Siapa yang mengira sampai saat ini sistem politik kita meninabobokan para calon pemain politiknya untuk tetap diam menelan kenyataan bahwa adanya larangan pemilihan calon perseorangan dan juga adanya kuota gender yang semakin nyata?!
dari berbagai kesimpulan berita yang saya unduh, tentang pemilihan calon perseorangan untuk pemilihan presiden dan calon presiden maka ada berita yang terkait:
-----------------------
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyambut gembira keikutsertaan calon perseorangan dalam proses demokrasi di daerah mulai tahun ini.
"Ini merupakan tonggak penting bagi peningkatan perluasan partisipasi politik masyarakat juga sekaligus merupakan tantangan bagi partai politik untuk menyiapkan kader-kadernya yang berkualitas untuk bersaing dengan calon perseorangan," ujar Presiden sebagaimana dikutip dari sebagian pidatonya di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah, di Jakarta, Jumat (22/8).
Menurut Presiden perluasan partisipasi politik ini diharapkan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas kepemimpinan pemerintahan di daerah.
"Namun demikian, walaupun kita semua antusias menyambut datangnya pemilu tahun depan, saya mengajak semua penyelenggara negara untuk tetap mengutamakan tugas penyelenggaraan negara karena ini merupakan wujud dari etika pemerintah yang perlu kita junjung tinggi demi menjamin kelancaran pelayanan masyarakat dan terpenuhinya kepetiingan rakyat," papar Presiden.
Ditambahkan, pada akhir tahun ini seluruh gubernur, bupati dan walikota di Indonesia akan sudah terpilih langsung oleh konstituennya melalui pemilihan langsung kepala daerah atau pilkada.
Selain akan mengubah peta politik di Indonesia juga mengubah dinamika politik nasional ke arah yang lebih akuntabel dan demokratis. Catatan Presiden sejak 1 Juni 2005 lalu hingga 20 Agustus 2008 telah dilaksanakan 414 pilkada.
-----------------------
diunduh dari : http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/22/08544043/calon.perseorangan.tonggak.penting.partisipasi.politik
-----------------------
--------------------------------------------------------------------------------
dari berbagai kesimpulan berita yang saya unduh, tentang kuota gender 30 persen maka ada berita yang terkait:
-----------------------
Desakan kuota keterwakilan perempuan di legislatif dan partai politik hingga 30 persen, menurut anggota Komisi VII DPR RI Khofifah Indar Parawansa, Kamis (29/11), jangan dilihat dengan kacamata seksual. Kuota itu juga bukan tuntutan melainkan kebutuhan untuk meningkatkan pendidikan dan kemajuan hidup perempuan di Indonesia yang sampai sekarang masih rendah.
Salah satu kebutuhan yang utama saat ini, lanjut Khofifah, adalah akses perempuan terhadap pelayanan kesehatan. “Salah satu contoh, setiap hari di Indonesia, ada 48 suami yang menjadi duda karena istrinya meninggal setelah melahirkan. Ini merupakan gambaran masih rendahnya akses perempuan untuk pelayanan kesehatan,” katanya menjelaskan saat dirinya menjadi panelis dalam Seminar Perempuan dalam Konstelasi Politik di Indonesia, di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, Purwokerto.
Hadir sebagai panelis lainnya dalam seminar itu adalah Dosen Sosiologi dan Antropologi Universitas Negeri Semarang Tri Marhaeni Pudji Astuti, dan Kepala Pusat Gender dan Anak Universitas Jenderal Soedirman Tri Wuryaningsih.
Itu pula sebabnya Khofifah menandaskan, kuota 30 persen untuk perempuan di legislatif jangan dilihat dengan pendekatan seksual, melain dengan pendekatan pemarataan pembangunan. “Kondisi perempuan di Indonesia sekarang ini tak ubahnya dengan daerah tertinggal yang membutuhkan keterwakilannya di tingkat pusat, agar terjadi pemerataan pembangunan,” ucapnya.
Sebaliknya pemenuhan kuota 30 persen itu, diakuinya, masih sulit dicapai di tingkat lokal. Pencapaian kuota itu di tingkat kabupaten hampir 0 persen, dan hanya 20 persen di tingkat provinsi. “Kuota 30 persen itu baru bisa tercapai di tingkat pusat. Tapi untuk di tingkat lokal, kuota itu masih sulit diterapkan secara merata,” katanya.
Salah satu penyebabnya, menurut Khofifah, adalah masih rendahnya mobilitas perempuan dalam partai politik, akibat beban domestik yang memberatkan. Karenanya dibutuhkan komitmen politik untuk mengatasinya. “Kita memang membutuhkan political commitment untuk mencapai kuota keterwakilan 30 persen untuk perempuan di legislatif. Karena selama ini hambatan utama perempuan adalah kultural dan struktural,” katanya.
--------------------
http://www2.kompas.com/ver1/Perempuan/0711/29/163807.htm
--------------------
Bagaimana tanggapan anda dalam melihat pil pahit ini para kaum muda hukum?!
nandeeeeees! nih gw isi comment.. tapi gw ga tau mau ngomentarin apa karena tulisan lo berat bener ya bok. hahahaha! main2 ke blog gw juga ya!
BalasHapus