490, 1070; Rv. 99.)
1072. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada pelaksanaan pemisahan harta peninggalan harus hadir balai harta peninggalan, sebagaimana diatur dalam pasal 417 alinea pertama kitab hukum ini, beserta wali-pengawas dan pengampu-pengawas, bila balai harta peninggalan tidak diserahi tugas perwalian-pengawas dan pengampuan-pengawas. (KUHPerd. 310, 370, 542.)
1073. Bila belum ada perincian harta peninggalan, maka hal itu harus diadakan sebelumnya dalam akta tersendiri, atau sekaligus dengan pemisahan harta itu dalam akta itu juga, sesuai dengan peraturan undang-undang. Akan tetapi bila pada waktu pewaris meninggal dunia, para ahli waris hadir dan dapat bertindak bebas atas harta benda mereka, tetapi belum membuat pemerincian harta peninggalan, dan kemudian perubahan-perubahan yang terjadi dalam keadaan harta peninggalan itu membuat tidak mungkin untuk mengindahkan peraturan undang-undang mengenai pemerincian harta peninggalan, maka pemisahan harta peninggalan itu harus dimulai dengan membuat laporan yang secermat-cermatnya mengenai harta peninggalan itu seperti yang ditinggalkan oleh pewaris, mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam hal itu sejak waktu itu, dan mengenai keadaan pada waktu ini. Untuk menguatkan kebenaran laporan itu, di hadapan notaris harus diangkat sumpah oleh orang atau orang-orang yang tetap menguasai harta peninggalan yang tidak terbagi itu. Jika orang atau orang-orang tersebut menolak mengangkat sumpah, maka hal itu harus disebutkan oleh notaris dalam aktanya, sedapat-dapatnya dengan sebab-sebabnya penolakan itu. (KUHPerd. 653 dst., 672 dst.)
1074. Pemisahan harta itu harus dibuat dalam satu akta di hadapan notaris yang dipilih oleh pihak yang berkepentingan, atau bila ada perselisihan, diangkat oleh pengadilan negeri atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan yang paling siap. (Rv. 686, 690.)
1075. Bila balai harta peninggalan menolak memberikan persetujuannya pada pemisahan harta peninggalan yang telah dirancang, sedangkan para ahli waris dan wakil-wakil mereka (sejauh perwakilan itu tidak diserahkan kepada balai harta peninggalan) berpendapat, bahwa penolakan itu tidak mempunyai dasar, maka balai harta peninggalan harus memberitahukan alasan-alasannya, dan hal itu dicantumkan dalam berita acara yang harus dibuat oleh notaris. Pemisahan harta peninggalan yang telah dirancang, dan ditandai oleh balai harta peninggalan dan notaris, oleh notaris itu harus dibawa dengan salinan berita acaranya kepada panitera pengadilan negeri, atau disampaikan kepadanya dalam sampul tertutup bila pegawai itu bertempat tinggal dalam jarak yang lebih dari dua puluh pal dari tempat kedudukan pengadilan negeri itu. Berita acara itu dan rancangan pemisahan harta peninggalan itu bebas dari meterai. Para ahli waris, atau seorang di antara mereka yang paling siap, dapat mengajukan keberatan-keberatan serta alasan-alasannya, dengan surat permohonan kepada pengadilan negeri. Pengadilan ini mengambil keputusan dalam tingkat tertinggi atas hal itu, jika perlu setelah mendengar pihak-pihak yang berkepentingan, balai harta peninggalan dan, dalam hal apa pun, jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 417; Rv. 318.) Dalam hal ada persetujuan, maka pemisahan harta peninggalan itu akan dilakukan di hadapan notaris, sesuai dengan rancangan, yang setelah ditandai oleh ketua pengadilan negeri dan panitera disampaikan kembali kepada notaris yang harus melampirkannya pada akta aslinya (minut). (Rv. 691.)
1076. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila para ahli waris, atau seorang atau beberapa orang dari mereka, berpendapat bahwa barang-barang tetap dari harta peninggalan itu atau beberapa di antaranya harus dijual, baik untuk kepentingan harta peninggalan itu, untuk membayar utang-utang dan sebagainya, maupun untuk dapat menyelenggarakan pembagian yang baik, maka pengadilan negeri, setelah mendengar pihak-pihak lain yang berkepentingan atau setelah memanggil mereka secukupnya, dapat memerintahkan penjualan itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata; namun bila dilakukan di muka umum, penjualan itu diharuskan dihadiri oleh para wali pengawas dan pengampu pengawas, atau setidak-tidaknya setelah mereka dipanggil secukupnya. Bila salah seorang dari para ahli waris membeli suatu barang tetap, maka hal itu mempunyai akibat yang sama terhadapnya seperti jika dia memperolehnya pada waktu pemisahan harta itu. (KUHPerd. 393, 1070, 1083; Rv. 683 dst.)
1077. Penilaian barang-barang yang dalam harta peninggalan itu pada waktu dilaksanakan pemisahan harta peninggalan, diadakan sebagai berikut: efek-efek, surat-surat piutang dan saham-saham dalam perusahaan-perusahaan, yang dicantumkan dalam berita-berita harga yang dibuat dan diumumkan secara resmi, dinilai menurut berita-berita harga itu; barang-barang bergerak lainnya dinilai menurut harga taksiran pada waktu mengadakan pemerincian harta peninggalan itu, kecuali bila seorang ahli waris atau lebih menghendaki diadakan penaksiran lebih lanjut oleh seorang ahli; barang-barang tetap dinilai menurut harga yang harus ditentukan oleh tiga orang ahli. (Rv. 675-3?.)
1078. Ahli-ahli tersebut diangkat oleh mereka yang berkepentingan, atau bila ada perselisihan, atas surat permohonan si berkepentingan yang paling siap, oleh pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka, dan sejauh mengenai penilaian barang-barang tetap, oleh pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya barang itu terletak. Makelar-makelar melakukan penilaian atas sumpah yang mereka angkat pada permulaan jabatan mereka. Ahli-ahli lain, sebelum melakukan penilaian, disumpah oleh kepala Pemerintahan Daerah di tempat warisan itu terbuka, atau oleh kepala daerah di tempat barang-barang itu terletak, sejauh mengenai penilaian barang-barang tetap. Mengenai barang-barang tetap yang berada di luar Indonesia, jika pihak-pihak yang berkepentingan tidak memperoleh persesuaian kehendak tentang pengangkatan para ahli tersebut, maka pengadilan negeri akan mengatur cara menyelenggarakan penilaian itu. (KUHPerd. 390; KUHD 62; Rv. 216 dst.)
1079. Setelah diatur pemasukan dan utang harta peninggalan yang harus dibayar kepada seorang ahli waris atau lebih atas dasar apapun juga, maka sisa harta peninggalan itu dan bagian dari tiap-tiap ahli waris atau pancang ditentukan. Selanjutnya, dengan persetujuan bersama antara orang-orang yang berkepentingan, ditetapkan dengan pembagian, barang-barang mana jatuh pada bagian masing-masing, dan bila ada alasan, berapa besar jumlah uang yang harus dibayar untuk membuat sama rata semua bagian. Bila orang-orang yang berkepentingan tidak menyetujui pembagian yang demikian itu, maka diadakan kaveling-kaveling sebanyak ahli waris atau pancang, dan penunjukan bagian masing-masing dilakukan dengan undian. Pembagian lebih lanjut barang-barang yang dibagikan kepada satu pancang, dilakukan dengan cara yang sama. Segala perselisihan tentang pembuatan kaveling-kaveling dan bagian-bagian lebih lanjut, atas permohonan orang-orang berkepentingan yang paling siap, diputus oleh pengadilan negeri menurut peraturan pada pasal 1075 alinea keempat. (KUHPerd. 1086 dst., 1102; Rv. 691.)
1080. Setelah undian, para ahli waris berhak untuk bertukar kaveling yang dengan undian menjadi bagian mereka, asalkan hal itu terjadi sebelum penutupan akta pemisahan harta peninggalan itu dan pertukaran itu dicantumkan di dalam akta itu. Penukaran ini mempunyai akibat yang sama seperti jika barang-barang yang dipertukarkan itu diperoleh dari pembagian. Pertukaran demikian dapat juga dilakukan mengenai suatu bagian dari barang-barang yang telah dibagikan, dengan cara dan dengan akibat yang sama antara para ahli waris yang dapat bertindak bebas atas harta benda mereka. (KUHPerd. 1069, 1071 dst., 1074 dst.)
1081. Surat-surat dan bukti-bukti milik barang-barang yang dibagikan, harus diserahkan kepada orang yang mendapat barang itu sebagai bagiannya. Bila surat-surat itu menyangkut barang yang dibagikan kepada lebih daripada satu orang ahli waris, maka surat-surat itu harus tetap dipegang oleh orang yang mendapat bagian terbesar dari barang itu, tetapi ia wajib memberi kesempatan kepada sesama ahli waris untuk melihat surat-surat itu, dan bila di antara mereka ada yang menginginkan, memberikan salinan-salinan atau petikan-petikan atas biaya orang itu. (KUHPerd. 1082.)
1082. Surat-surat umum mengenai harta peninggalan harus tetap disimpan oleh orang yang ditunjuk dengan suara terbanyak para ahli waris, atau bila ada perselisihan, oleh orang yang diangkat pengadilan negeri atas permohonan mereka yang berkepentingan yang paling siap, tetapi orang itu wajib memberi kesempatan melihat surat-surat itu, dan memberikan petikan-petikan atau salinan-salinan menurut ketentuan pasal yang lalu. (KUHPerd. 1885; KUHD 35.)
1083. Tiap-tiap ahli waris dianggap langsung menggantikan pewaris dalam hal memiliki barang-barang yang diperolehnya dengan pembagian atau barang-barang yang dibelinya berdasarkan pasal 1076. Dengan demikian, tiada seorang pun di antara para ahli waris dianggap pernah mempunyai hak milik atas barang-barang lain dari harta peninggalan itu. (KUHPerd. 568, 832 dst., 874, 955, 1079, 1166, 1183.)
1084. Para ahli waris berkewajiban, masing-masing menurut besarnya bagiannya, untuk saling menjamin terhadap segala gangguan dan tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, yang bersumber pada suatu sebab yang timbul sebelum pembagian, beserta mengenai kemampuan para pengutang bunga atau tagihan lainnya. Penjaminan itu tidak terjadi, bila hal itu dinyatakan tidak mungkin dengan persyaratan khusus yang tegas dalam akta pemisahan harta. Penjaminan itu berhenti bila kepada sesama ahli waris itu diajukan tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan karena kesalahannya sendiri. Penjaminan mengenai kemampuan orang-orang yang berutang bunga atau tagihan-tagihan lain dari harta peninggalan, hanya diwajibkan bila seluruh tagihan itu dibagikan kepada seorang ahli waris, dan bila oleh ahli waris itu dibuktikan, bahwa orang yang berutang itu sudah tidak mampu pada waktu pembuatan akta pemisahan harta itu. Tuntutan untuk penjaminan termaksud dalam alinea yang lalu, tidak dapat diajukan setelah lampau tiga tahun sejak pemisahan harta peninggalan. (KUHPerd. 1183, 1492 dst., 1537, 1967; Rv. 70 dst.)
1085. Bila seorang ahli waris atau lebih berada dalam keadaan tak mampu untuk membayar bagiannya dalam penggantian kerugian yang harus dibayar berhubung dengan kewajiban menjamin seorang sesama ahli waris, maka bagian yang harus dibayar itu dipikul bersama-sama menurut perbandingan bagian warisan masing-masing, oleh yang dijamin dan para sesama ahli waris yang mampu untuk membayar. (KUHPerd. 1101, 1104, 1183, 1293.)
Bagian 2
Pemasukan
1086. Tanpa mengurangi kewajiban semua ahli waris untuk membayar kepada sesama ahli waris atau memperhitungkan dengan mereka segala utang mereka kepada harta peninggalan, semua hibah yang telah mereka terima dari pewaris semasa hidupnya harus dimasukkan: 1?. oleh para ahli waris dalam garis ke bawah, baik yang sah maupun yang di luar kawin, baik yang menerima warisan secara murni maupun yang menerima dengan hak utama untuk mengadakan pemerincian, baik yang mendapat hak atas bagian menurut undang-undang maupun yang mendapat lebih dari itu, kecuali jika hibah-hibah itu diberikan dengan pembebasan secara tegas dari pemasukan, atau jika penerima hibah itu dengan akta otentik atau surat wasiat dibebaskan dari kewajiban pemasukan; 2?. oleh para ahli waris lain, baik yang karena kematian maupun yang dengan surat wasiat, tetapi hanya dalam hal pewaris atau penghibah dengan tegas memerintahkan atau mensyaratkan pemasukan itu. (KUHPerd. 914, 922, 1087 dst., 1096 dst., 1099, 1666 dst., 1682.)
1087. Ahli waris yang menolak warisan tidak wajib memasukkan apa yang dihibahkan kepadanya, kecuali bila perlu untuk menutup kekurangan legitime portie (bagian warisan menurut undang-undang) para ahli waris lainnya. (KUHPerd. 914 dst., 1057, 1088.)
1088. Bila pemasukan itu berjumlah lebih besar daripada bagian warisannya, kelebihannya tidak perlu dimasukkan tanpa mengurangi ketentuan pasal yang lalu.
1089. Orang tua tidak perlu memasukkan hibah-hibah yang telah diberikan kepada anak mereka oleh kakek-nenek anak itu. Demikian pula, seorang anak yang karena dirinya sendiri menerima warisan dari kakek-neneknya, tidak perlu memasukkan apa yang telah dihibahkan oleh kakek-neneknya itu kepada orang tuanya. Sebaliknya, anak yang mendapat warisan tersebut karena penggantian tempat, harus memasukkan hibah-hibah yang telah diberikan kepada orang tuanya, sekalipun anak itu telah menolak warisan dari orang tuanya. Namun dalam hal penolakan demikian, terhadap sesama ahli waris dalam warisan kakek-nenek anak itu, tidak bertanggung jawab atas utang-utang orang tuanya. (KUHPerd. 840 dst., 1058, 1060, 1086, 1100, 1132 jo. 912.)
1090. Hibah-hibah yang diberikan kepada seorang suami atau istri oleh mertuanya, setengah pun tidak harus dimasukkan, sekalipun barang-barang yang dihibahkan itu menjadi harta bersama. Bila hibah-hibah itu diberikan kepada kedua suami-istri bersama-sama oleh ayah atau ibu salah seorang dari mereka, maka harus dimasukkan seperduanya. Bila hibah-hibah itu diberikan kepada si suami atau si istri oleh ayah atau ibunya sendiri, dia harus memasukkan seluruhnya. (KUHPerd. 120, 176 dst., 1086.)
1091. Pemasukan hanya dilakukan ke dalam harta peninggalan si pemberi hibah; pemasukan itu hanya diwajibkan kepada seorang ahli waris untuk kepentingan ahli waris yang lain. Tiada pemasukan yang dilakukan untuk kepentingan para penerima hibah wasiat, atau para kreditur terhadap harta peninggalan. (KUHPerd. 920.)
1092. Pemasukan dilakukan dengan mengembalikan apa yang telah diterima dalam wujudnya ke dalam harta peninggalan, atau dengan cara menerima bagian yang kurang dari para ahli waris yang lain. (KUHPerd. 1093-1095.)
1093. Pemasukan barang-barang tak bergerak dapat dilakukan menurut pilihan orang yang melakukan pemasukan: dengan mengembalikan barang dalam wujudnya menurut keadaannya pada waktu pemasukan, atau dengan memasukkan harga pada barang itu pada waktu penghibahan. Dalam hal yang pertama, orang yang memasukkan bertanggungjawab atas berkurangnya barang itu karena kesalahannya, dan wajib untuk membebaskannya dari beban-beban dan hipotek-hipotek yang telah dibebankan olehnya atas barang itu. Dalam hal yang sama segala biaya yang dikeluarkan untuk penyelamatan barang itu dan untuk pemeliharaannya, harus diganti untuk kepentingan orang yang memasukkan, dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam bab mengenai hak pakai hasil. (KUHPerd. 575 dst., 793 dst., 925, 928, 1210 dst.)
1094. Pemasukan uang tunai dilakukan atas pilihan orang yang melakukan pemasukan: dengan membayar sejumlah uang itu, atau dengan mengurangkan sejumlah itu dari bagian warisan yang diperolehnya. (KUHPerd. 1092.)
1095. Pemasukan barang bergerak dilakukan atas pilihan orang yang melakukan pemasukan: dengan memberikan kembali harganya pada waktu penghibahan, atau dengan mengembalikan barang-barang itu dalam wujudnya. (KUHPerd. 1093.)
1096. Selain hibah-hibah yang menurut pasal 1086 harus dimasukkan, juga harus dimasukkan apa saja yang telah diberikan untuk menyediakan kedudukan, pekerjaan atau perusahaan kepada ahli waris, atau untuk membayar utang-utangnya, dan apa saja yang diberikan kepadanya sebagai pesangon untuk perkawinan. (KUHPerd. 124, 320, 1451.)
1097. Yang tidak perlu dimasukkan ialah: biaya-biaya pemeliharaan dan pendidikan; tunjangan untuk pemeliharaan yang sangat diperlukan; pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh keahlian dalam bidang perdagangan, kesenian, pekerjaan tangan atau perusahaan; biaya sekolah; biaya untuk penggantian tempat atau penukaran nomor dalam dinas angkatan bersenjata negara; biaya pernikahan, pakaian dan perhiasan untuk perlengkapan perkawinan. (KUHPerd. 104, 129, 193, 230, 298, 312, 320 dst., 1086, 1096.)
1098. Bunga dan hasil dari apa yang harus dimasukkan, baru terutang sejak hari terbukanya suatu warisan. (KUHPerd. 927, 1250.)
1099. Apa yang hilang karena kebetulan saja tanpa kesalahan si penerima hibah, tidak perlu dimasukkan. (KUHPerd. 923, 1093, 1275 dst., 1444.)
Bagian 3
Pembayaran utang
1100. Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu. (KUHPerd. 798, 800, 959, 1032, 1040, 1089, 1104, 1299 dst., 1310 dst.; Rv. 99.)
1101. Kewajiban membayar tersebut dipikul secara perseorangan, masing-masing menurut besarnya bagian warisannya, tanpa mengurangi hak-hak pihak kreditur terhadap seluruh harta peninggalan, selama warisan itu belum dibagi, dan tanpa mengurangi hak-hak para kreditur hipotek. (KUHPerd. 1067, 1084, 1100, 1105, 1107, 1163, 1198, 1300; F. 198 dst.; Rv. 7.)
1102. Bila barang-barang tetap yang termasuk harta peninggalan dibebani dengan hipotek-hipotek, tiap-tiap sesama ahli waris berhak menuntut agar beban-beban itu dilunasi dengan harta peninggalan itu, dan agar barang-barang itu menjadi bebas dari ikatan itu sebelum pemisahan dimulai. Bila para ahli waris membagi warisan itu dalam keadaan seperti waktu ditinggalkan, barang tetap yang dibebani harus ditaksir atas dasar yang sama seperti barang-barang tetap lainnya; jumlah pokok beban-beban itu harus dikurangkan dari seluruh harga barang, dan ahli waris yang menerima barang tetap tersebut sebagai bagiannya, hanya dialah yang wajib melunasi utang itu untuk para sesama ahli waris dan ia harus menjamin mereka terhadap penagihan utang itu. Bila beban-beban itu hanya melekat pada barang-barang tetap tanpa ikatan perseorangan, tiada sesama ahli waris yang dapat menuntut agar beban itu dilunasi, dan dalam keadaan demikian barang tetap itu dimasukkan dalam pembagian setelah dikurangi dengan jumlah pokok beban-beban itu. (KUHPerd. 737 dst., 1162, 1297, 1300, 1302.)
1103. Seorang ahli waris yang karena suatu hipotek, telah membayar lebih daripada bagiannya dalam utang bersama itu, dapat menuntut kembali dari para sesama ahli waris apa yang sedianya harus dibayar oleh mereka masing-masing. (KUHPperd. 1100, 1300, 1402-3?.)
1104. Bila salah seorang dari sesama ahli waris jatuh dalam keadaan miskin, maka bagiannya dalam utang hipotek dibebankan kepada para ahli waris lainnya, menurut perbandingan besarnya bagian masing-masing. (KUHPerd. 1085, 1100; 1293.)
1105. Seorang penerima hibah wasiat tidak wajib membayar utang-utang dan bahan-beban dari harta peninggalan, tanpa mengurangi hak kreditur hipotek untuk mengambil pelunasan utang hipotek itu dari barang tetap yang dihibah-wasiatkan. (KUHPerd. 965, 1039, 1101, 1163, 1198.)
1106. Bila penerima hibah wasiat telah melunasi utang yang telah membebani barang tetap yang dihibahwasiatkan, menurut hukum dia menggantikan kedudukan kreditur dalam hak-haknya terhadap para ahli waris. (KUHPerd, 965, 1101, 1202, 1208, 1402.)
1107. Para kreditur kepada orang yang meninggal dan para penerima hibah wasiat boleh menuntut dari para kreditur kepada ahli waris, agar harta peninggalan dipisahkan dari harta ahli waris itu. (KUHPerd. 1032, 1100 dst., 1131 dst.; F. 199; Rv. 653-2?.)
1108. Bila para kreditur dan penerima hibah wasiat telah mengajukan tuntutan hukum mereka untuk pemisahan dalam waktu enam bulan setelah terbukanya warisan itu, maka mereka berhak menyuruh agar tuntutan mereka dicatat dalam daftar-daftar umum untuk itu di sebelah tiap-tiap barang tetap yang termasuk warisan itu, dengan akibat, bahwa setelah pencatatan itu ahli waris tidak boleh memindahtangankan atau membebani barang itu dengan merugikan para kreditur atas warisan itu. (Ov. 29; KUHPerd. 1188.)
1109. Namun hak itu tidak dapat dilaksanakan, bila telah diadakan pembaharuan utang dalam piutang terhadap orang yang meninggal, dan hal itu telah diterima ahli waris sebagai debitur. (KUHPerd. 1431 dst.)
1110. Hak itu kedaluwarsa dengan lampaunya jangka waktu tiga tahun. (KUHPerd. 1084, 1116, 1124.)
1111. Para kreditur terhadap ahli waris tidak berhak menuntut pemisahan harta peninggalan kepada para kreditur terhadap warisan. (KUHPerd. 1107, 1341.)
Bagian 4
Pembatalan pemisahan harta peninggalan yang telah diselenggarakan
1112. Pemisahan harta peninggalan dapat dibatalkan: 1?. dalam hal ada paksaan; 2?. dalam hal ada penipuan yang dilakukan oleh seorang peserta atau lebih; 3?. dalam hal ada tindakan yang dirugikan lebih dari seperempat bagiannya. Bila terlewat suatu barang atau lebih yang termasuk harta peninggalan, maka hal itu hanya memberi hak untuk menuntut pemisahan lebih lanjut tentang barang itu. (KUHPerd. 1053, 1076, 1085, 1115, 1120, 1122, 1168 dst., 1321 dst., 1325, 1328, 1449; Rv.99.)
1113. Untuk menilai terjadi tidaknya hal yang merugikan, barang-barang yang bersangkutan harus ditaksir menurut harganya pada saat pemisahan harta peninggalan itu.
1114. Orang yang terhadapnya diajukan tuntutan pembatalan pemisahan karena terjadi hal yang merugikan, dapat mencegah dilakukannya pemisahan ulang, dengan memberikan kepada penuntut, dalam bentuk uang tunai, atau dalam bentuk barang, apa yang kurang pada bagian warisannya. (KUHPerd. 1112-3?, 1117.)
1115. Seorang sesama ahli waris yang telah memindahtangankan sebagian atau seluruh bagian warisannya, tidak dapat minta pembatalan atas dasar adanya paksaan atau penipuan, bila pemindahtanganan itu terjadi setelah berhentinya paksaan itu atau setelah diketahuinya pertipuan itu. (KUHPerd. 1112-2?, 1327.)
1116. Tuntutan hukum untuk pembatalan itu kedaluwarsa dengan lampaunya waktu tiga tahun, terhitung dari hari pemisahan harta peninggalan itu. (KUHPerd. 1084, 1110, 1124.)
1117. Tuntutan hukum untuk pembatalan pemisahan meliputi setiap akta yang bertujuan untuk menghentikan keadaan tidak terbaginya harta peninggalan antara para sesama ahli waris, tidak peduli apakah akta itu dibuat dengan nama jual beli, tukar-menukar, perdamaian, dan sebagainya. Namun bila akta pemisahan harta peninggalan itu atau suatu akta yang sama dengan itu telah dilaksanakan, maka tidak dapat dimintakan pembatalan suatu perdamaian yang telah dibuat untuk menghilangkan keberatan-keberatan yang ada dalam akta yang pertama. (KUHPerd. 1457, 1541, 1851, 1858.)
1118. Tuntutan hukum untuk pembatalan pemisahan harta peninggalan tidak diperkenankan terhadap penjualan hak waris, tanpa adanya penipuan terhadap seorang sesama ahli waris atau lebih untuk keuntungan atau kerugian mereka oleh seseorang. (KUHPerd. 1321, 1327, 1449, 1537.)
1119. Pemisahan ulang harta peninggalan yang dilakukan setelah pembatalan pemisahan harta peninggalan, tidak dapat mendatangkan kerugian terhadap hak-hak yang telah diperoleh pihak ketiga secara sah sebelumnya.
1120. Segala pelepasan hak untuk minta pembatalan suatu pemisahan tidaklah berlaku. (AB. 23.)
Bagian 5
Pembagian harta peninggalan oleh keluarga sedarah dalam garis ke atas antara keturunan mereka atau di antara mereka ini dan suami atau istri mereka yang hidup terlama
1121. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Para keluarga sedarah dalam garis ke atas boleh melakukan pembagian dan pemisahan harta benda mereka, dengan surat wasiat atau dengan akta notaris, di antara keturunan mereka atau di antara mereka ini dan suami atau istri mereka yang hidup terlama. (KUHPerd. 852, 852a, 875 dst., 893.)
1122. Bila tidak semua barang yang ditinggalkan oleh keluarga dalam garis ke atas itu termasuk dalam pembagian itu, pada waktu dia meninggal, barang-barang yang tidak dibagi itu harus dibagi menurut undang-undang. (KUHPerd. 1066 dst., 1112.)
1123. Bila pembagian itu dilakukan bukan di antara semua anak-anak yang masih hidup pada waktu kematian itu dan para keturunan orang yang meninggal lebih dahulu, maka pembagian itu sama sekali batal, dan dapat dituntut pembagian baru dalam bentuk yang sah, baik oleh anak-anak atau keturunan yang tidak mendapat bagian, maupun oleh mereka yang telah mendapat bagian. (KUHPerd. 1066.)
1124. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Pembagian yang telah dibuat sesuai dengan pasal 1121, dapat dibantah berdasarkan timbulnya kerugian yang besarnya melebihi seperempat bagian. Hal itu dapat juga dibantah, bila pembagian itu dan apa yang telah diberikan lebih dahulu dengan dibebaskan dari pemasukan, telah mengurangi legitime portie (bagian warisan menurut undang-undang) untuk seorang keturunan atau lebih. Tuntutan hukum yang diperbolehkan dalam pasal ini kedaluwarsa dengan lampaunya jangka waktu tiga tahun, terhitung dari hari meninggalnya si pewaris. (KUHPerd. 913 dst., 920 dst., 1084, 1086 dst., 1110, 1112, 1114 dst.)
1125. (s.d.u. dg. S. 1935-486.) Para ahli waris yang karena salah satu alasan tersebut dalam pasal yang lalu membantah pembagian itu, harus membayar terlebih dahulu biaya yang diperlukan untuk penaksiran barang-barang itu, dan biaya itu tetap akan menjadi beban mereka, bila ternyata tuntutan mereka tidak beralasan. (Rv. 58.)
[sunting] Bab XVIII - Harta peninggalan yang tak terurus
(Bdk. S. 1872-208 jis. S. 1874-147, S. 1879-219, S. 1898--341, S. 1914-188, S. 1919-820, S. 1931-53 pasal III,hlm.365, S. 1931-168 pasal 1 sub G-1?, peraturan pengelolaan sementara harta peninggalan militer di Indonesia; S. 1886-131 jo. S. 1931-53 pasal III, pengelolaan harta peninggalan awak kapal dan penumpang yang meninggal selama perjalanan laut, tertinggal atau hilang; S. 1905-347, peraturan tentang warisan dari perwira muda dan prajurit angkatan darat di Indonesia yang dikelola balai harta peninggalan; S. 1910-68; warisan pelaut Indonesia, pasal 24.) Bb. 5048, warisan anak dibawah umur atau yang dibawah pengampuan, yang hartanya diurus di Balai Harta Peninggalan pada waktu mereka meninggal. Bb.10117, pemberian warisan orang asing kepada pejabat kedutaan yang bersangkutan, seiring dengan ketentuan di s.1900-210. Untuk peninggalan harta Indonesia di Jawa dan Madura, lihat s.31-53 pasal 34 dst, hlm.159 dan IR 235, Bb 3946.
1126. Bila pada waktu terbukanya suatu warisan tidak ada orang yang muncul menuntut haknya atas warisan itu, atau bila ahli waris yang dikenal menolak warisan itu, maka harta peninggalan itu dianggap tidak terurus. (KUHPerd. 520, 832 dst., 1059, 1128, 1991.)
1127. Balai harta peninggalan, menurut hukum, wajib mengurus setiap harta peninggalan tak terurus yang terbuka dalam daerahnya, tanpa memperhatikan apakah harta itu cukup atau tidak untuk melunasi utang pewarisnya. Balai itu, pada waktu mulai melakukan pengurusan, wajib memberitahukan hal itu kepada jawatan kejaksaan pada pengadilan negeri. (S. 1872-208 pasal 6.) Dalam hal ada perselisihan tentang terurus tidaknya suatu harta peninggalan, pengadilan itu, atas permohonan orang yang berkepentingan atau atas saran jawatan kejaksaan, setelah minta nasihat, balai harta peninggalan akan mengambil keputusan tanpa persidangan. (KUHPerd. 417 dst., 1052 dst., 1130; Wsk. 64, 73.)
1128. Balai harta peninggalan, setelah mengadakan penyegelan yang dianggap perlu, wajib untuk mengadakan pemerincian harta peninggalan itu, dan mengurusnya serta membereskannya. (Wsk. 40, 64; Rv. 654.) Balai itu wajib untuk melacak para ahli waris, dengan cara memasang panggilan melalui surat-surat kabar resmi, atau dengan cara lain yang lebih tepat. (Wsk. 67; S. 1856-73 pasal 11.) Balai itu harus bertindak dalam pengadilan mengenai tuntutan-tuntutan hukum yang telah diajukan terhadap harta peninggalan itu, dan menjalankan serta melanjutkan hak-hak dari orang yang telah meninggal itu, dan memberikan perhitungan mengenai pengurusannya kepada orang yang seharusnya melakukan perhitungan itu. (KUHPerd. 1010, 1130; Rv. 652 dst., 672, 675, 678 dst., 684, 698, 777; Wsk. 66, 68, 73.)
1129. Bila setelah lampaunya waktu tiga tahun, terhitung dari saat terbukanya warisan itu, tidak ada ahli waris yang muncul, maka perhitungan penutupnya harus dibuat untuk negara, yang berwenang untuk menguasai barang-barang peninggalan itu untuk sementara. (KUHPerd. 520, 832 dst., 835, 1050, 1967; Wsk. 73 dst.)
1130. (s.d.u. dg. S. 1928-210.) Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal 1036, 1037, 1038, 1039, dan 1041 berlaku terhadap pengurusan harta peninggalan yang tidak terurus. (KUHPerd. 1128; Wsk. 67.)
[sunting] Bab XIX - Piutang dengan hak didahulukan
Bagian 1
Piutang dengan hak didahulukan pada umumnya
1131. Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu. (Rv. 435 dst., 451 dst., 580 dst., 749 dst.; F. 19 dst.)
1132. Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya; hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. (KUHPerd. 1133; Rv. 482 dst., 547 dst.)
1133. Hak untuk didahulukan di antara para kreditur bersumber pada hak istimewa, pada gadai, dan pada hipotek. (Oogstv.) Tentang gadai dan hipotek dibicarakan dalam Bab XX dan XXI buku ini. (KUHPerd. 1134 dst., 1150 dst., 1162 dst.; KUHD 314, 316, 317, 318, 683.)
1134. Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal undang-undang dengan tegas menentukan kebalikannya. (KUHPerd. 1132, 1139, 1149.)
1135. Antara pihak-pihak kreditur yang mempunyai hak didahulukan, tingkatannya diatur menurut sifat hak didahulukan mereka. (KUHPerd. 1138, 1147, 1149, 1181; KUHD 3162, 3172, 318.)
1136. Para kreditur dengan hak didahulukan yang mempunyai tingkatan sama, dibayar secara berimbang. (KUHPerd. 1149-2? dan 3?.)
1137. Hak didahulukan milik kas negara, kantor lelang dan badan umum lain yang diadakan oleh penguasa, tata-tertib pelaksanaannya, dan lama jangka waktunya, diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang berhubungan dengan hal-hal itu. Hak didahulukan milik persekutuan atau badan kemasyarakatan yang berhak atau yang kemudian mendapat hak untuk memungut bea-bea, diatur dalam undang-undang yang telah ada mengenai hal itu atau yang akan diadakan.
1138. Hak-hak istimewa itu dapat mengenai barang-barang tertentu, atau dapat juga mengenai semua barang-barang bergerak dan tak bergerak pada umumnya. Yang pertama didahulukan daripada yang kedua. (KUHPerd. 1139 dst., 1149 dst.)
Bagian 2
Hak didahulukan yang dilekatkan pada barang tertentu
1139. Piutang-piutang yang didahulukan atas barang-barang tertentu ialah: (KUHPerd. 1134, 1138; KUHD 80 dst., 3162, 3172, 318, 683; F.230; (Overg.bel.art.19) Ink. 1932 pasal 70; Venn. 39; Verp. 33; Verm. 49; Loonb. 25; S. 1933-516 pasal 18.) 1?. biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang bergerak atau barang tak bergerak sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan. Biaya ini dibayar dengan hasil penjualan barang tersebut, lebih dahulu daripada segala utang lain yang mempunyai hak didahulukan, bahkan lebih dahulu daripada gadai dan hipotek; (KUHPerd. 1134, 1149-1?; KUHD 80; S. 1904-175; Rv. 524.) 2?. uang sewa barang tetap, biaya perbaikan yang menjadi kewajiban penyewa, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pemenuhan perjanjian sewa menyewa itu; (KUHPerd. 1140 dst., 1583; Oogstv. 15) 3?. harga pembelian barang bergerak yang belum dibayar; (KUHPerd. 1141, 1144, 1146, 1478.) 4?. biaya untuk menyelamatkan suatu barang; (KUHPerd. 575 dst., 1147 dst., 1150, 1157, 1364, 1728, 1752; KUHD 371.) 5?. biaya pengerjaan suatu barang yang masih harus dibayar kepada pekerjanya; (KUHPerd. 575 dst., 1147, 1601 dst., 1608, 1616, 1752, 1812, 1968.) 6?. apa yang diserahkan kepada seorang tamu rumah penginapan oleh pengusaha rumah penginapan sebagai pengusaha rumah penginapan; (KUHPerd. 1147, 1709, 1968.) 7?. upah pengangkutan dan biaya tambahan lain; (KUHPerd. 1147; KUHD 91 dst., 491, 493.) 8?. apa yang masih harus dibayar kepada tukang batu, tukang kayu dan tukang lain karena pembangunan, penambahan dan perbaikan barang-barang tak bergerak, asalkan piutang itu tidak lebih lama dari tiga tahun, dan hak milik atas persil yang bersangkutan masih tetap ada pada si debitur; (KUHPerd. 1147, 1608, 1614 dst., 1971.) 9?. penggantian dan pembayaran yang dipikul oleh pegawai yang memangku jabatan umum karena kelalaian, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya. (KUHPerd. 1147, 1225.)
1140. Orang yang menyewakan dapat melaksanakan hak didahulukan atas buah-buah yang masih tergantung pada cabang-cabang di pohon, atau yang masih terikat erat oleh akar-akar pada tanah; dan juga atas buah-buah baik, yang sesudah dipanen maupun yang belum dipanen dan masih berada di atas tanah, pula atas segala sesuatu yang ada di atas tanah, baik untuk menghias rumah atau kebun yang disewa, maupun untuk menggarap atau menggunakan tanah itu, seperti ternak, perkakas-perkakas pembangunan dan sebagainya; tak perduli apakah barang-barang yang disebutkan di atas ini milik penyewa atau bukan. (Oogstv. 15.) Bila penyewa melepaskan sebagian dari barang yang disewanya untuk disewakan kembali secara sah kepada orang lain, maka orang yang menyewakan tidak dapat melaksanakan hak didahulukan atas barang-barang yang ada di atas dan di dalam bagian itu lebih daripada menurut perbandingan bagian yang disewa oleh penyewa kedua itu, sekedar si penyewa kedua itu tidak dapat menunjukkan bahwa dia telah melunasi uang sewanya menurut perjanjian. (KUHPerd. 500, 506 dst., 512, 517, 1139-2?, 1559, 1581 dst., 1589 dst.; Rv. 752.)
1141. Namun demikian, harga pembelian bibit yang masih terutang dan biaya panenan yang sedang berjalan yang belum dibayar, harus dibayar dari hasil panenan itu dengan mendahulukannya dari piutang orang yang menyewakan, sedangkan harga pembelian perkakas yang belum dibayar harus dibayar dari hasil penjualan perkakas itu. (KUHPerd. 1144 dst.)
1142. Pihak yang menyewakan dapat menyita barang-barang bergerak, yang atasnya ia mempunyai hak didahulukan menurut pasal 1140, bila barang itu diangkut tanpa izinnya; dan ia tetap mempunyai hak didahulukan atasnya, sekali pun barang itu terikat pada pihak ketiga, karena digadaikan, atau karena soal lain, asalkan ia menuntutnya lewat pengadilan dalam waktu empat puluh hari setelah barang bergerak yang diperuntukkan bagi perkebunan diangkut, atau dalam waktu empat belas hari sejak saat diangkutnya barang perhiasan sebuah rumah. (KUHPerd. 1134, 1150; Rv. 751 dst.; Oogstv. 15.)
1143. Hak didahulukan pihak yang menyewakan meliputi segala uang sewa dan uang pah yang sudah dapat ditagih selama tiga tahun terakhir dan tahun yang berjalan,
1144. Penjual barang bergerak yang belum mendapat pelunasan dapat melaksanakan hak didahulukan atas uang pembelian barang itu, bila barang-barang itu masih berada di tangan debitur, tanpa memperhatikan apakah ia telah menjual barang-barang itu dengan tunai atau tanpa penentuan waktu. (KUHPerd. 509 dst., 513, 1141, 1146, 1478 dst., 1517.)
1145. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Bila penjualan barang itu dilakukan dengan tunai, maka penjual mempunyai wewenang untuk menuntut kembali barang-barangnya, selama barang-barang itu masih berada di tangan pembeli, dan menghalangi dijualnya barang itu lebih lanjut, asalkan penuntutan kembalinya barang itu dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penyerahannya. (KUHPerd. 574; KUHD 244; F. 230.) (s.d.t. dg. S. 1938-276.) Pasal-pasal 231, 233, 234, 236, dan 237, Kitab Undang-undang Hukum Dagang berlaku juga dalam hal ini.
1146. Namun penjual itu tidak dapat melaksanakan haknya lebih dahulu daripada orang yang menyewakan rumah atau perkebunan itu, kecuali bila dapat dibuktikan bahwa yang menyewakan itu tahu, bahwa perabot-perabot rumah itu dan barang lainnya yang diperuntukkan bagi rumah atau kebun itu, tidak dibayar oleh si penyewa. (KUHPerd. 1141, 1144.)
1146a. (s.d.t. dg. S. 1936-76.) Hak penjual hapus, bila barang-barang itu, setelah berada dalam penguasaan si pembeli semula atau kekuasaannya, dibeli dengan itikad baik oleh pihak ketiga dan telah diserahkan kepadanya. Akan tetapi bila uang pembelian itu belum dibayar oleh pihak ketiga itu, penjual-semula dapat menuntut uang itu sampai memenuhi jumlah tagihannya, asalkan tagihan itu dilakukan dalam waktu enam puluh hari setelah penyerahan semula. (KUHPerd. 1144 dst., 1341; KUHD 230 dst.)
1147. Hak-hak didahulukan yang tercantum dalam pasal 1139 nomor 4?, 5?, 6?, 7?, 8?, dan 9?, dilaksanakan sebagai berikut: yang tersebut pada nomor 4?, atas barang yang untuk penyelamatannya telah dikeluarkan biaya; yang tersebut pada nomor 5?, atas barang yang telah digarap; yang tersebut pada nomor 6?, atas barang-barang yang telah dibawa ke dalam rumah penginapan oleh tamu rumah penginapan; yang tersebut pada nomor 7?, atas barang-barang yang diangkut; yang tersebut pada nomor 8?, atas hasil dari penjualan persil yang telah dibangun, ditambah atau diperbaiki; yang tersebut pada nomor 9?, atas jumlah yang dijamin oleh pegawai termaksud, dan bunga yang belum dibayar untuk itu. (KUHPerd. 1148, 1830.)
1148. Jika beberapa kreditur dengan hak didahulukan seperti yang tercantum dalam bagian ini muncul bersamaan, maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk penyelamatan barang itu mendapat hak didahulukan, bila biaya itu dikeluarkan setelah timbul utang-utang lain yang mempunyai hak didahulukan. (KUHPerd. 1139-4?, 1728.)
Bagian 3
Hak didahulukan atas segala barang bergerak dan barang tetap pada umumnya
1149. Piutang-piutang atas segala barang bergerak dan barang tak bergerak pada umumnya adalah yang disebut di bawah ini, dan ditagih menurut urutan berikut ini: (KUHPerd. 1138 dst.) 1?. biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan penyelamatan harta-benda; ini didahulukan daripada gadai dan hipotek; (KUHPerd. 1139-1?; F. 175; Rv. 524, 913; S. 1908-13 pasal 39; Venn. 39; Verp. 33; Venduregl. 24; (Overg.bel.art.19) Ink. 1932 pasal 70; Verm. 49; Loonb. 25; S. 1933-516 pasal 18.) 2?. biaya penguburan, tanpa mengurangi wewenang hakim untuk menguranginya, bila biaya itu berlebihan; (KUHPerd. 1136.) 3?. segala biaya pengobatan terakhir; (KUHPerd. 906, 1136, 1969.) 4?. (s.d.u. dg. S. 1926-335 jis. 458, 565, S. 1927-108; S. 1927-31 jis. 390, 421; S. 1932-496; S. 1938-380, 622; S. 1939-256, 292, 545; S. 1940-447 jo. 556.) upah para buruh dari tahun yang lampau dan apa yang masih harus dibayar untuk tahun yang sedang berjalan, serta jumlah kenaikan upah menurut pasal 1602q; jumlah pengeluaran buruh yang dilakukan untuk majikan; jumlah yang masih harus dibayar oleh majikan kepada buruh berdasarkan pasal 1602v alinea keempat Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini atau pasal 7 ayat (3) "Peraturan Perburuhan di Perusahaan Perkebunan"; jumlah yang masih harus dibayar oleh majikan pada akhir hubungan kerja berdasarkan pasal 1603s atau pasal 1603s bis kepada buruh; jumlah yang masih harus dibayar oleh majikan kepada keluarga seorang buruh karena kematian buruh tersebut berdasarkan pasal 13 ayat (4) "Peraturan Perburuhan di Perusahaan Perkebunan"; apa yang berdasarkan "Peraturan Kecelakaan 1939" atau "Peraturan Kecelakaan Anak Buah Kapal 1940" masih harus dibayar kepada buruh atau anak buah itu atau ahli waris mereka beserta tagihan utang berdasarkan "Peraturan tentang Pemulangan Buruh yang diterima atau dikerahkan di Luar Negeri"; (KUHPerd. 1969.) 5?. piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan, yang dilakukan kepada debitur dan keluarganya selama enam bulan terakhir; (KUHPerd. 821, 1971.) 6?. piutang para pengusaha sekolah berasrama untuk tahun terakhir; (KUHPerd. 1969) 7?. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421; 1938-622.) piutang anak-anak yang masih di bawah umur atau dalam pengampuan wali atau pengampu mereka berkenaan dengan pengurusan mereka, sejauh hal itu tidak dapat ditagih dari hipotek-hipotek atau jaminan lain yang harus diadakan menurut Bab XV Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini, demikian pula tunjangan untuk pemeliharaan dan pendidikan yang masih harus dibayar oleh para orang tua untuk anak-anak sah mereka yang masih di bawah umur. (KUHPerd. 335, 413, 452: F. 230.)
Dalam S. 1871-150 ditentukan: Pas 1. Piutang-piutang Negara, yang timbul dari uang-uang muka, yang diberikan berdasarkan pasal 49 (sekarang: 42) Undang-undang 23 April 1864 (S. 1864-106) (Undang-undang Perbendaharaan Indonesia) adalah piutang-piutang yang mempunyai hak didahulukan atas segala barang bergerak dan barang tetap pada umumnya. Piutang-piutang itu mendapat tempat urutan langsung setelah piutang-piutang dengan hak didahulukan tersebut dalam pasal 1149 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2. Pemberian-pemberian materiel dari gudang-gudang dan tempat-tempat penyimpanan negara disamakan dengan pemberian uang muka. 3. Ketentuan pasal 1 tidak mempengaruhi hak didahulukan yang oleh peraturan perundang-undangan khusus diberikan kepada negara atas jumlah jaminan pegawai-pegawai komtabel. Dalam S. 1932-496 pasal 2 ditentukan: Atas dasar pasal 23 ayat (6) Ord. Kuli 1931 (S. 1931-94) maupun pasal 3 ayat (3) ketentuan "Kedua" dari ord. 3 Okt. 1911 (S. 1911-540), Negara mempunyai hak mendahulukan untuk piutang-piutangnya terhadap majikan, atas segala barang-barang bergerak dan barang-barang tak bergerak milik majikan, yang dalam urutan menyusul pada hak-hak didahulukan tersebut dalam pasal 1149 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
[sunting] Bab XX - Gadai
1150. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan. (KUHPerd. 528, 1133 dst., 1139-1? dan 4?, 1147, 1149-1?, 1157, 1830; KUHD 314, 365, 371; F. 56 dst., 230-1?; KUHP 509; Verp. 33; Octr. 40; Venn. 39; (overg.bel.art.19) Ink. 1932 pasal 70; Verm. 49; Loonb. 25; S. 1933-516 pasal 18.)
Dengan S. 1875-258, pasal-pasal 1151-1156 telah diganti dengan ketentuan-ketentuan berikut:
1151. Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian pokoknya. (KUHPerd. 1866.)
1152. Hak gadai atas barang bergerak yang berwujud dan atas piutang-bawa timbul dengan cara menyerahkan gadai itu kepada kekuasaan kreditur atau pihak ketiga yang disetujui oleh kedua belah pihak. Hak gadai itu tidak mungkin ada atas barang yang tetap berada dalam kekuasaan debitur atau orang yang memberikan gadai atau yang dikembalikan atas kehendak kreditur. (s.d.u. dg. S. 1917-497). Hak gadai hapus bila gadai itu lepas dari kekuasaan pemegang gadai. Namun bila barang itu hilang, atau diambil dari kekuasaannya, maka ia berhak untuk menuntutnya kembali menurut pasal 1977 alinea kedua, dan bila gadai itu telah kembali, maka hak gadai itu dianggap tidak pernah hilang. Hal tidak adanya wewenang pemberi gadai untuk bertindak bebas atas barang itu, tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada kreditur, tanpa mengurangi hak orang yang telah kehilangan atau kecurian barang itu untuk menuntutnya kembali. (KUHPerd. 582, 613, 1441, 1474.)
1152bis. Untuk melahirkan hak gadai atas surat-tunjuk, selain penyerahan endosemennya, juga dipersyaratkan penyerahan suratnya. (KUHD 110 dst., 176, 191 dst., 457, 508, 531 dst.)
1153. Hak gadai atas barang bergerak yang tidak berwujud, kecuali surat-tunjuk dan surat-bawa, lahir dengan pemberitahuan mengenai penggadaian itu kepada orang yang kepadanya hak gadai itu harus dilaksanakan. Orang ini dapat menuntut bukti tertulis mengenai pemberitahuan itu dan mengenai izin dari pemberi gadainya. (KUHPerd. 613; Octr. 40; Octr. Regl. 18, 20f, h dst.)
1154. Dalam hal debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajiban, kreditur tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan itu menjadi miliknya. Segala persyaratan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal. (AB 23; KUHPerd. 1155 dst., 1178.)
1155. Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janji dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang gadainya di hadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu. (Octr. 42.) Bila gadai itu terdiri dari barang dagangan atau dari efek-efek yang dapat diperdagangkan dalam bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam bidang itu. (KUHPerd. 1156, 1178; KUHD 62 dst.)
1156. Dalam segala hal, bila debitur atau pemberi gadai lalai untuk melakukan kewajibannya, maka debitur dapat menuntut lewat pengadilan agar barang gadai itu dijual untuk melunasi utangnya beserta bunga dan biayanya, menurut cara yang akan ditentukan oleh hakim, atau agar hakim mengizinkan barang gadai itu tetap berada pada kreditur untuk menutup suatu jumlah yang akan ditentukan oleh hakim dalam suatu keputusan, sampai sebesar utang beserta bunga dan biayanya. Tentang pemindahtanganan barang gadai yang dimaksud dalam pasal ini dan pasal yang lampau, kreditur wajib untuk memberitahukannya kepada pemberi gadai, selambat-lambatnya pada hari berikutnya bila setiap hari ada hubungan pos atau telegrap, atau jika tidak begitu halnya, dengan pos yang berangkat pertama. Berita dengan telegrap atau dengan surat tercatat dianggap sebagai berita yang pantas. (KUHPerd. 1150, 1153, 1155, 1238; Octr. 42.)
1157. Kreditur bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai itu, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya. Di pihak lain, debitur wajib mengganti kepada kreditur itu biaya yang berguna dan perlu dikeluarkan oleh kreditur itu untuk penyelamatan barang gadai itu. (KUHPerd. 1139-4?, 1147, 1150, 1159, 1235 dst, 1243 dst, 1391, 1441, 1444 dst.)
1158. Bila suatu piutang digadaikan, dan piutang ini menghasilkan bunga, maka kreditur boleh memperhitungkan bunga itu dengan bunga yang terutang padanya. Bila utang yang dijamin dengan piutang yang digadaikan itu tidak menghasilkan bunga, maka bunga yang diterima pemegang gadai itu dikurangkan dari jumlah pokok utang. (KUHPerd. 1152 dst., 1155 dst., 1718, 1767.)
1159. Selama pemegang gadai itu tidak menyalahgunakan barang yang diberikan kepadanya sebagai gadai, debitur tidak berwenang untuk menuntut kembali barang itu sebelum ia membayar penuh, baik jumlah utang pokok maupun bunga dan biaya utang yang dijamin dengan gadai itu, beserta biaya yang dikeluarkan untuk penyelamatan barang gadai itu. Bila antara kreditur dan debitur itu terjadi utang kedua, yang diadakan antara mereka berdua setelah saat pemberian gadai dan dapat ditagih sebelum pembayaran utang yang pertama atau pada hari pembayaran itu sendiri, maka kreditur tidak wajib untuk melepaskan barang gadai itu sebelum ia menerima pembayaran penuh kedua utang itu, walaupun tidak diadakan perjanjian untuk mengikatkan barang gadai itu bagi pembayaran utang yang kedua. (KUHPerd. 1150. 1396, 1967; F. 57.)
1160. Gadai itu tidak dapat dibagi-bagi, meskipun utang itu dapat dibagi di antara para ahli waris debitur atau para ahli waris kreditur. Ahli waris debitur yang telah membayar bagiannya tidak dapat menuntut kembali bagiannya dalam barang gadai itu, sebelum utang itu dilunasi sepenuhnya. Di lain pihak, ahli waris kreditur yang telah menerima bagiannya dari piutang itu, tidak boleh mengembalikan barang gadai itu atas kerugian sesama ahli warisnya yang belum menerima pembayaran. (KUHPerd. 1286 dst., 1402-3?.)
[sunting] Bab XXI - Hipotek
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum
1162. Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas barang tak bergerak yang dijadikan jaminan dalam pelunasan suatu perikatan. (KUHPerd. 528, 1133 dst., 1139-1?, 1149-1?, 1163 dst., 1167, 1198, 1209-1?; Oogstv. 16.)
1163. Hak itu pada hakikatnya tidak dapat dibagi-bagi, dan diadakan atas semua barang tak bergerak yang terikat secara keseluruhan, atas masing-masing dari barang-barang itu, dan atas tiap bagian dari barang-barang itu. Benda-barang tersebut tetap memikul beban itu biarpun barang-barang tersebut berpindah tangan kepada siapa pun juga. (KUHPerd. 965, 1101 dst., 1105 dst., 1198, 1201, 1210, 1296 dst.; KUHD 297 dst.; F. 230.)
1164. Yang dapat dibebani dengan hipotek hanyalah: (KUHD 314.) 1?. barang-barang tak bergerak yang dapat diperdagangkan, beserta semua yang termasuk bagiannya, sejauh hal yang tersebut terakhir ini dianggap sebagai barang tak bergerak; (KUHPerd. 506 dst.) 2?. hak pakai hasil barang-barang itu dengan segala sesuatu yang termasuk bagiannya; (KUHPerd. 756 dst. 772.) 3?. hak numpang karang dan hak usaha; (KUHPerd. 711 dst., 720 dst., 724.) 4?. bunga tanah yang terutang, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk hasil tanah; (KUHPerd. 737 dst., 1174.) 5?. hak sepersepuluhan; (KUHPerd. 737 dst., 1174.) 6?. basar atau pekan raya, yang diakui oleh pemerintah, beserta hak istimewanya yang melekat. (Rv. 493.)
1165. Setiap hipotek mencakup juga segala perbaikan yang dilakukan kemudian atas barang yang dibebani, dan juga mencakup semua yang menyatu dengan barang itu karena pertambahan atau pembangunan. (KUHPerd. 161, 571, 588, 596 dst., 601.)
1166. Bagian yang tidak terbagi dari barang tak bergerak milik bersama, dapat dibebani dengan hipotek. Setelah barang itu dibagi, hipotek tersebut hanya tetap membebani bagian yang diberikan kepada debitur yang telah memberikan hipoteknya, tanpa mengurangi ketentuan pasal 1341. (KUHPerd. 1083, 1102; Rv. 494.)
1167. Barang bergerak tidak dapat dibebani hipotek. (Ov. 30; KUHPerd. 509 dst., 1162, 1164, 1977.)
1168. Hipotek tidak dapat diadakan selain oleh orang yang mempunyai wewenang untuk memindahtangankan barang yang dibebani itu. (KUHPerd. 105, 108, 124, 140, 393, 430, 481, 985, 1170, 1180.)
1169. Mereka yang atas barang tak bergerak hanya mempunyai hak yang ditangguhkan oleh suatu syarat, atau yang dalam hal tertentu dapat dihapuskan atau dibatalkan, tidak dapat memberikan hipotek selain yang tunduk pada syarat penangguhan, penghapusan atau pembatalan. (KUHPerd. 928, 985, 1093, 1263 dst., 1265 dst., 1268, 1532, 1673, 1689.)
1170. Semua barang milik anak yang masih di bawah umur, orang yang ada dalam pengampuan, dan orang yang dalam keadaan tak hadir, yang penguasaan atasnya hanya diberikan untuk sementara waktu saja, tidak dapat dibebani dengan hipotek selain dengan alasan yang sesuai dengan persyaratan formal yang ditetapkan oleh undang-undang. (KUHPerd. 309, 393, 452, 481; Rv. 507.)
1171. Hipotek hanya dapat diberikan dengan akta otentik, kecuali dalam hal yang dengan tegas ditunjuk oleh undang-undang. (Ov. 31) Juga pemberian kuasa untuk memberikan hipotek harus dibuat dengan akta otentik. Orang yang menurut undang-undang atau perjanjian wajib untuk memberikan hipotek, dapat dipaksa untuk itu dengan putusan hakim, yang mempunyai kekuatan yang sama seperti bila ia telah memberi persetujuan terhadap hipotek itu, dan yang menunjukkan secara pasti barang-barang yang harus didaftar. (Ov. 36). Seorang wanita bersuami yang dalam perjanjian kawin kepadanya telah diperjanjikan hipotek, tanpa bantuan suaminya atau kuasa dari hakim, dapat mengusahakan pendaftaran hipoteknya, dan melancarkan tuntutan hukum yang diperlukan untuk itu. (KUHPerd. 108, 110, 139 dst., 335, 371, 452, 1175, 1796.)
1172. Penjualan, penyerahan dan pemberian bagian dari utang hipotek, hanya dapat dilakukan dengan suatu akta otentik. (Ov.31)
1173. Atas dasar perjanjian yang dibuat di luar negeri, tidak dapat diadakan pendaftaran hipotek atas barang-barang yang terletak di Indonesia, kecuali bila dalam suatu traktat ditentukan sebaliknya. (AB 18; Rv. 436, 440.)
1174. Akta untuk mengadakan hipotek harus memuat suatu penjelasan khusus mengenai barang yang dibebani dan mengenai sifat serta letak barang itu; penjelasan itu sedapat-dapatnya didasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan atas perintah pemerintah. Mengenai sepersepuluhan dan bunga tanah, bila tidak dapat ditunjukkan secara tegas persil mana yang dibebani dengan itu, maka cukuplah dengan akta diuraikan dan ditunjukkan secara tepat daerah yang memikul beban itu. (KUHPerd. 1186, 1190.)
1175. Hipotek hanya dapat diadakan atas barang yang sudah ada. Hipotek atas barang yang belum ada adalah batal. (Oostv. 3.) Namun bila kepada seorang istri dalam perjanjian kawin telah diperjanjikan pemberian hipotek, atau pada umumnya bila seorang debitur telah mewajibkan diri untuk memberikan hipotek kepada kreditur, maka si suami atau debitur itu dapat dipaksa untuk memenuhi kewajibannya dengan menunjukkan barang-barang yang telah diperolehnya setelah terjadinya perikatan itu. (KUHPerd. 1171, 1186, 1667.)
1176. Suatu hipotek hanya berlaku, bila jumlah uang yang diberikan untuk hipotek itu pasti dan ditentukan dalam akta. Bila utang itu bersyarat dan besarnya tidak tentu, maka pemberian hipotek itu boleh dilakukan sampai sebesar jumlah harga taksiran, yang oleh pihak-pihak yang bersangkutan harus dicantumkan dalam akta itu. (KUHPerd. 335, 452, 1184, 1186.)
1177. Kreditur sekali-kali tidak dapat menuntut penambahan hipotek, kecuali bila diperjanjikan atau ditentukan sebaliknya dalam undang-undang. (KUHPerd. 1184.)
1178. Segala perjanjian yang menentukan, bahwa kreditur diberi kuasa untuk menjadikan barang-barang yang dihipotekkan itu sebagai miliknya, adalah batal. Namun kreditur hipotek pertama, pada waktu penyerahan hipotek boleh mempersyaratkan dengan tegas, bahwa jika utang pokok tidak dilunasi sebagaimana mestinya, atau bila bunga yang terutang tidak dibayar, maka ia akan diberi kuasa secara mutlak untuk menjual persil yang terikat itu di muka umum, agar dari hasilnya dilunasi, baik jumlah utang pokoknya maupun bunga dan biayanya. Perjanjian itu harus didaftarkan dalam daftar-daftar umum, dan pelelangan tersebut harus diselenggarakan dengan cara yang diperintahkan dalam pasal 1211. (Ov. 32; KUHPerd. 1139-1?, 1154 dst., 1186-5?; F. 56; Rv. 510 dst.; Oogstv. 16.)
Bagian 2
Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran
1179. Pendaftaran ikatan hipotek harus dilakukan dalam daftar-daftar umum yang disediakan untuk itu. Dalam hal tidak ada pendaftaran, hipotek itu tidak mempunyai kekuatan apa pun, bahkan juga terhadap kreditur yang tidak mempunyai ikatan hipotek. (KUHPerd. 371, 1203, 1227; Overschr.; Tbs .24.)
1180. Pendaftaran suatu hipotek tidak berlaku, bila hal itu dilakukan pada waktu hak milik atas barang itu telah beralih kepada pihak ketiga, karena debitur telah kehilangan hak miliknya atas barang itu. (KUHPerd. 1168, 1171, 1179, 1182 dst.)
1181. Urutan tingkat para kreditur hipotek ditentukan menurut tanggal pendaftaran ikatan hipotek mereka, tanpa mengurangi kekecualian-kekecualian yang tercantum dalam dua pasal berikut. Mereka yang didaftar pada hari yang sama, bersama-sama mempunyai hipotek yang bertanggal sama, tanpa membedakan jam berapa pendaftaran itu dilakukan, juga kalau jamnya telah dicatat oleh penyimpannya. (KUHPerd. 1133, 1135, 1187, 1225; F. 34.)
1182. Bila dalam akta jual-beli, sebagai jaminan atas uang penjualan yang belum dibayar, diperjanjikan hipotek atas barang yang dijual itu, dan pendaftarannya telah dilakukan dalam delapan hari setelah pengumuman akta jual-beli dengan cara yang ditentukan dalam pasal 620, maka hipotek itu akan mempunyai hak didahulukan terhadap hipotek-hipotek lain yang telah diberikan oleh pembeli dalam jangka waktu itu. (KUHPerd. 1180.)
1183. Ketentuan yang sama juga berlaku, bila dalam akta pemisahan harta dipersyaratkan hipotek sebagai jaminan untuk apa yang tetap terutang oleh salah seorang yang berhak terhadap sesamanya yang lain akibat suatu pemisahan harta, atau sebagai jaminan terhadap gangguan karena tuntutan pemilikan atau penguasaan atas barang-barang yang diberikan sebagai bagian. Juga dalam hal itu, pendaftaran yang dilakukan dalam delapan hari setelah pengumuman akta pemisahan harta itu, sekedar mengenai persyaratan perjanjian ini, didahulukan daripada hipotek-hipotek yang telah diberikan dalam jangka waktu itu oleh orang yang telah mendapat hak atas barang itu. (KUHPerd. 1084.)
1184. Kreditur yang terdaftar untuk sejumlah uang pokok yang menghasilkan bunga, berhak karena bunga itu untuk ditempatkan dalam urutan tingkat yang sama seperti yang untuk jumlah uang pokoknya, selama-lamanya untuk dua tahun dan tahun yang berjalan; hal ini tidak mengurangi haknya untuk mengambil pendaftaran-pendaftaran khusus mengenai bunga-bunga yang lain dari yang dijamin pada pendaftaran pertama, yang sejak hari tanggalnya akan menimbulkan hipotek. (KUHPerd. 1176, 1204; F. 124.)
1185. Bila akta hipotek mengandung persyaratan perjanjian tegas, yang membatasi wewenang debitur, baik untuk menyewakan barang yang dibebani di luar izin kreditur maupun mengenai cara atau waktu untuk menyewakan barang itu, ataupun mengenai uang muka sewa, maka persyaratan perjanjian demikian tidak hanya akan mengikat para pihak itu, melainkan dapat juga dinyatakan berlaku terhadap debitur oleh kreditur yang sudah menyuruh mendaftarkan persyaratan perjanjian demikian itu dalam daftar-daftar umum. (Oogstv. 21.) Segala sesuatunya tidak mengurangi ketentuan pasal 1341, yang bila ada dasar-dasarnya, dapat dinyatakan berlaku oleh semua kreditur, tak peduli apakah dibuat atau tidak suatu persyaratan perjanjian yang membatasi penyewa atau pembayaran uang muka. (KUHPerd. 1225, 1548, 1576; Rv. 507.)
1186. Untuk menyelenggarakan pendaftaran, kreditur sendiri, atau orang ketiga, harus menyerahkan kepada juru simpan hipotek di wilayah tempat barang-barang itu suatu salinan otentik dari akta hipotek itu, beserta dua akta ikhtisar yang ditandatangani oleh kreditur atau orang ketiga tersebut, yang satu ditulis di atas salinan dari alas hak yang telah dikeluarkan. (Ov. 34.) Akta-akta ikhtisar itu harus memuat: 1?. petunjuk yang jelas mengenai kreditur dan debitur dan keterangan tentang tempat tinggal yang dipilih oleh pihak yang disebut pertama dalam lingkungan kantor juru simpan. (Ov. 37; KUHPerd. 24, 1189, 1194, 1211.) Pendaftaran barang-barang seseorang yang telah meninggal dapat dilakukan atas namanya; 2?. tanggal dan sifat alas-haknya, dengan menyebutkan pegawai yang olehnya atau di hadapannya akta itu telah dibuat, atau hakim yang telah menunjuk barang-barang yang harus dibebani berkenaan dengan pasal 1171 alinea ketiga; 3?. jumlah piutang atau perkiraan hak-hak yang bersyarat dan tak tentu yang harus dijamin, beserta jatuh temponya untuk menagih utang itu; (KUHPerd. 1176, 1171.) 4?. petunjuk tentang sifat dan letak barang-barang yang dibebani hipotek, sedapat-dapatnya sesuai dengan yang telah dilakukan atas perintah pemerintah, tanpa mengurangi ketentuan pasal 1174 alinea kedua mengenai sepersepuluhan dan bunga tanah; 5?. persyaratan yang sekiranya diadakan antara kreditur dan debitur, berkenaan dengan pasal yang lampau beserta pasal 1178 alinea kedua dan pasal 1210 alinea kedua. (KUHPerd. 1187, 1190, 1194, 1203, 1225, 1227; KUHD 297.)
1187. Juru simpan harus menahan akta ikhtisar yang dibuat di atas salinan otentik dari alas hak yang menjadi dasar untuk minta pendaftaran itu, dengan tujuan agar pendaftaran itu dilakukan pada tanggal penyerahan itu. Pada hari itu juga ia harus mengembalikan kepada orang yang telah minta pendaftaran itu akta ikhtisar yang lainnya atau yang kedua, yang di bagian bawahnya harus dicantumkan olehnya hari penyerahannya. Bila diminta, dalam waktu selambat-lambatnya dua puluh empat jam setelah permohonan ini, ia wajib menambahkan pada akta ikhtisar yang lain atau yang kedua itu nomor daftar untuk ikhtisar itu, yang dipakai untuk pendaftaran itu. Kedua keterangan ini harus ditanda-tangani olehnya. (Ov. 34; KUHPerd. 1225.) Juru simpan harus menyimpan secara rapi salinan-salinan akta pemindahtanganan, pengadaan hak-hak kebendaan atau hak-hak guna jasa pekarangan, dan akta pemisahan harta, serta akta-akta ikhtisar pendaftarannya, setelah membukukannya atau mendaftarnya dalam daftar-daftar yang diperuntukkan bagi masing-masing. Ia harus mengumpulkan surat-surat yang diserahkan kepadanya menjadi satu menurut urutan seperti dalam daftar penyerahan surat-surat itu atau dalam daftar harian; akta-akta ikhtisar didaftarkan tersendiri. Surat-surat yang diserahkan untuk diumumkan harus dijilid dalam satu berkas, surat-surat yang diserahkan untuk didaftar dalam berkas kedua, dan akta-akta untuk pencoretan dan penghapusan dalam berkas ketiga, semuanya disimpan dengan rapi. Berkas-berkas ini selanjutnya harus dibentuk menjadi jilid-jilid buku tersendiri, sedangkan di belakang masing-masing jilid harus ditulis nomor jilidnya, jangka waktu, serta nomor pertama dan terakhir surat-surat yang terkandung di dalamnya. Pemerintah mengatur jangka waktu untuk penyusunan surat-surat tersebut sebelum dijilid menjadi buku. Pada tiap-tiap surat yang diserahkan harus dicatat hari penyerahan, jilid dan nomor daftar penyerahannya.
1188. Pada waktu meminta pendaftaran seperti yang diatur dalam pasal 1108, para kreditur atau para penerima hibah wasiat berkewajiban untuk menyampaikan kepada juru simpan hipotek: (Ov.29.) 1?. suatu salinan otentik tuntutan untuk pemisahan barang-barangnya; 2?. akta kematian orang yang meninggal, atau suatu bukti lain yang dianggap sah, bahwa tuntutan hukum itu telah dimulai dalam enam bulan setelah terbukanya warisan itu; 3?. dua ikhtisar, yang sesuai dengan peraturan pasal 1186 nomor 4? memuat petunjuk tentang sifat dan letak barang-barang yang bersangkutan di sebelah barang-barang yang diminta pendaftarannya; dan ketentuan-ketentuan pasal 1187 berlaku terhadap ikhtisar-ikhtisar ini. (KUHPerd. 1107 dst., 1190, 1225.)
1189. Orang yang telah menyuruh melakukan pendaftaran, demikian pula wakil-wakilnya, atau siapa saja yang berdasarkan suatu akta otentik telah mendapat hak orang itu, diperkenankan untuk mengubah tempat tinggal yang telah dipilihnya, asalkan dia memilih dan menunjuk suatu tempat tinggal yang lain yang terletak di wilayah yang sama, dan hal itu dicatat di sebelah pendaftaran yang bersangkutan. (Ov. 37; KUHPerd. 25, 613, 1186, 1194, 1211, 1400 dst.)
1190. Dalam hal tidak dipenuhi salah satu formalitas tersebut di atas, pendaftaran itu tidak dapat dibatalkan, kecuali bila hal itu menjadikan tidak cukup jelas diketahui perihal kreditur, debitur, utang atau barang yang dibebani. (KUHPerd. 1174, 1196.)
1191. Penyerahan dan pembukuan suatu akta peralihan hak milik dan pendaftaran atas barang-barang atau pendaftaran mengenai barang-barang yang terletak di luar wilayah juru simpan hipoteknya, adalah batal. Segala pembukuan yang dilakukan pada hari Minggu, harus dianggap telah dilakukan pada hari berikutnya.
1192. Bila dalam suatu pendaftaran dilalaikan kewajiban memilih tempat tinggal dalam wilayah penyimpanan hipotek, maka menurut hukum dianggap telah dipilih pada tempat tinggal juru simpannya. (Ov. 37.)
1193. Biaya pendaftaran ditanggung oleh debitur, bila tidak diperjanjikan kebalikannya. (KUHPerd. 343, 1195.)
1194. Tuntutan hukum terhadap kreditur, yang disebabkan oleh pendaftaran, harus diajukan kepada hakim yang berwenang, dengan surat gugatan, yang disampaikan kepada kreditur sendiri, atau diterimakan di tempat tinggal terakhir yang dipilihnya menurut daftar; demikianlah, meskipun kreditur atau orang yang dipilih domisilinya telah meninggal. (Ov. 37, 78; KUHPerd. 24, 1186, 1189, 1197, 1211; Rv. 99.)
Bagian 3
Pencoretan pendaftaran (ov. 24)
1195. Pendaftaran hapus karena pencoretannya dari dalam daftar. Pencoretan itu dilakukan atas biaya debitur, dengan izin pihak yang berkepentingan dan berwenang, atau dengan putusan hakim, baik yang dijatuhkan dalam tingkat tertinggi, maupun yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (KUHPerd. 1168, 1186, 1197, 1203, 1209, 1218 dst., 1224. 1227, 1330 dst.; Rv. 403, 557; Ov. 24; Overschr. 32.)
1196. Dalam kedua hal tersebut orang yang memohon pencoretan pada kantor juru simpan, harus menyerahkan akta otentik yang memberi kuasa untuk mengadakan pencoretan, atau suatu salinan otentik dari akta atau putusan hakim yang bertujuan demikian. (KUHPerd. 1171, 1225-3?; Rv. 557.) Akta otentik yang dibuat berdasarkan suatu akta di bawah tangan mengenai izin yang berkenaan dengan pencoretan yang diminta, tidak akan mempunyai kekuatan. Dalam hal ada perselisihan tentang berwenang tidaknya mereka yang telah memberikan izin pencoretan, atau tentang salah tidaknya tanda bukti yang diajukan, pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya dilakukan pendaftaran, akan mengambil keputusan mengenai hal itu, atas surat permohonan sederhana yang disampaikan kepadanya dengan melampirkan surat-surat yang bersangkutan. (Rv. 763 alinea 2-1?.)
1197. Bila suatu pencoretan tidak memperoleh persetujuan, maka hal itu harus diminta pada hakim yang di daerah hukumnya dilakukan pendaftaran, kecuali bila tuntutan itu merupakan kelanjutan dari suatu perselisihan yang masih ditangani hakim lain; dalam hal itu tuntutan pencoretan ditunjukkan kepada hakim yang sedang menangani perselisihan itu. Namun perjanjian yang telah diadakan antara kreditur dan debitur untuk membawa tuntutan itu kepada hakim yang mereka tentukan harus mereka ditaati. (KUHPerd. 1194, 1338, 1340; Rv. 134.)
Bagian 4
Akibat hipotek terhadap pihak ketiga yang menguasai barang yang dibebani
1198. Kreditur yang memegang hipotek yang telah terdaftar, dapat menuntut haknya atas barang tak bergerak yang terikat itu, biar di tangan siapa pun barang itu berada, untuk diberi urutan tingkat dan untuk dibayar menurut urutan pendaftarannya. (KUHPerd. 1163; Rv. 495, 547 dst.; Oogstv. 5, 11, 16.)
1199. Kreditur, setelah memperingatkan debitur, berhak menyita barang tetap yang terikat dari tangan pihak ketiga yang menguasai barang tetap itu, dan mengusahakan penjualannya. Dalam melakukan hal ini, dan dalam mengatur urutan tingkat antara berbagai kreditur, harus ditaati formalitas tentang penjualan barang sebagai pelaksanaan putusan hakim atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan dan formalitas tentang pengurutan tingkat yang diperintahkan dalam ketentuan-ketentuan Hukum Acara Perdata. (KUHPerd. 1163, 1178; Rv. 495 dst., 504 dst., 547 dst.)
1200. Pihak ketiga yang menguasai barang yang bersangkutan dapat mengadakan perlawanan terhadap penjualan barang itu, bila ia dapat menunjukkan, bahwa debitur semula masih menguasai satu atau beberapa barang tetap yang ikut terikat hipotek untuk utang yang sama, dan ternyata penjualan barang itu cukup untuk melunasi utang itu. Dalam hal demikian, dengan menangguhkan penjualan sebagai pelaksanaan keputusan hakim atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan terhadap hak miliknya, ia dapat menuntut supaya dilakukan lebih dahulu penjualan barang yang ikut terikat tetapi masih berada pada debitur semula itu. (KUHPerd. 1833.)
1201. Jika suatu hipotek diletakkan atas satu barang tak bergerak, dan satu atau beberapa bagian dari barang itu telah beralih kepada pihak ketiga yang menguasai barang itu, maka kreditur tetap mempunyai wewenang untuk menerapkan haknya atas seluruh barang yang terikat itu, atau atas suatu bagian dari barang itu yang dianggapnya perlu atau cukup, seolah-olah barang yang terikat itu masih belum terbagi dalam penguasaan debitur. (KUHPerd. 1163.)
1202. Pihak ketiga yang menguasai barang itu telah melunasi utangnya, baik secara paksa maupun secara sukarela, dan dengan demikian berdasarkan undang-undang ia menggantikan tempat kedudukan hukum kreditur, maka setelah bagiannya dikurangkan sebanding dengan jumlah harga barang-barang yang terikat, ia mempunyai wewenang untuk menerapkan hak hipotek selanjutnya untuk piutang ini atas barang-barang yang sama-sama terikat, atau atas bagian dari barang-barang itu. (KUHPerd. 965, 1106, 1208, 1402.)
1203. Dalam hal yang tersebut dalam kedua pasal yang lalu, pencoretan pendaftaran hipotek hanya akan dilakukan atas barang itu sendiri atau atas bagian yang telah dipergunakannya untuk melunasi piutang itu, atau yang penguasa ketiganya telah melunasi utangnya; sedangkan atas barang-barang lainnya yang terikat, tidak akan dilakukan pencoretan sebelum orang yang telah membayar atau yang barangnya telah dijual akibat putusan hakim atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, menerapkan haknya menurut pasal yang lalu, atau sebelum ia mengizinkan pencoretan itu. Untuk menjamin haknya, kreditur yang menggantikan kreditur lama wajib menuntut supaya haknya itu didaftar dalam daftar-daftar umum, dengan menunjukkan akta otentik yang menjadi bukti adanya penggantian hak. (Ov. 39; KUHPerd. 1179, 1186, 1195 dst., 1225.)
1204. Pihak ketiga yang menguasai barang sampai saat penunjukan, berhak untuk menghentikan penjualan barang yang dikuasainya dan terikat hipotek itu dengan cara melunasi utang yang didaftar, bunganya menurut pasal 1184, dan biayanya. (KUHPerd. 1202, 1402.)
1205. Bila pendaftaran dari penjualan barang yang terikat itu lebih dari beban dan biaya hipotek, maka kelebihan itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga yang menguasai barang. (KUHD 863.)
1206. Segala hak pengabdian pekarangan dan hak kebendaan lain, baik yang membebani maupun yang menguntungkan barang yang dijual karena putusan hakim atas penuntutan pemilikan atau penguasaan, sekedar telah hapus karena beralih kepada pihak ketiga yang menguasai barang itu, hidup kembali setelah barang itu ditunjukkan kepada pihak lain. (KUHPerd. 674, 701, 706, 718-1?, 736, 754-1?, 807-3?, 818.)
1207. Bila terjadi pengurangan pada barang tersebut karena kesalahan atau kelengahan pihak ketiga yang menguasai barang, sehingga menimbulkan kerugian bagi kreditur hipotek, maka hal tersebut menimbulkan tuntutan hukum kepadanya untuk mengganti kerugian; dan ia tidak dapat menuntut kembali biaya dan perbaikan yang telah dilakukannya, kecuali sebesar pertambahan harga barang itu, yang disebabkan oleh perbaikan tersebut. (KUHPerd. 1165, 1264, 1365 drt., 1497 dst.)
1208. Pihak ketiga yang menguasai barang, sekedar telah membayar utang hipotek itu atau menderita penjualan harta bendanya akibat putusan hakim atas penuntutan pemilikan atau penguasaan, berhak menuntut jaminan terhadap gangguan dan tuntutan dari debitur. (KUHPerd. 965, 1106, 1202, 1402.)
Bagian 5
Hapusnya hipotek
1209. Hipotek hapus: 1?. karena hapusnya perikatan pokoknya; (KUHPerd. 928, 1381 dst., 1673, 1689.) 2?. karena pelepasan hipotek itu oleh kreditur; (KUHPerd. 1195 dst.) 3?. karena pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan; (KUHPerd. 1212 dst.; KUHD 279; Rv. 547dst.)
1210. Orang yang telah membeli barang yang berbeban, baik pada penjualan sebagai pelaksanaan putusan hakim atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, maupun pada penjualan sukarela untuk harga yang ditentukan dalam bentuk uang, dapat menuntut agar persil yang dibelinya dibebaskan dari segala beban hipotek, yang melampaui harga pembeliannya, dengan menaati segala peraturan yang diberikan dalam pasal-pasal berikut. Namun pemurnian itu tidak akan terjadi pada penjualan sukarela, bila pihak-pihak yang berjanji pada waktu mengadakan hipotek telah menyepakati hal itu, dan persyaratan perjanjian itu telah didaftarkan dalam daftar umum. Persyaratan perjanjian demikian hanya dapat dibuat oleh kreditur hipotek pertama. (Ov. 32; KUHPerd. 1211 dst., 1216; Rv. 493 dst.)
1211. Dalam hal penjualan sukarela, tuntutan untuk pembebasan tidak dapat diajukan, kecuali bila penjualan itu telah terjadi di depan umum menurut kebiasaan setempat, dan di hadapan pegawai umum; selanjutnya, para kreditur yang terdaftar perlu diberitahu tentang hal itu, selambat-lambatnya tiga puluh hari sebelum barang yang bersangkutan ditunjuk si pembeli, dengan surat juru sita yang harus disampaikan di tempat-tempat tinggal yang telah dipilih oleh para kreditur itu pada waktu pendaftaran. (Ov. 78; KUHPerd. 1178; F. 183; Rv. 510 dst.)
1212. Pembeli yang ingin memanfaatkan hak istimewa tersebut dalam pasal 1210, dalam waktu satu bulan setelah penunjukan barang yang bersangkutan kepadanya, wajib berusaha agar diadakan pengaturan urutan tingkat oleh hakim, untuk pembagian harga pembelian, sesuai dengan peraturan-peraturan dalam ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata. (Rv. 547-558.)
1213. Pada waktu melakukan pengaturan urutan tingkat, akan diperintahkan pencoretan pendaftaran-pendaftaran yang tidak mendapat urutan tingkat yang menguntungkan. Pendaftaran demikian yang hanya sebagian dapat diikutsertakan secara menguntungkan, hanya dapat dipertahankan untuk bagian itu saja sampai pada saat pembayaran, yang langsung dapat ditagih oleh kreditur, tanpa mengingat apakah piutang itu sudah dapat ditagih atau belum. Tentang piutang-piutang yang jumlah seluruhnya mendapat urutan tingkat yang menguntungkan, pendaftarannya akan dipertahankan, dan pembelinya tetap terikat pada kewajiban-kewajiban yang sama dan mendapat ketentuan-ketentuan waktu dan penundaan-penundaan yang sama, seperti pembeli yang semula. (KUHPerd. 1268dst.)
1214. Pada waktu menentukan besarnya pendaftaran-pendaftaran hipotek, bunga-bunga abadinya akan dihitung menurut jumlah uang pokoknya yang disebut dalam akta; bila hal itu tidak disebutkan, menurut jumlah dua puluh kali bunganya; sedangkan bunga-bunga cagak hidupnya atau pensiun-pensiun selama hidup dihitung dan ditetapkan sebagai jumlah uang pokok, menurut usia orang yang menikmatinya, atau menurut usia orang yang diberi cagak hidup, atau menurut lamanya waktu kenikmatan itu harus berlangsung; segala sesuatunya sesuai dengan nilai biasa bunga-bunga cagak hidup menurut taksiran para ahli. (KUHPerd. 1770 dst., 1775 dst.; F. 127.)
1215. Pendaftaran barang-barang wali, pengampu dan seorang suami, untuk kepentingan anak di bawah umur, orang yang berada dalam pengampuan, atau wanita yang sudah kawin, dan pada umumnya semua pendaftaran utang-utang yang timbul dari perikatan-perikatan yang bersyarat, atau perikatan yang besarnya tidak tentu, sejauh pendaftaran itu sebagian atau seluruhnya mendapat urutan tingkat yang menguntungkan, tetap dipertahankan atas beban persil yang dijual, sampai ternyata setelah hapusnya perwalian itu, setelah bubarnya perkawinan itu, atau setelah perhitungan perikatan bersyarat itu atau perikatan yang tidak tentu itu, apakah para kreditur hipotek berhak atas harga pembelian itu dan sampai jumlah berapa hak mereka; semuanya tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 337, sejauh mengenai perwalian atau pengampuan. (KUHPerd. 335, 452, 1171, 1213, 1216 dst.)
1216. Pembeli tetap memegang uang pembeliannya sampai jumlah yang tetap membebani persil itu menurut pasal yang lalu; bila hal itu tidak ditentukan lain pada persyaratan lelang, maka ia wajib membayar bunga dari jumlah uang tersebut di atas kepada penjual atau orang-orang lain yang berhak menurut undang-undang sampai pada saat pembayaran terakhir harga pembelian itu. (KUHPerd. 1217.)
1217. Namun bila pembeli atau pengganti-penggantinya membiarkan atau menelantarkan persil itu sedemikian rupa, sehingga karena itu jaminan bagi orang-orang yang berhak menjadi berkurang atau hilang, maka orang-orang ini berhak menuntut di pengadilan, agar uang pembelian segera dilunasi dan disimpan, baik dalam pendaftaran-pendaftaran hipotek atas barang-barang tak bergerak lainnya, atau dalam pendaftaran-pendaftaran pada buku besar pinjaman nasional, ataupun dalam surat-surat utang atas beban Indonesia; segala sesuatu dalam hubungan yang sama dan ketentuan-ketentuan yang sama, seakan-akan uang pembelian itu tetap berada di tangan pembeli itu atau pengganti-penggantinya; semuanya tidak mengurangi penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu. Bila tuntutan untuk pelunasan segera seperti yang disebut dalam alinea yang lalu dikabulkan, maka hakim akan mengangkat juga seorang yang cakap, yang akan ditugaskan untuk menerima dan menyimpan uang pembelian itu. (KUHPerd. 1271.)
1218. Bila dalam hal tersebut dalam pasal 1215, dari hasil perhitungan ternyata, bahwa orang yang untuk kepentingannya telah dilakukan pendaftaran tidak mempunyai tagihan apa pun, atau tagihannya kurang daripada jumlah semula yang didaftarkan, maka perikatan dibatalkan, dan uang pembelian yang belum dilunasi harus dibayar, baik untuk kepentingan para kreditur hipotek yang pendaftarannya seluruhnya atau sebagian tidak mendapat urutan tingkat yang menguntungkan, dengan memperhatikan tingkat penempatannya, atau untuk kepentingan pemilik semula persil itu, atau untuk kepentingan orang-orang lain yang berhak. (KUHPerd. 409 dst.)
1219. Bila dalam pendaftaran-pendaftaran tersebut pada pasal 1215 ada pembukuan yang menyusul, yang seluruhnya atau sebagian tidak mendapat urutan tingkat yang menguntungkan, dan dengan demikian harus dicoret, maka pada putusan pengaturan urutan tingkat, hakim harus memerintahkan, supaya juru simpan hipotek, karena jabatan, di samping pencoretan, mencatat dalam daftar-daftar bahwa para kreditur tetap mempunyai hak mereka atas apa yang masih tersisa pada hasil perhitungan uang pembelian yang belum dibayar. (KUHPerd. 1186 dst., 1225.)
1220. Dalam hal penjualan barang sebagai pelaksanaan putusan hakim atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, jika sebidang persil, di mana terdapat berbagai barang tak bergerak, yang di antaranya satu buah atau lebih tidak dibebani, sedangkan yang lainnya dibebani dengan hipotek, seluruhnya dijual untuk satu harga, maka harga dari masing-masing barang tak bergerak itu akan ditentukan hakim setelah mendengar para ahli, demi kepentingan para kreditur yang terdaftar atas masing-masing barang tak bergerak, menurut perbandingan terhadap harga pembelian seluruhnya. (Rv. 499.)
Bagian 6
Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab mereka, dan hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat
1221. Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek adalah: a. sejauh barang-barang itu terletak dalam karesidenan tempat kedudukan suatu pengadilan negeri, panitera pengadilan negeri itu; b. sejauh barang-barang itu terletak di tempat lain, sekretaris-sekretaris karesidenan, atau pegawai-pegawai lain yang ditunjuk oleh pemerintah. (Overschr. 1, 1a; S. 1936-153.) Dalam tiap-tiap karesidenan ada penyimpanan, yang batas-batasnya ditentukan oleh batas-batas karesidenan itu, dan dinamakan lingkungan penyimpanan. Namun jika keadaan setempat mengizinkan, pemerintah berwenang untuk menempatkan lebih dari satu karesidenan, baik seluruhnya maupun sebagian, di dalam satu lingkungan penyimpanan. (S. 1925-497, 643.)
1222. Tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban yang diperintahkan dalam bab ini kepada para juru simpan hipotek, mereka ini juga wajib memelihara daftar-daftar dan catatan-catatan yang diperintahkan dengan ketentuan-ketentuan undang-undang, mengenai pengumuman akta-akta peralihan hak milik, akta-akta peletakan hak-hak kebendaan, dan akta-akta pemisahan harta-benda. (Ov. 24 dst.; KUHPerd. 1231.)
1223. Para juru simpan hipotek tidak diperkenankan melakukan pekerjaan- pekerjaan mereka selain di tempat yang ditunjuk oleh pemerintah bagi mereka untuk tujuan itu. Daftar-daftar dan surat-surat lain kepunyaan kantor penyimpanan itu tidak boleh dipindahkan tanpa perintah hakim.
1224. Para juru simpan hipotek wajib memberi kesempatan kepada siapa pun yang berkehendak melihat daftar-daftar mereka serta akta-akta yang didaftar untuk pengumuman, dan wajib menyerahkan salinan akta-akta itu, demikian pula pendaftaran-pendaftaran dan catatan-catatan yang ada, atau surat pernyataan tentang tiadanya akta, pembukuan atau catatan itu. (Ov. 38; KUHPerd. 1210 dst., 1219, 1225, 1227.)
1225. Mereka bertanggungjawab atas kerugian-kerugian yang timbul: 1?. karena kelalaian mereka dalam menyimpan surat-surat yang disampaikan kepada mereka dan dalam melakukan pembukuan dan pendaftaran pada waktunya dan secara cermat sebagaimana dituntut dari mereka; (KUHPerd. 1230.) 2?. karena kelalaian untuk menyebutkan satu pendaftaran atau lebih yang ada dalam surat-surat pernyataan mereka, kecuali bila dalam hal yang terakhir ini kesalahan itu timbul dari keterangan yang kurang sempurna, yang tidak dapat dianggap sebagai kesalahan mereka; (KUHPerd. 1230.) 3?. dari pencoretan-pencoretan yang dilakukan tanpa penyerahan surat-surat tersebut dalam pasal 1196 kepada mereka. (KUHPerd. 1108, 1181, 1188, 1203, 1219, 1228 dst.)
1226. Jika juru simpan lalai menyebutkan dalam surat pernyataan satu beban atau lebih yang didaftar atas suatu barang tak bergerak, maka barang ini tidak dibebaskan dari beban-beban itu; hal ini tidak mengurangi tanggung jawab juru simpan itu terhadap orang yang menghendaki surat pernyataan yang memuat kesalahan itu, dan tidak mengurangi hak juru simpan untuk menuntut para kreditur yang telah menerima pembayaran yang tidak diwajibkan. (KUHPerd. 1360, 1365 dst.)
1227. Tanpa mengurangi apa yang ditentukan dalam pasal 619, para juru simpan hipotek sekali-kali tidak boleh menolak atau memperlambat pendaftaran akta pengalihan hak milik, pendaftaran hak-hak hipotek, pemberian kesempatan untuk melihat surat-surat yang disampaikan kepada mereka dan daftar-daftar mereka, atau pemberian surat-surat pernyataan yang diminta, dengan ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga, kepada pihak-pihak bersangkutan; untuk tujuan itu, atas permohonan mereka yang menghendaki, oleh notaris atau juru sita dengan dua orang saksi akan dibuat laporan tentang penolakan atau kelambatan juru simpan. (Ov. 38; KUHPerd. 616, 1179, 1224.)
1228. Para juru simpan bertanggung jawab terhadap masyarakat umum atas perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan penyimpanan itu, yang dilakukan oleh mereka yang mewakili para juru simpan dalam pelaksanaan tugas jabatan, tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut penggantian dari pegawai-pegawai yang mewakili mereka itu. (KUHPerd. 1225, 1366.)
1229. Para juru simpan, atas biaya mereka, harus mengadakan jaminan untuk menambah kepastian bagi umum, memberikan suatu penanggungan utang, yang besarnya dan cara mengadakannya diatur oleh pemerintah. (S. 1907-510.)
1230. Lamanya waktu pertanggungjawaban yang dibebankan kepada para juru simpan hipotek dalam pasal 1225, ditentukan sepuluh tahun: untuk kelalaian-kelalaian termaksud pada nomor 1? dan 3? pasal itu, terhitung dari hari diajukannya permohonan formalitas-formalitas menurut undang-undang oleh mereka yang berkepentingan, dan untuk kelalaian-kelalaian termaksud pada nomor 2? pasal itu juga, terhitung dari hari diberikannya surat pernyataan yang bersangkutan.
1231. Bentuk daftar-daftar, cara pembukuan, pajak-pajak yang akan dipungut oleh negara, gaji para juru simpan, hukuman-hukuman disiplin, kewajiban-kewajiban lain yang dibebankan kepada pegawai-pegawai tersebut, dan apa saja yang disyaratkan untuk lengkapnya pelaksanaan peraturan tentang pengumuman peralihan hak milik dan hipotek, yang ditetapkan dengan ketentuan-ketentuan undang-undang, harus diatur oleh pemerintah, setelah meminta nasihat Mahkamah Agung. (Overschr.)
1232. Pengawasan atas para juru simpan hipotek ditugaskan kepada pengadilan negeri, di bawah pengawasan tertinggi Mahkamah Agung. Cara melaksanakan pengawasan ini juga harus diatur oleh pemerintah setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung. (Overschr. 42.)
Diperoleh dari "http://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-Undang_Hukum_Perdata/Buku_Kedua"
Kategori: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Tampilan
• Artikel
• Pembicaraan
• Sunting
• ↑
• Versi terdahulu
Peralatan pribadi
• Masuk log / buat akun
Navigasi
• Halaman Utama
• Perubahan terbaru
• Halaman sembarang
• Bantuan
• Donate
• Warung kopi
Pencarian
Kotak peralatan
• Pranala balik
• Perubahan terkait
• Pemuatan
• Halaman istimewa
• Versi cetak
• Pranala permanen
• Kutip artikel ini
• Hapus singgahan
• Kontributor halaman
• Subhalaman
• Halaman ini terakhir diubah pada 16:43, 9 Juni 2007.
• Seluruh teks tersedia sesuai dengan Lisensi Dokumentasi Bebas GNU
Wikipedia® adalah merek dagang terdaftar dari Wikimedia Foundation, Inc.
• Kebijakan privasi
• Perihal Wikisource
• Penyangkalan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar