Memori van Toelichting

Tidak semua karya disini itu saya salin, ada pula yang murni dari analisis pribadi, sehingga tidak memerlukan lagi catatan kaki ataupun daftar pustaka Sedangkan apabila anda tidak senang dengan blog ini karena mungkin anda merasa ada karya anda yang saya terbitkan tidak menyertakan sumber, saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya; semua semata-mata hanya kekhilafan, karena motivasi utama saya dalam membuat blog ini adalah "demi kemajuan bangsa Indonesia untuk lebih peka terhadap hukum sebagaimana yang dicita-citakan oleh Bung Karno". Serta yang terpenting ialah adagium, "Ignorantia iuris nocet" yang artinya Ketidaktahuan akan hukum, mencelakakan, semoga blog bermanfaat untuk semua orang untuk sadar hukum.

Disclaimer


Blog ini bukanlah blog ilmiah, dan Informasi yang tersedia di www.raja1987.blogspot.com tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum,
namun hanya memberikan gambaran umum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi.

------------------------------

nomor telepon : 0811 9 1111 57
surat elektronik : raja.saor@gmail.com
laman : www.rikifernandes.com

Alasan Penundaan Pengesahan RUU Pornografi

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menunda pengesahan RUU tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP) dari rencana tanggal 23 September 2008 mengingat masih perlu sosialisasi di masyarakat.

Sebelumnya Forum Cendekia Muslimah Peduli Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (FCMP-ICMI) mendesak DPR RI segera mensahkan RUU APP, tidak boleh ditunda-tunda lagi supaya pihak-pihak yang selama ini menyebarkan materi pornografi dapat segera dijerat dengan hukum.

Sementara itu puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Sulawesi Selatan (Sulsel), di Makassar, sempat melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD setempat.

Mereka mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung dalam merealisasikan RUU APP.

Pornografi hanya akan menjadikan manusia tidak jauh bedanya dengan binatang yang telanjang tanpa rasa malu, terutama perempuan hanya dijadikan sebagai komoditi dan barang rongsokan yang bebas diperjualbelikan.

"Hal itu juga tidak jauh beda dengan kacang rebus dan rombengan yang dieksploitasi di sana-sini hanya untuk kepentingan komersial segelintir orang," kata Ketua Aliansi Generasi Anti Pornografi (AGAP) Nusa Tenggara Barat (NTB), Rafi`i ketika berdemo di DPRD NTB di Mataram.

Kedatangan AGAP NTB ke gedung DPRD NTB bersama sekitar 150 anggota untuk mendesak DPRD NTB agar ikut mendukung disahkannya RUU Anti Pornografi menjadi UU Anti Pornografi.

Ada dua fraksi di DPRD NTB yang menolak UU Anti Pornografi, yakni F Partai Amanat Nasional (PAN) dan F PDIP dan meminta kedua fraksi tersebut ikut mendukung.


Dikatakannya, hal itu jelas akan merendahkan derajat manusia khususnya perempuan sebagai makhluk yang mulia, untuk itu sebagai manusia terhormat yang lahir dari rahim perempuan yang mulia sudah selayaknya mendukung UU APP.

Pornografi adalah bentuk penjajahan, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan sebagaimana amanat konstitusi.

Menurut Rafi`i, berbagai macam bencana melanda negeri tercinta dan berbagai predikat bencana pesimis bermunculan setelah beberapa waktu lalu Indonesia tercatat sebagai negara terkorup se-Asia.

Saat ini ratusan situs pornografi, majalah bahkan komik pornografi untuk anak-anak dengan segala bentuknya bebas diakses oleh generasi pemuda, sehingga tidak heran miliaran uang yang beredar hanya untuk mengonsumsi produk haram itu.

"Belum lagi bicara tingkat aborsi yang sangat menyakitkan kaum perempuan, kasus pelecehan seksual, pemerkosaan dan prostitusi yang sebagian besar disebabkan oleh pornografi," katanya.

Anggota AGAP yang berjumlah sekitar 150 orang sebelumnya berkeinginan menggeledah ruangan anggota dewan terutama fraksi yang menolak UU APP, karena kemungkinan mereka banyak menyimpan foto, kaset dan film porno. Namun keinginan para mahasiswa tersebut dicegah oleh sejumlah polisi yang berjaga didepan pintu gedung DPRD NTB.


Ditentang


Keadaan berbeda dengan di Sulawesi Utara (Sulut) terkait dengan RUU APP ini. DPRD setempat sempat dua kali `diserbu` massa dari Forum Bersama (Forbes) Guru-Guru Kristen dan Persatuan Artis Sulut. Mereka dengan tegas menolak RUU APP.

Massa pertama terdiri dari Forbes Guru-Guru Kristen se Sulut menentang upaya DPR RI `menggolkan` RUU Pornografi dan Pornoaksi yang dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Kata Pdt Lucky Rumopa, "Jika RUU pornografi dan Pornoaksi terus dipaksakan menjadi UU, akan menimbulkan disintegrasi bangsa, karena sebagian besar daerah-daerah di Indonesia menolak.

Massa Forbes Guru-Guru Kristen yang sebagian besar didominasi ibu-ibu, menilai DPR RI sudah tidak memiliki pekerjaan mendasar bagi kepentingan bangsa dan negara, dan sengaja mengangkat pornografi dan pornoaksi sebagai objek mencederai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila.

Warga Sulut akan menolak pemberlakuan aturan tersebut, bila DPR RI memaksakan kehendak mau mensahkan RUU itu menjadi UU, katanya.

Sementara itu, pada aksi kedua didominasi artis-artis Sulut, menyatakan penolakan RUU Pornografi dibahas lebih lanjut menjadi UU, sekaligus meminta kepada DPR RI untuk konsentrasi atas penyelesaian pengentasan kemiskinan dan pengangguran di daerah.

Masih banyak kasus-kasus sosial yang belum tuntas untuk bangsa Indonesia, termasuk pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), sehingga tidak perlu mengurusi masalah pornografi, kata salah satu artis lokal Sulut, Astrid "Daraminang" Simboh, mewakili puluhan artis lainnya.

Menurutnya, para artis akan kehilangan pekerjaan sebagai penyanyi dan pelawak, bila RUU itu menjadi UU, maka perlu ditolak.

Masih terkait dengan RUU APP ini, ratusan orang yang tergabung dalam Komponen Rakyat Bali (KRB), benjanji akan menggelar "pesta" telanjang bila RUU Pornografi dan Pornoaksi diundangkan di negeri ini.

"Bila RUU tersebut diundangkan, kami akan menggelar karya seni instalasi yang antara lain diselipi dengan adegan telanjang di Lapangan Niti Mandala Renon Denpasar," kata Koordinator KRB Drs IG Ngurah Harta.

Di tengah-tengah aksi unjukrasa menolak UU Pornografi dan Pornoaksi yang diikuti sekitar 750 anggota KRB, Ngurah Harta menyebutkan, "pesta" telanjang yang digelar tersebut akan dikemas ke dalam karya seni instalasi.

Masalahnya, dalam RUU tersebut, hanya karya seni, budaya dan prosesi ritual saja yang diperkenankan untuk diwarnai dengan berbau porno, ucapnya.

"Pasal 14 RUU tersebut secara jelas menyiratkan itu. Karenanya, kami akan berlaku porno atas nama seni budaya," ujar seniman yang kerap ambil bagian dalam menyutradarai sejumlah sinetron yang ditayangkan TV lokal.

Ngurah Harta yang juga pinisepuh perguruan seni bela diri Sandi Murthi itu mengatakan, bila berkaca pada pasal 14 RUU Pornoaksi tersebut yang kini kembali dicuatkan di tingkat dewan, maka seluruh pasal lainnya akan tidak mempunyai makna apa-apa.

Senada dengan Ngurah Harta, Gede Sugilanus, budayawan asal Bali, menyebutkan pasal-pasal yang lain akan mati jika semua pihak memanfaatkan pasal 14 dalam aktivitas yang konon berbau porno di masyarakat.

Selain ada pasal "pembunuh", RUU Pornografi juga sarat dengan muatan yang dapat mengancam disintegrasi bangsa, karena aturan yang ada sangat tidak menghargai kebinekaan.

Mengingat itu, Sugilanus yang juga anggota Asosiasi Pemantau Anggota Dewan mengharapkan pemerintah dapat membatalkan RUU yang kini juga mendapat penolakan dari berbagai komponen masyarakat di sejumlah daerah.

"Jika pemerintah tetap memaksakan RUU tersebut untuk diundangkan, tidak akan membawa dampak yang menguntungkan selain sebaliknya, sangat merugikan," katanya.

Aksi demo ratusan anggota KRB tersebut, sempat diwarnai dengan aksi "penculikan" terhadap anggota dewan.

Ketua DPRD Bali IB Wesnawa dan wakilnya IG Adi Putra, serta merta dijemput pengunjuk rasa untuk bersama-sama turun ke jalan, menyerukan penolakan diberlakukannya UU Pornografi.

Dijemput di ruang kerjanya di gedung dewan di Denpasar, kedua wakil rakyat itu tidak keberatan digiring massa menaiki mobil bak terbuka yang dilengkapi aneka spanduk, bendera dan alat pengeras suara.

Turun ke jalan raya bersama ratusan demonstran, ketua dewan dan wakilnya tampak ikut meneriakkan yel-yel menolak RUU Pornografi untuk diundangkan.

Sementara itu ratusan orang yang tergabung dalam Komponen Rakyat Bali (KRB), akan mengirim tim kecil ke Jakarta untuk bertemu dengan puluhan komponen lain terkait penolakan atas RUU Pornografi.

Dalam pertemuan dengan komponen lain yang berasal dari berbagai kalangan di tanah air, KRB akan melakukan uji publik atas RUU yang kembali dicuatkan di tingkat dewan, setelah beberapa tahun tenggelam, kata Koordinator KRB Drs IG Ngurah Harta, di Denpasar, Rabu.

Ia menyebutkan, dengan uji publik akan diperoleh gambaran tentang sejauh mana masyarakat Indonesia menerima atau sebaliknya menolak RUU tersebut untuk diundangkan.

Gambaran yang jelas diperoleh pada pertemuan yang akan digelar hari Kamis (25/9) di Hotel Millenium Jakarta. Hasil pertemuan ini akan dipakai sebagai dasar yang lebih kuat untuk menolak diundangkannya RUU yang dinilai tidak menghormati keberagaman itu, kata Ngurah Harta.

"Tim kecil KRB pada pertemuan tersebut akan mempresentasikan aspirasi rakyat Bali yang secara tegas menolak RUU itu diundangkan," ujar seniman yang kerap ambil bagian dalam menyutradarai sejumlah sinetron yang ditayangkan TV lokal.

Ngurah Harta yang juga pinisepuh perguruan seni bela diri Sandi Murthi, akan memimpin langsung tim kecil ke Jakarta yang keanggotaannya terdiri atas budayawan dan seniman, ahli hukum serta politikus.

Penolakan rakyat Bali atas RUU Pornografi, kali ini untuk yang kedua kalinya setelah pada awal 2006 secara gencar dilakukan hal serupa hingga kemudian gaung RUU tersebut menjadi tenggelam sebelum kini dicoba diungkit kembali.


Perlu ditanggapi
Mengomentari sikap pro-kontra atas RUU APP tersebut, Ketua Komisi II DPR RI, EE Mangindaan mengatakan, aksi sejumlah masyarakat masih dalam taraf wajar dan harus dihormati.

Selagi aksi penolakan RUU berjalan baik dan aman, harus dihormati, karena tidak ada aturan melarang orang mengeluarkan pendapat, kata Mangindaan, disela-sela HUT ke-44 Propinsi Sulawesi Utara (Sulut) di Manado.

Penolakan RUU Pornografi dan Pornoaksi yang disampaikan masyarakat, akan ditampung DPR RI untuk ditindaklanjuti, karena semua pendapat harus didengar, terutama yang datang dari daerah-daerah.

Mantan Gubernur Sulut itu, mengatakan, pihak Fraksi Partai Demokrat di DPR RI, belum mengambil keputusan resmi mendukung atau menolak RUU tersebut, karena harus menunggu pertimbangan dan kajian lagi.

Masukan masyarakat sangat penting untuk didengar terkait RUU Pornografi dan Pornoaksi, sehingga tidak menimbulkan persoalan, katanya.

Mangindaan secara pribadi menilai RUU Pornografi belum tepat untuk disahkan, terutama mewakili warga Sulut sebagai daerah representatif dirinya ke DPR RI, tidak layak diberlakukan.

Provinsi Sulut sangat berbeda karakter dan adat istiadat dengan daerah lainnya, sehingga perlu ada pertimbangan matang, katanya memberi alasan.

Anggota Pansus RUU Pornografi DPR RI dari Fraksi Partai Bulan Bintang, Ali Mochtar Ngabalin, menyatakan, seluruh elemen masyarakat masih bisa memberikan masukan, kritik, dan saran, terhadap pasal-pasal krusial dalam RUU Pornografi, sebelum disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR RI pada 14 Oktober mendatang.

"Waktu yang ada ini cukup panjang. Pansus membuka peluang kepada semua elemen masyarakat untuk mengkritisi, memberi masukan, mengusulkan poin-poin yang masih krusial. Kami dengan senang hati menerimanya secara terbuka," katanya di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, anggota Pansus RUU Pornografi (dulu bernama RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi-red) merupakan manusia biasa yang punya keterbatasan, sehingga mungkin saja ada ada hal-hal yang luput dari perhatian.

Untuk itu, katanya, Pansus membuka diri untuk mendiskusikan, karena semakin banyak masukan dari masyarakat, akan lebih baik.

"Hanya saja, jangan ada pihak-pihak yang `bermain` dan mengambil keuntungan dengan mendiskreditkan satu golongan atau menuduh bahwa RUU Pornografi merupakan `Hadiah Lebaran` untuk kepentingan umat Islam. RUU ini untuk kepentingan seluruh anak bangsa," tegasnya.

Menanggapi masih adanya protes dan penolakan terhadap RUU Pornografi seperti yang dilakukan sebagian masyarakat di Bali, Ali Mochtar mengatakan, sampai saat ini pihaknya tidak mengerti tentang apa yang menjadi alasannya, karena Pansus RUU Pornografi sudah sering menjelaskan soal substansi RUU Pornografi.

"Bahkan, hampir tidak ada lagi masalah-masalah yang belum dibahas di Tim Teknis RUU Pornografi," katanya.

Ia mencontohkan, di pasal 14 RUU Pornografi menyangkut kepentingan yang memiliki nilai seni, budaya, dan adat istiadat, kita bahkan memasukkan ketentuan umum, yakni menghormati, melindungi dan melestarikan nilai seni, budaya, adat dan nilai ritual masyarakat Indonesia yang majemuk.

"Jadi, tidak ada lagi ruang yang tidak kita berikan untuk keberagaman itu. Pasal 21 juga disebutkan bahwa masyarakat bisa berperan serta mencegah pornografi dan di pasal 24 dijelaskan bagaimana tatacaranya," tambahnya.

Ali Mochtar Ngabalin juga menyatakan optimis bahwa RUU Pornografi akan disahkan menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna DPR pada 14 Oktober 2008.

"Badan Musyawarah (Bamus) DPR akan mengagendakan rapat paripurna DPR yang berisi pembicaraan tingkat II (pengambilan keputusan.red) RUU Pornografi untuk disahkan menjadi UU pada Selasa, 14 Oktober 2008," katanya sekaligus menganulir pernyataan sebelumnya yang menyebut pengesahan akan dilakukan pada Selasa (23/9).

Dia menambahkan, uji publik RUU Pornografi telah dilakukan pada 18 September di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku, dan DKI Jakarta, dan pada 23-24 September akan ada laporan Tim Teknis DPR dan pemerintah kepada Panja RUU Pornografi.

Ia berharap, pada 8 Oktober 2008, pukul 10.00 WIB, Panja akan melaporkan hasil kerjanya kepada Pansus RUU Pornografi yang disertai dengan pendapat akhir fraksi-fraksi (di tingkat Pansus), sambutan pemerintah dan penandatanganan naskah RUU.

Selanjutnya, katanya, pada 9 Oktober pimpinan Pansus RUU Pornografi akan menyampaikan laporan ke Bamus DPR tentang perkembangan pembahasan RUU Pornografi guna ditindaklanjuti untuk pembicaraan tingkat II (pengambilan keputusan) dalam rapat paripurna DPR.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB-NU) Prof. Dr. KH. Said Agil Siradj, MA berpendapat RUU APP hanya akan menimbulkan "kerepotan" di masyarakat jika pengesahannya dipaksakan DPR-RI karena sesuatu yang dipaksakan tidak akan langgeng.

"Yang namanya paksaan tidak langgeng," katanya menjawab pertanyaan seorang peserta pengajian Perhimpunan Masyarakat Muslim Indonesia di Brisbane (IISB), Selasa malam, sehubungan dengan maraknya pro-kontra di seputar RUU Pornografi yang rencananya segera disahkan DPR-RI itu.

Bagi umat Islam Indonesia, apa yang lebih baik disiapkan untuk mereka adalah menanamkan pemahaman yang benar dan menjalankan kewajiban-kewajiban Islam yang bukan bersifat rukun, seperti berjilbab bagi perempuan Muslim.

Said Agil Siradj berada di Australia dalam rangka safari Ramadhan di sejumlah kota utama negara itu, seperti Canberra, Adelaide, dan Brisbane, dari 21 hingga 24 September 2008.

Persoalan RUU Pornografi kembali memicu pro-kontra di masyarakat dalam dua pekan terakhir. Sinyal penolakan datang dari unsur masyarakat Bali dan Sulawesi Utara kendati terdapat juga pihak yang mendukung dan berupaya netral.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah misalnya berpendapat bahwa tidak ada alasan yang cukup kuat untuk menolak RUU Pornografi ini. Menurut Sekretaris Umum MUI Jateng, Ahmad Rofiq, RUU Pornografi sebenarnya dimaksudkan untuk melindungi perempuan, bukan untuk mengkriminalkan seseorang seperti dikhawatiran beberapa pihak.

Di Papua misalnya, masyarakat setempat pelan-pelan ingin berbusana. RUU Pornografi tidak memberangus pakaian adat, pakaian renang, dan hal-hal yang berkaitan dengan kesenian, katanya.

Ketua Umum Majelis Adat Dayak Nasional Agustin Teras Narang melihat perlunya RUU Pornografi mengakomodir kebutuhan dan kearifan budaya lokal di setiap daerah.

Secara umum, ia menilai substansi yang ada dalam RUU ini tidak memiliki benturan budaya dengan adat istiadat masyarakat Suku Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan.

Sementara itu Sekjen Departemen Agama, Bachrul Hayat, mengakui RUU APP masih diperdebatkan oleh beberapa kalangan. Padahal RUU APP dibuat bukan untuk mengkaitkan dengan satu agama, aliran, adat, kebudayaan, kepercayaan tertentu.

Dijelaskan, sebuah UU di negara Indonesia tersebut dirancang atas kesepakatan yang sama (common agreement).

"Termasuk UU Pornografi adalah kesepakatan bersama dari elemen bangsa, kesepakatan ini mungkin tidak pernah seratuspersen semua orang mengatakan iya, tapi paling tidak itulah, kalau dikatakan sebagai common agreement dia adalah batas-batas yang sama dari semua orang yang menyepakati tidak terkait dengan kesepakatan yang mendominasi yang satu dengan yang lain, itulah posisi UU," kata Bachrul Hayat dalam acara silaturahmi dan buka puasa bersama wartawan, di Kantor Departemen Agama, Jakarta, Selasa (23/9) sore.

Oleh karena itu, ia meminta agar pihak-pihak yang akan memberikan tanggapannya terhadap RUU tersebut, untuk membaca draf terakhir yang sudah diujipublikan, dan jangan membaca draf-draf sebelumnya. Sehingga masukan yang diberikan bisa lebih fokus dengan apa yang akan menjadi masukkan untuk perbaikan baik oleh panitia kerja (panja) di DPR maupun pemerintah.

"Saya melihat ini sudah kristalisasinya, sudah mengerucut dan semakin membaik dari kaca mata kami, mudah-mudahan masukan dari semua pihak lebih fokus hal-hal yang mana yang perlu disempurnakan," ujarnya.

Dari sisi substansi, Bachrul menilai, RUU Pornografi sudah mengakomodasi prinsip-prinsip yang seharusnya ada dalam pembuatan UU, seperti non-diskriminasi, keadilan, dan menjunjung tinggi keragaman budaya. Sedangkan, dari segi proses penyusunan RUU tersebut, lanjutnya, sudah melalui berbagai tahapan yang panjang.

Pemerintah menyiapkan RUU itu dalam jangka waktu yang cukup lama disertai public sharing dengan berbagai kalangan masyarakat seperti tokoh agama, ormas, organisasi keagamaan, budayawan, artis, dan kalangan media baik cetak maupun elektronik.Untuk kemudian, diteruskan dengan menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang kemudian diserahkan dan dibahas bersama DPR.

Sementara, mengenai tanggal kapan akan disahkan oleh paripurna di DPR, menurutnya, bagi pemerintah ini bukan sesuatu hal yang harus dipastikan.

"Yang penting kita mencapai sebuah proses dimana pemerintah diminta untuk memberikan tanggapan dan membahasnya. Mudah-mudahan tidak terlalu (lama), karena kesibukan DPR yang luar biasa menjelang masa pemilu tahun depan," imbuhnya.(*)

Sumber : Antara



0 komentar: