Memori van Toelichting

Tidak semua karya disini itu saya salin, ada pula yang murni dari analisis pribadi, sehingga tidak memerlukan lagi catatan kaki ataupun daftar pustaka Sedangkan apabila anda tidak senang dengan blog ini karena mungkin anda merasa ada karya anda yang saya terbitkan tidak menyertakan sumber, saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya; semua semata-mata hanya kekhilafan, karena motivasi utama saya dalam membuat blog ini adalah "demi kemajuan bangsa Indonesia untuk lebih peka terhadap hukum sebagaimana yang dicita-citakan oleh Bung Karno". Serta yang terpenting ialah adagium, "Ignorantia iuris nocet" yang artinya Ketidaktahuan akan hukum, mencelakakan, semoga blog bermanfaat untuk semua orang untuk sadar hukum.

Disclaimer


Blog ini bukanlah blog ilmiah, dan Informasi yang tersedia di www.raja1987.blogspot.com tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum,
namun hanya memberikan gambaran umum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi.

------------------------------

nomor telepon : 0811 9 1111 57
surat elektronik : raja.saor@gmail.com
laman : www.rikifernandes.com

Perebutan Kewenangan antara Jaksa, Polisi, dan KPK dalam Melakukan Penyidikan Perkara Korupsi


Perebutan Kewenangan antara Jaksa, Polisi, dan KPK dalam Melakukan Penyidikan Perkara Korupsi

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasal 25 Undang-Udang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatakan bahwa:
”Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di sidang Pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain, guna menyelesaikan secepatnya.”
Maksudnya apabila terdapat 2 (dua) atu lebih perkara yang oleh undang-undang ditentukan untuk didahulukan, maka mengenai penentuan prioritas perkara tersebut diserahkan pada tiap lembaga yang berwenang di setiap proses peradilan.
Hukum acara yang digunakan oleh tindak pidana korupsi (Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999), baik di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 , kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Berlakunya ketentuan KUHAP termasuk untuk melaksanakan kewenangan penyidikan penyadapan (wiretapping).
Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengukmpulkan alat bukti , yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menentukan tersangkanya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 284 ayat (1) KUHAP, Penyidik untuk tindak pidana khusus sebagaimana tersebut pada undang –undang tertentu sampai ada perubahan atau dinyatakan tidak berlaku lagi, penyidiknya adalah Jaksa (Penuntut Umum).
Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang untuk:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tenpat kejadian;
3. Meyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tana pengenal dari tersangka;
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
8. Mendatangkan orang atau ahli yang diperlukan dalam hubungan dangan pemeriksaan perkara;
9. Mengadakan penghentian penyidikan;
10. Mengadakan tidakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam melakukan tugasnya tersebut Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Untuk itu penyidik membuat berita acara pelaksanaan tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 75 KUHAP, tentang:
1. Pemeriksaan tersangka;
2. Penangkapan;
3. Penahanan;
4. Penggeledahan;
5. Pemasukan rumah;
6. Penyitaan benda;
7. Pemeriksaan surat;
8. Pemeriksaan di tempat kejadian;
9. Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;
10. Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan KUHAP.
Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh Penyidik, juga ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut. Selanjutnya, setelah berkas perkara lengkap (P-21), Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum. Sesuai Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penyidik juga berhak untuk melakukan penyadapan (wiretapping). Penyerahan berkas dilakukan dalam 2 tahap, yaitu:
1. Tahap Pertama
Pada tahap pertama Penyidik hanya menyrahkan berkas perkara, selanjutnya Penuntut Umum menujuk Jaksa Peneliti untuk meneliti apakah berkas perkara sudah lengkap atau belum. Apabila dari hasil penelitiannya berkas belum lengkap, maka dikembalikan kepada Penyidik untuk dilengkapi (P-18), atau dapat juga berkas dikembalikan disertai petunjuk (P-19). Apabila berkas sudah lengkap (P-21), maka hal itu diberitahukan kepad Penyidik. Sementara tenggang waktu bagi Penuntut Umum untuk meneliti berkas itu maksimal 14 (empat belas) hari, artinya bila tengang waktu itu terlewati tanpa pemberitahuan atau pengembalian berkas, maka berkas perkara dianggap sudah sempurna.
2. Tahap Kedua
Penyerahan tahap kedua adalah penyerahan tanggung jawab atas kasus dan tersangka kepada Penuntut Umum oleh Penyidik. Dan sejak itu status Tersangka berubah menjadi Terdakwa.
Dalam praktek adakalanya suatu tindak pidana sulit pembuktiannya, misalnya mengenai tindak pidana korupsi di bidang perbankan, perpajakan, pasar modal, perdagangan dan industri, komoditi berjangka, atau di bidang moneter dan keuangan yang bersifat sektoral, dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih, atau dilaksanakan oleh Tersangka/ Terdakwa yang berstatus sebagai penyelenggara negara.

B. Pokok Permasalahan
1. Bagaimana penjelasan mengenai kewenangan jaksa, kewenangan polisi, serta kewenangan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penyidikan atas suatu perkara tindak pidana?
2. Mengapa kemudian terjadi perebutan kewenangan antara jaksa dan polisi dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi?
3. Bagaimanakah upaya lembaga kejaksaan, kepolisian, dan KPK dalam memperbaiki sistem hukum agar di kemudian hari tidak perlu terjadi perebutan kewenangan?

II. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Penelitian ini mengkaji kewenangan antara kepolisian, kejaksaan, dan KPK dalam melakukan penyidikan perkara tindak pidana korupsi.
Tujuan Khusus
1. Menjelaskan mengenai kewenangan jaksa, kewenangan polisi, serta kewenangan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penyidikan atas suatu perkara tindak pidana.
2. Menjelaskan bahwa kemudian terjadi perebutan kewenangan antara jaksa dan polisi dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.
3. Menjelaskan upaya lembaga kejaksaan, kepolisian, dan KPK dalam memperbaiki sistem hukum agar di kemudian hari tidak perlu terjadi perebutan kewenangan.

III. TINJAUAN PUSTAKA
1. Judul : Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pengarang : Darwan Prints, S.H.
Penerbit : PT. Citra Aditya Bakti
Tahun Terbit : 2004
Ulasan :
Dalam buku ini akan dipelajari dan dipahami lebih lanjut tentang tindak pidana korupsi. Isi buku ini tersusun dalam beberapa bab yang mencakup pengetahuan dasar mengenai korupsi serta pengaturan hukum tentang korupsi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Topik-topik yang dibahas di sini antara lain:
- Pengertian korupsi dan asas-asas undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi;
- Hukum acara tindak pidana korupsi dalam tingkat penyidikan;
- Tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK);
- Penegakan hukum perkara korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dengan adanya pengaturan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini, dapat diketahui mengenai perkara korupsi yang menjadi pembahasan ini serta kewenangan-kewenangan dalam melakukan penyidikan, sehingga pada gilirannya dapat diketahui siapa yang seharusnya berwenang menangani perkara korupsi.
2. Judul : Pembahasan dan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan
Pengarang : M. Yahya Harahap, S.H.
Penerbit : Sinar Grafika
Tahun Terbit : 2005
Ulasan :
Dalam buku ini akan dipelajari dan dipahami lebih lanjut tentang hukum acara dalam tahap penyidikan yang diatur dalam KUHAP. Isi buku ini tersusun dalam beberapa bab yang mencakup pengetahuan hukum acara pidana serta pengaturan hukum tentang hukum acara di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Topik-topik yang dibahas di sini antara lain:
- pejabat penyidik yang berwenang melakukan penyidikan atas suatu tindak pidana;
- kewenangan-kewenangan dalam melakukan penyidikan tindak pidana;
- Tugas dan wewenang penyidik yang disebutkan dalam KUHAP;
- Penegakan hukum tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik yang diatur dalam KUHAP.
Dengan adanya pengaturan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dapat diketahui mengenai perkara tindak pidana yang menjadi pembahasan ini serta kewenangan-kewenangan dalam melakukan penyidikan, sehingga pada gilirannya dapat diketahui siapa yang seharusnya berwenang menangani perkara tindak pidana.
3. Judul :Hukum Acara Pidana Indonesia
Pengarang : Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H.
Penerbit : Sinar Grafika
Tahun Terbit : 2005
Ulasan :
Dalam buku ini akan dipelajari dan dipahami lebih lanjut tentang hukum acara yang menyangkut tahap penyidikan. Isi buku ini tersusun dalam beberapa bab yang mencakup pengetahuan hukum acara pidana serta pengaturan hukum tentang hukum acara di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Topik-topik yang dibahas di sini antara lain:
- bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan;
- kemungkinan-kemungkinan untuk dapat diketahui suatu tindak pidana;
- Tugas dan wewenang penyidik dalam tahap penyidikan;
Dengan adanya pengaturan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dapat diketahui mengenai tugas dan wewenang penyidik dalam perkara tindak pidana yang menjadi pembahasan ini, sehingga pada gilirannya dapat dipahami mengenai kewenangan apa saja yang ada dalam melakukan penyidikan atas suatu tindak pidana.




0 komentar: