Memori van Toelichting

Tidak semua karya disini itu saya salin, ada pula yang murni dari analisis pribadi, sehingga tidak memerlukan lagi catatan kaki ataupun daftar pustaka Sedangkan apabila anda tidak senang dengan blog ini karena mungkin anda merasa ada karya anda yang saya terbitkan tidak menyertakan sumber, saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya; semua semata-mata hanya kekhilafan, karena motivasi utama saya dalam membuat blog ini adalah "demi kemajuan bangsa Indonesia untuk lebih peka terhadap hukum sebagaimana yang dicita-citakan oleh Bung Karno". Serta yang terpenting ialah adagium, "Ignorantia iuris nocet" yang artinya Ketidaktahuan akan hukum, mencelakakan, semoga blog bermanfaat untuk semua orang untuk sadar hukum.

Disclaimer


Blog ini bukanlah blog ilmiah, dan Informasi yang tersedia di www.raja1987.blogspot.com tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum,
namun hanya memberikan gambaran umum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi.

------------------------------

nomor telepon : 0811 9 1111 57
surat elektronik : raja.saor@gmail.com
laman : www.rikifernandes.com

Delik Aduan atau klachdelict sebagai alasan gugurnya hak menuntut pidana



Secara sistematik yang dimaksud dengan Delik Aduan/klachdelict
 merupakan pembatasan inisiatif jaksa untuk melakukan penuntutan
 ada atautidaknya tuntutan terhadap delik ini tergantung persetujuan dari yang dirugikan/korban/orang yang ditentukan oleh undang-undang.
delik ini membicarakan mengenai kepentingan korban

Klachdelict/perlindungan korban
 pertimbangan dimana dalam beberapa hal tertentu kepentingan bagi yang dirugikan lebih besar dari kepentingan negara untuk menuntut (van Hazewinkel, Suringa, Van Hattum, Pompe)
berubahnya pemikiran mengenai delik aduankepentingan publik lebih besar dari kepentingan pribadi maka tidak perlu adanya pengaduan untuk melakukan penuntutan, contoh: pembunuhan, pencurian.


Wetboek Van Strafvanderingkeharusan adanya aduan menjadi syarat supaya dituntut
Pasal 22: Perzinahan, penghinaan, penggelapan hanya dapat diusut/disidik/dituntut sesudah diterimanya/berdasarkan aduan dari pihak yang dirugikan.

Delik aduan hendaknya dicantumkan dalam KUHAP dan bukan KUHP karena membahas hukum secara formil (tata cara pelaksanaan hukum materiil)
Pendapat Utrecht: klacdelict hanya melarang penuntutan (vervolging) dan tidak melarang pengusutan (opsporing) oleh polisi guna menjaga keamanan barang bukti ketika diadakan pengaduan dari pihak yang berhak.
Pendapat Wiryono: Polisi tidak bisa melakukan pengusutan tanpa adanya pengaduan karena pekerjaan polisi akan sia-sia saja bila tidak ada pengaduan yang datang dari pihak yang berhak.

Klachdelict vs Asas Oportunitas
Bisakah jaksa memanfaatkan asas oportunitas ketika ada delik aduan?
Bisa, dengan alasan kepentingan umum dirugikan apabila jaksa melakukan penuntutan berdasarkan pengaduan dari pihak yang berhak. Contoh: pasal 319. Contoh kasus: ketika menteri kesehatan menyatakan waspada flu burung (terlepas dari benar tidaknya isu tersebut), pihak peternak yang merasa dirugikan dengan pengumuman itu (karena mengakibatkan pendapatannya berkurang) dapat ditolak pengaduannya oleh jaksa dengan alasan untuk menjaga kepercayaan rakyat terhadap menteri kesehatan.

Delik aduan
absolut: pasal 284,287,293, 319,322,332
relatif: 367, 370, 394

Delik aduan relatif: hanya keadaan tertentu saja suatu delik menjadi delik aduan
Alasan delik aduan relatif:
- susila (kepatutan)
Contoh: anak mencuri uang ortu
- materiil (hukum)
Implikasi hukum dalam delik aduan relatif, contoh: istri/suami mencuri uang pasangan, maka dalam hubungannya dengan UU no 1/1974, kecuali diperjanjikan maka tidak dapat dituntut (perjanjian pemisahan harta kekayaan)
Delik aduan relatif biasanya berhubungan dengan delik harta kekayaan

Untuk delik yang absolut, penuntutan tidak dapat dipecah (onsplitbaar) splitting tidak dapat dilakukan. Contoh:
- delik perzinahan tidak dapat diajukan hanya terhadap dader/mededader saja, melainkan harus keduanya
- penadahan

Dalam UU PKDRT, yang bisa diadukan adalah kekerasan seksual dan fisik. Yang berhak mengadukan ialah:
- istri/suami
- keturunan dengan garis lurus ke atas atau menyimpang sampai derajat ketiga
- untuk anak di bawah umur oleh wali/wali pengawasnya

Pasal 72: yang berhak mengadukan ialah:
- korban secara langsung
- untuk anak yang belum cukup umur, orang tua kandung, angkat, dan wali

Jangka waktu pengaduan sejak korban mengetahui:
- dalam waktu maksimal 6 bulan bila terjadi di dalam negeri
- dalam waktu maksimal 9 bulan bila terjadi di luar negeri

Pasal 74: Jangka waktu pencabutan aduan: 3 bulan sejak diadukan
selama jangka waktu tersebut, pengaduan dapat dicabut dan diadukan kembali
 pencabutan dan pengaduan dapat dilakukan berkali-kali hanya dalam jangka waktu 3 bulan sejak diadukan pertama kalinya oleh pihak korban
Pada prinsipnya aduan yang sudah dicabut tidak dapat diajukan lagi (mengingat adanya jangka waktu pencabutan dan pengaduan kembali adalah singkat, yaitu 3 bulan sejak pengaduan pertama kali dilakukan)



0 komentar: