02 Agustus, 2008

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007

LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 93, 2007

OTONOMI. PEMERINTAHAN. PEMERINTAH DAERAH. PROVINSI. Ibukota Negara. Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2007
TENTANG
PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai daerah otonom yang berkedudukan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan sehingga perlu diganti dan disempurnakan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Mengingat: 1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, selanjutnya disebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, adalah Gubernur dan perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, selanjutnya disebut DPRD Provinsi DKI Jakarta, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, selanjutnya disingkat Provinsi DKI Jakarta, adalah provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
8. Wakil Gubernur adalah Wakil Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta.
9. Deputi Gubernur, selanjutnya disebut deputi, adalah pejabat yang membantu Gubernur dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Provinsi DKI Jakarta yang karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Walikota/bupati adalah kepala pemerintahan kota administrasi/kabupaten administrasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagai perangkat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab kepada Gubernur.
11. Kota administrasi/kabupaten administrasi adalah wilayah kerja walikota/bupati yang terdiri atas kecamatan dan kelurahan.
12. Dewan kota/dewan kabupaten adalah lembaga musyawarah pada tingkat kota/kabupaten untuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dan peningkatan pelayanan masyarakat.
13. Lembaga musyawarah kelurahan adalah lembaga musyawarah pada tingkat kelurahan untuk menampung aspirasi serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
14. Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan Provinsi DKI Jakarta yang dibentuk oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta dengan persetujuan bersama Gubernur.
15. Peraturan Gubernur adalah peraturan yang ditetapkan oleh Gubernur untuk melaksanakan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan.
16. Kawasan khusus adalah kawasan di dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi tertentu pemerintahan dan penyelenggaraan negara yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.

BAB II
DASAR, KEDUDUKAN,
FUNGSI, DAN PERAN

Bagian Kesatu
Dasar

Pasal 2
Provinsi DKI Jakarta diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah dan pemilihan kepala daerah, kecuali hal-hal yang diatur tersendiri dalam Undang-Undang ini.

Bagian Kedua
Kedudukan

Pasal 3
Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bagian Ketiga
Fungsi

Pasal 4
Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.

Bagian Keempat
Peran

Pasal 5
Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.

BAB III
BATAS DAN PEMBAGIAN WILAYAH

Bagian Kesatu
Batas Wilayah

Pasal 6
(1) Provinsi DKI Ibukota Jakarta memiliki batas-batas:
a. sebelah utara dengan Laut Jawa;
b. sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat;
c. sebelah selatan dengan Kota Depok Provinsi Jawa Barat; dan
d. sebelah barat dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Provinsi Banten.
(2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Bagian Kedua
Pembagian Wilayah

Pasal 7
(1) Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi.
(2) Wilayah kota administrasi dan kabupaten administrasi dibagi dalam kecamatan.
(3) Wilayah kecamatan dibagi dalam kelurahan.

Pasal 8
(1) Pembentukan, pengubahan nama, batas, dan penghapusan kota administrasi/kabupaten administrasi ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
(2) Pembentukan, pengubahan nama, batas, dan penghapusan kecamatan ditetapkan dengan peraturan daerah.
(3) Pembentukan, pengubahan nama, batas, dan penghapusan kelurahan ditetapkan dengan keputusan Gubernur.

BAB IV
BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN

Bagian Kesatu
Bentuk Pemerintahan

Pasal 9
(1) Otonomi Provinsi DKI Jakarta diletakkan pada tingkat provinsi.
(2) Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan menurut asas otonomi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan, dan kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Susunan Pemerintahan

Pasal 10
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Pasal 11
(1) Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.
(2) Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.
(3) Penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan menurut persyaratan dan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 12
(1) DPRD Provinsi DKI Jakarta memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
(2) Tugas, wewenang, hak, dan kewajiban DPRD Provinsi DKI Jakarta adalah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) DPRD Provinsi DKI Jakarta memberikan pertimbangan terhadap calon walikota/bupati yang diajukan oleh Gubernur.
(4) Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.

Pasal 13
(1) Perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kota administrasi/kabupaten administrasi, kecamatan, dan kelurahan.
(2) Jumlah, bentuk, dan susunan jabatan perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah DKI Jakarta dapat mengusulkan kepada Pemerintah penambahan jumlah dinas, lembaga teknis provinsi serta dinas, dan/atau lembaga teknis daerah baru sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran keuangan daerah.

Pasal 14
(1) Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta yang diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam kedudukan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, dibantu oleh sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang deputi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah.
(2) Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur.
(4) Deputi bertanggung jawab kepada Gubernur.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas, fungsi, dan tanggung jawab deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan presiden.

Pasal 15
(1) Sekretariat daerah provinsi dipimpin oleh Sekretaris Daerah.
(2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada Gubernur.
(5) Sekretaris Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu Gubernur dalam menyusun kebijakan dan mengoordinasikan perangkat daerah.
(6) Sekretaris Daerah karena kedudukannya bertugas sebagai pembina pegawai negeri sipil di daerahnya.

Pasal 16
(1) Sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan terhadap DPRD.
(2) Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD.
(3) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(4) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD dan secara teknis administratif bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 17
(1) Dinas daerah adalah unsur pelaksana otonomi daerah.
(2) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Kepala dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Kepala dinas bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 18
(1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas Gubernur dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik dan berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum/rumah sakit khusus daerah (RSUD/RSKD) (2) Badan, kantor, atau RSUD/RSKD dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Kepala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Kepala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 19
(1) Kota administrasi/kabupaten administrasi dipimpin oleh walikota/bupati.
(2) Walikota/bupati diangkat oleh Gubernur atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI Jakarta dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Walikota/bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberhentikan oleh Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Walikota/bupati bertanggung jawab kepada Gubernur.
(5) Walikota/bupati dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang wakil walikota/wakil bupati.
(6) Wakil walikota/wakil bupati diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(7) Wakil walikota/wakil bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Wakil walikota/wakil bupati bertanggung jawab kepada walikota/bupati.

Pasal 20
(1) Perangkat pada tingkat kota administrasi/kabupaten administrasi terdiri atas sekretariat kota administrasi/sekretariat kabupaten administrasi, suku dinas, lembaga teknis lain, kecamatan, dan kelurahan.
(2) Sekretariat kota administrasi/sekretariat kabupaten administrasi dipimpin oleh sekretaris kota/sekretaris kabupaten.
(3) Sekretaris kota/sekretaris kabupaten diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(4) Sekretaris kota/sekretaris kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul walikota/bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Kepala suku dinas dan kepala lembaga teknis daerah pada tingkat kota/kabupaten diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(6) Kepala suku dinas dan kepala lembaga teknis daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul kepala dinas/kepala lembaga teknis daerah provinsi dengan pertimbangan walikota/bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Sekretaris kota/sekretaris kabupaten bertanggung jawab kepada walikota/bupati.

Pasal 21
(1) Kecamatan dipimpin oleh camat yang dibantu oleh seorang wakil camat.
(2) Camat dan wakil camat diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Camat dan wakil camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul walikota/bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Camat bertanggung jawab kepada walikota/bupati melalui sekretaris kota/sekretaris kabupaten.
(5) Wakil camat bertanggung jawab kepada camat.
(6) Sekretaris kecamatan diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(7) Sekretaris kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul walikota/bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Sekretaris kecamatan bertanggung jawab kepada camat.

Pasal 22
(1) Kelurahan dipimpin oleh lurah dibantu oleh seorang wakil lurah.
(2) Lurah dan wakil lurah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Lurah dan wakil lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh walikota/bupati berdasarkan pendelegasian wewenang Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Lurah bertanggung jawab kepada walikota/bupati melalui camat.
(5) Wakil lurah bertanggung jawab kepada lurah.
(6) Sekretaris kelurahan diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(7) Sekretaris kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diangkat dan diberhentikan oleh walikota/bupati berdasarkan pendelegasian wewenang Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Sekretaris kelurahan bertanggung jawab kepada lurah.

Pasal 23
(1) Susunan organisasi perangkat daerah provinsi dan kota administrasi/kabupaten administrasi ditetapkan dengan peraturan daerah dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(2) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah dan kota administrasi/kabupaten administrasi ditetapkan dengan peraturan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 24
(1) Untuk membantu walikota/bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan kota/kabupaten dibentuk dewan kota/dewan kabupaten.
(2) Anggota dewan kota/dewan kabupaten terdiri atas tokoh-tokoh yang mewakili masyarakat dengan komposisi satu kecamatan satu wakil.
(3) Anggota dewan kota/dewan kabupaten diusulkan oleh masyarakat dan disetujui oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk selanjutnya ditetapkan oleh Gubernur.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, jumlah, kedudukan, tata kerja dan tata cara pemilihan keanggotaan dewan kota/dewan kabupaten diatur dengan peraturan daerah.

Pasal 25
(1) Untuk membantu lurah dalam penyelenggaraan pemerintahan kelurahan dibentuk lembaga musyawarah kelurahan.
(2) Anggota lembaga musyawarah kelurahan dipilih secara demokratis pada tingkat rukun warga dan selanjutnya ditetapkan oleh walikota/bupati melalui camat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, kedudukan, tata kerja, dan keanggotaan lembaga musyawarah kelurahan diatur dengan peraturan daerah.

BAB V
KEWENANGAN DAN URUSAN PEMERINTAH PROVINSI

Pasal 26
(1) Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom mencakup seluruh urusan pemerintahan kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, agama, serta bagian-bagian dari urusan pemerintahan lain yang menjadi wewenang Pemerintah sebagaimana diatur dalam perundang-undangan, dan urusan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Pemerintah kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan asas dekonsentrasi.
(3) Urusan pemerintahan yang ditugaskan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan asas tugas pembantuan.
(4) Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang ini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang:
a. tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup;
b. pengendalian penduduk dan permukiman;
c. transportasi;
d. industri dan perdagangan; dan
e. pariwisata.
(5) Dalam melaksanakan kewenangan dan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Gubernur melakukan koordinasi dengan Pemerintah dan pemerintah daerah lain.
(6) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melestarikan dan mengembangkan budaya masyarakat Betawi serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lain yang ada di daerah Provinsi DKI Jakarta.
(7) Dalam penyelenggaraan kewenangan dan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
(8) Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(9) Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta mendelegasikan sebagian kewenangan dan urusan pemerintahan kepada pemerintah kota administrasi/kabupaten administrasi, kecamatan, dan kelurahan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
(10) Jenis kewenangan dan urusan yang didelegasikan, ruang lingkup, dan tata cara pendelegasiannya diatur dan ditetapkan dalam peraturan daerah.
(11) Jenis kewenangan yang didelegasikan dan ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sekurang-kurangnya sama dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Undang-Undang ini diundangkan.

BAB VI
KERJA SAMA

Pasal 27
(1) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Banten dengan mengikutsertakan pemerintah kota/kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan.
(2) Dalam rangka melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk badan kerja sama antardaerah.
(3) Ketentuan mengenai badan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan keputusan bersama.

Pasal 28
(1) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat melakukan kerja sama dengan pemerintah provinsi lain.
(2) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat melakukan kerja sama dengan kota di negara lain.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
TATA RUANG DAN KAWASAN KHUSUS

Bagian Kesatu
Tata Ruang

Pasal 29
(1) Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota Negara dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan dengan tata ruang provinsi yang berbatasan langsung.
(3) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang berbatasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil kerja sama secara terpadu dengan Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.
(4) Kerja sama secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencakup keterpaduan dalam proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian penataan ruang yang dimuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah setiap provinsi dengan memperhatikan kepentingan strategis nasional.
(5) Kerja sama terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan oleh menteri terkait;
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara kerja sama penyusunan tata ruang terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kedua
Kawasan Khusus

Pasal 30
(1) Pemerintah dapat membentuk dan/atau menetapkan kawasan khusus di wilayah Provinsi DKI Jakarta untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus di wilayahnya kepada Pemerintah.
(3) Kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola langsung oleh Pemerintah atau dapat dikelola bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atau didelegasikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah.

BAB VIII
PROTOKOLER

Pasal 31
Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
PENDANAAN

Pasal 32
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan daerah berlaku bagi Provinsi DKI Jakarta.

Pasal 33
(1) Pendanaan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dianggarkan dalam APBN.
(2) Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
(3) Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan anggaran yang diperuntukkan dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang pengalokasiannya melalui kementerian/lembaga terkait.
(4) Gubernur pada setiap akhir tahun anggaran wajib melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban keuangan yang terkait dengan kedudukan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada Pemerintah melalui menteri/kepala lembaga terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34
Ketentuan tentang jumlah anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini berlaku mulai Pemilihan Umum Tahun 2009.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3878) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 36
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau tidak diatur khusus dalam Undang-Undang ini.

Pasal 37
Peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 38
Seluruh peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang berkaitan dengan Provinsi DKI Jakarta harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 39
Gubernur, Wakil Gubernur, dan DPRD Provinsi DKI Jakarta yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini tetap melaksanakan tugas sampai berakhir masa tugasnya, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
No. 4744 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 93)

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2007
TENTANG
PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

I. UMUM

Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang. Selain itu, negara mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan istimewa sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai daerah otonom berhadapan dengan karakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain. Provinsi DKI Jakarta selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen.
Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar konstitusional kehadiran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kehadiran undang-undang dimaksud dalam penyelenggaraan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya atau yang tetap menjadi kewenangan Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.
Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada wilayah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi. Gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah, termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan di wilayahnya, koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah provinsi, dan koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi yuridis terhadap berbagai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta. Konsekuensi tersebut bukan hanya dari segi penyelenggaraan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom, kedudukan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, kedudukan perwakilan negara asing, dan kedudukan lembaga internasional lainnya, melainkan juga karakteristik permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta sudah tidak sesuai dengan karakteristik permasalahan Provinsi DKI Jakarta, perkembangan keadaan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta.
Di dalam Undang-Undang ini telah dilakukan berbagai pengubahan mendasar, strategis, relevan, dan signifikan. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sekaligus berfungsi sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi. Pengubahan inilah yang mendorong perlunya Gubernur Provinsi DKI Jakarta dibantu paling banyak oleh 4 (empat) orang deputi yang diberi kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta sebagai kepala pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota perlu memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat dan memperhatikan warga Jakarta yang multikultural. Oleh karena itu, Undang-Undang ini menetapkan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta harus memperoleh dukungan suara pemilih lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah perolehan suara yang sah untuk ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.
Di dalam Undang-Undang ini ditetapkan juga jumlah keanggotaan DPRD Provinsi DKI Jakarta paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta. Pengangkatan calon walikota/bupati diajukan oleh Gubernur untuk mendapat pertimbangan DPRD Provinsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, walikota/bupati bertanggung jawab kepada Gubernur. Hal inilah yang mendorong amanat normatif dalam Undang-Undang ini, yaitu bahwa pertimbangan DPRD Provinsi tersebut tidak mengikat Gubernur dalam menetapkan walikota/bupati.
Undang-Undang ini juga mengatur rencana tata ruang wilayah yang pada prinsipnya disesuaikan dengan rencana tata ruang nasional dan dikoordinasikan dengan provinsi yang berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta, yang dikoordinasikan oleh menteri terkait, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di dalam Undang-Undang ini diatur juga kawasan khusus. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada Pemerintah untuk selanjutnya dikelola bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atau didelegasikan pengelolaannya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Di dalam Undang-Undang ini terdapat pengubahan pendanaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam APBN. Pendanaan dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR berdasarkan usulan Provinsi DKI Jakarta. Pendanaan dimaksud merupakan anggaran yang diperuntukkan dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang pengalokasiannya melalui kementerian/lembaga terkait. Gubernur Provinsi DKI Jakarta pada setiap akhir tahun anggaran wajib melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban keuangan yang terkait dengan kedudukan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada Pemerintah melalui menteri/kepala lembaga terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Penyelenggaraan pemerintahan dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai tempat kedudukan lembaga pusat baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tempat kedudukan perwakilan negara asing, dan tempat kedudukan kantor perwakilan lembaga internasional.

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "peta" dalam ketentuan ini adalah peta dengan skala minimal 1:50.000 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Undang-Undang ini yang dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "lebih dari 50% (lima puluh persen)" adalah jumlah perolehan suara yang sah lebih dari 50% (lima puluh persen).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini diberikan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam tata tertib DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Ayat (4)
Jumlah ini ditentukan berdasarkan pertimbangan tidak adanya DPRD pada tingkat kota/kabupaten di wilayah Provinsi DKI Jakarta sehingga ketentuan proporsi jumlah penduduk dengan jumlah anggota DPRD Provinsi pada tiap provinsi tidak berlaku bagi DPRD Provinsi DKI Jakarta.

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "sesuai dengan kebutuhan" adalah kondisi beban kerja serta kompleksitas permasalahan sehingga dibutuhkan penambahan jumlah dinas dan/atau lembaga teknis provinsi serta dinas dan/atau lembaga teknis baru.
Yang dimaksud dengan "kemampuan anggaran keuangan daerah" adalah kondisi keuangan anggaran daerah di dalam APBD Provinsi DKI Jakarta sehingga tidak memberatkan sumber-sumber pendapatan yang ada.

Pasal 14
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 13 ayat (3).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lihat penjelasan pasal 12 ayat (3).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tokoh-tokoh yang mewakili masyarakat" adalah tokoh agama, tokoh cendekiawan, tokoh adat, tokoh pemuda, atau tokoh dalam bidang lain yang mempunyai integritas, wawasan, dan pengaruh dalam masyarakat pada wilayah kecamatan tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah hanya dalam lingkup wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud "menteri terkait" dalam ketentuan ini adalah menteri yang bidang tugasnya meliputi tata ruang dan menteri yang bidang tugasnya meliputi pembinaan dan pengawasan pemerintahan daerah.
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Cukup jelas

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37
Cukup jelas

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Cukup jelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar