Memori van Toelichting

Tidak semua karya disini itu saya salin, ada pula yang murni dari analisis pribadi, sehingga tidak memerlukan lagi catatan kaki ataupun daftar pustaka Sedangkan apabila anda tidak senang dengan blog ini karena mungkin anda merasa ada karya anda yang saya terbitkan tidak menyertakan sumber, saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya; semua semata-mata hanya kekhilafan, karena motivasi utama saya dalam membuat blog ini adalah "demi kemajuan bangsa Indonesia untuk lebih peka terhadap hukum sebagaimana yang dicita-citakan oleh Bung Karno". Serta yang terpenting ialah adagium, "Ignorantia iuris nocet" yang artinya Ketidaktahuan akan hukum, mencelakakan, semoga blog bermanfaat untuk semua orang untuk sadar hukum.

Disclaimer


Blog ini bukanlah blog ilmiah, dan Informasi yang tersedia di www.raja1987.blogspot.com tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum,
namun hanya memberikan gambaran umum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi.

------------------------------

nomor telepon : 0811 9 1111 57
surat elektronik : raja.saor@gmail.com
laman : www.rikifernandes.com

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2008

LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 49, 2008

PERINDUSTRIAN. Kimia. Senjata. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4834)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2008
TENTANG
PENGGUNAAN BAHAN KIMIA
DAN
LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa tujuan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
b. bahwa sebagai negara yang cinta damai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran, dan keadilan, Indonesia perlu menjalin hubungan persahabatan dan kerja sama dengan berbagai bangsa dan organisasi internasional dalam berbagai bidang kehidupan;
c. bahwa sebagai negara yang telah meratifikasi dan mengaksesi Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta Pemusnahannya, Indonesia, sebagai negara pihak berkewajiban melaksanakan berbagai ketentuan di bawah yurisdiksi teritorialnya atau kekuasaannya sebagaimana disyaratkan dalam Konvensi;
d. bahwa mengembangkan, memproduksi, menyimpan, dan menggunakan bahan kimia dan produk industri hasil olahan bahan kimia di satu sisi bermanfaat untuk kehidupan manusia, tetapi di sisi lain sangat berbahaya apabila disalahgunakan sebagai senjata kimia;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia;

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3274);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and their Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3786);
4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bahan kimia adalah bahan kimia yang tercantum dalam daftar (schedule) dalam kaitannya dengan Konvensi Senjata Kimia dan bahan kimia organik diskret nondaftar.
2. Konvensi Senjata Kimia adalah perjanjian internasional di bidang perlucutan senjata yang melarang pengembangan, produksi, penyimpanan, pentransferan, dan penggunaan senjata kimia serta pemusnahannya.
3. Bahan Kimia Daftar 1 adalah bahan kimia yang bersifat sangat beracun dan mematikan yang dikembangkan, diproduksi, dan digunakan hanya sebagai senjata kimia.
4. Bahan Kimia Daftar 2 adalah bahan kimia kunci untuk pembuatan senjata kimia (prekursor), tetapi memiliki kegunaan komersial.
5. Bahan Kimia Daftar 3 adalah bahan kimia yang dapat diproduksi menjadi senjata kimia (prekursor), tetapi dapat dimanfaatkan untuk keperluan komersial.
6. Bahan kimia organik diskret nondaftar (discrete organic chemicals/DOC) adalah bahan kimia yang tidak termasuk dalam Bahan Kimia Daftar 1, 2, dan 3, tetapi merupakan senyawa yang mengandung unsur karbon, kecuali dalam bentuk oksida, sulfida, dan logam karbonat.
7. Bahan kimia organik diskret nondaftar PSF (DOC-PSF) adalah DOC yang mengandung unsur fosfor, sulfur, atau fluor.
8. Senjata kimia adalah suatu bahan dan/atau alat peralatan yang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri meliputi:
a. bahan kimia beracun serta prekursornya sesuai dengan bahan kimia daftar, kecuali untuk keperluan atau tujuan yang tidak dilarang oleh Undang-Undang ini;
b. amunisi dan alat peralatan yang secara khusus dirancang untuk menyebabkan kematian atau menimbulkan bahaya melalui sifat beracun dari bahan kimia sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau
c. setiap perlengkapan yang secara khusus dirancang untuk digunakan secara langsung berkaitan dengan digunakannya amunisi dan alat peralatan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
9. Bahan kimia beracun (toxic chemicals) adalah setiap bahan kimia yang karena pengaruh kimianya terhadap proses kehidupan dapat menyebabkan kematian, cacat sementara, atau bahaya permanen pada manusia atau binatang.
10. Prekursor adalah komponen asal dan/atau bahan penimbul reaksi kimia yang berperan dalam setiap tahap produksi bahan kimia beracun dengan cara apa pun.
11. Transfer adalah kegiatan memindahkan barang secara fisik dari suatu lokasi ke lokasi lain dan/atau pengalihan kepemilikan dari suatu pihak kepada pihak lain.
12. Sertifikat pengguna akhir adalah dokumen jaminan dari pemerintah negara bukan pihak terhadap importasi dan penggunaan bahan kimia daftar.
13. Deklarasi adalah pernyataan terhadap produksi, kepemilikan, dan penggunaan atas jenis dan jumlah bahan kimia daftar dan bahan kimia organik diskret nondaftar sesuai dengan Undang-Undang ini.
14. Inspeksi adalah pelaksanaan verifikasi, yaitu melakukan pemeriksaan langsung di lapangan terhadap deklarasi yang dinyatakan oleh negara pihak.
15. Negara pihak adalah negara yang telah meratifikasi dan mengakses Konvensi Senjata Kimia dan telah menyampaikan instrumen ratifikasi dan instrumen akses ke Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
16. Negara bukan pihak adalah negara yang belum atau tidak meratifikasi dan mengakses Konvensi Senjata Kimia dan belum menyampaikan instrumen ratifikasi dan instrumen akses ke Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
17. Otoritas Nasional adalah Otoritas Nasional Senjata Kimia yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini.
18. Importir adalah setiap orang yang memasukkan bahan kimia daftar dan bahan kimia organik diskret nondaftar dari luar negeri.
19. Tim Inspeksi Internasional adalah tim yang ditugasi oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (Organization for The Prohibition of Chemical Weapons/OPCW) untuk melakukan verifikasi atas deklarasi.
20. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.
21. Korporasi adalah kegiatan usaha yang berbentuk badan usaha atau badan hukum.
22. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

Pasal 2
(1) Pengaturan mengenai penggunaan bahan kimia dan larangan penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia dilakukan dengan memperhatikan prinsip keselamatan, keamanan, pemanfaatan, dan keseimbangan.
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia.

Pasal 3
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia dan penggunaan senjata kimia di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia.

BAB II
PENGGOLONGAN DAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA

Bagian Kesatu
Penggolongan Bahan Kimia

Pasal 4
Bahan kimia terdiri atas:
a. bahan kimia daftar; dan
b. bahan kimia organik diskret nondaftar.

Pasal 5
(1) Bahan kimia daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas:
a. Bahan Kimia Daftar 1;
b. Bahan Kimia Daftar 2; dan
c. Bahan Kimia Daftar 3.
(2) Bahan kimia daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan daftar tetap bahan kimia sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(3) Daftar tetap bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperinci dan/atau ditambah dalam daftar tersendiri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 6
(1) Bahan kimia organik diskret nondaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dapat diidentifikasi dari nama kimia, rumus bangun, atau sistem penomoran khusus (chemical abstract services number), yang terdiri atas:
a. senyawa yang mengandung unsur karbon, kecuali dalam bentuk oksida, sulfida, dan logam karbonat; dan
b. senyawa sebagaimana dimaksud pada huruf a. yang mengandung unsur fosfor, sulfur, atau fluor.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perincian bahan kimia organik diskret nondaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Penggunaan Bahan Kimia

Pasal 7
(1) Setiap orang yang memproduksi, memiliki, menyimpan, mentransfer, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1 atau Bahan Kimia Daftar 2 dan/atau Bahan Kimia Daftar 3 wajib memiliki izin.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khususnya dengan Bahan Kimia Daftar 2 dan/atau Bahan Kimia Daftar 3, dilakukan hanya untuk kepentingan:
a. industri, pertanian, penelitian, medis, farmasi, atau tujuan damai lainnya;
b. perlindungan, yaitu untuk tujuan yang berkaitan langsung dengan perlindungan menghadapi bahan kimia beracun atau menghadapi senjata kimia;
c. pertahanan yang tidak berkaitan dengan penggunaan senjata kimia dan tidak bergantung pada penggunaan bahan kimia beracun yang digunakan sebagai metode perang; atau
d. penegakan hukum, termasuk di dalamnya untuk mengatasi kerusuhan di dalam negeri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
(1) Setiap orang yang mentransfer Bahan Kimia Daftar 3 kepada negara bukan pihak, wajib mendapatkan sertifikat pengguna akhir terlebih dahulu yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah negara bukan pihak.
(2) Sertifikat pengguna akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:
a. produk yang mengandung kurang dari 30% (tiga puluh persen) Bahan Kimia Daftar 3; dan
b. produk yang diidentifikasi sebagai barang konsumen yang dikemas untuk penjualan eceran yang digunakan untuk keperluan pribadi atau yang dikemas untuk keperluan perseorangan.
(3) Sertifikat pengguna akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
a. pernyataan bahwa Bahan Kimia Daftar 3 hanya akan digunakan untuk tujuan yang tidak dilarang;
b. pernyataan bahwa Bahan Kimia Daftar 3 tidak akan ditransfer kembali kepada pihak lain;
c. jenis dan jumlah Bahan Kimia Daftar 3 yang diterima oleh pengguna terakhir;
d. penggunaan akhir Bahan Kimia Daftar 3 yang akan ditransfer; dan
e. nama dan alamat lengkap pengguna akhir Bahan Kimia Daftar 3.
(4) Dalam hal importir dari negara bukan pihak dan bukan pengguna akhir, importir yang bersangkutan wajib mencantumkan nama dan alamat lengkap pengguna akhir Bahan Kimia Daftar 3 yang dimaksud.

Pasal 9
(1) Setiap orang yang membuat, memproduksi, memiliki, menyimpan, mentransfer, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1, Bahan Kimia Daftar 2, atau Bahan Kimia Daftar 3 wajib menyampaikan laporan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun kepada Menteri.
(2) Setiap orang yang memproduksi bahan kimia organik diskret nondaftar dengan batasan jumlah yang harus dideklarasikan wajib menyampaikan laporan kepada Menteri.
(3) Setiap orang yang mempunyai fasilitas pabrik yang memproduksi Bahan Kimia Daftar 1, Bahan Kimia Daftar 2, Bahan Kimia Daftar 3, dan bahan kimia organik diskret nondaftar wajib menyampaikan laporan kepada Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 10
(1) Dalam hal pelaku kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) berbentuk korporasi, laporan yang disampaikan wajib ditandatangani oleh pengurus korporasi yang bersangkutan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
Dalam hal bagian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 yang menurut sifat isinya terbatas, wajib dilindungi dan dijaga kerahasiaannya.

BAB III
LARANGAN

Pasal 12
(1) Setiap orang dilarang:
a. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 kepada negara bukan pihak, baik dari dalam wilayah Indonesia maupun dari luar wilayah Indonesia;
b. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 ke wilayah hukum negara Indonesia;
c. memproduksi, memiliki, menyimpan, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1 di dalam dan di luar wilayah Indonesia;
d. mentransfer kembali Bahan Kimia Daftar 1 ke negara lain; dan/atau
e. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 ke negara pihak tanpa memberikan notifikasi kepada Otoritas Nasional paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum transfer dilakukan.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikecualikan apabila kegiatan tersebut dilakukan untuk kepentingan penelitian, medis, dan/atau farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikecualikan bagi setiap orang yang mentransfer saksitoksin tidak lebih dari 5 (lima) mg untuk kebutuhan medis dan diagnostik dengan kewajiban tetap memberikan notifikasi kepada negara pihak selambat-lambatnya pada hari transfer.

Pasal 13
(1) Setiap orang dilarang mentransfer Bahan Kimia Daftar 2 atau produk yang mengandung Bahan Kimia Daftar 2 dari dan/atau ke negara bukan pihak.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. produk yang mengandung paling banyak 1% (satu persen) Bahan Kimia Daftar 2A;
b. produk yang mengandung paling banyak 10% (sepuluh persen) Bahan Kimia Daftar 2B; atau
c. produk yang diidentifikasi sebagai barang konsumsi untuk keperluan sehari-hari.

Pasal 14
Setiap orang dilarang:
a. mengembangkan, memproduksi, memperoleh, dan/atau menyimpan senjata kimia;
b. mentransfer, baik langsung maupun tidak langsung, senjata kimia kepada siapa pun;
c. menggunakan senjata kimia;
d. melibatkan diri pada persiapan militer untuk menggunakan senjata kimia; atau
e. melibatkan diri, membantu dan/atau membujuk orang lain dengan cara apa pun dalam kegiatan yang dilarang Undang-Undang ini.

Pasal 15
Senjata kimia yang dikembangkan, diproduksi, dimiliki, disimpan, dikuasai, atau ditransfer secara melawan hukum disita dan/atau dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.

BAB IV
OTORITAS NASIONAL DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

Bagian Kesatu
Otoritas Nasional

Pasal 16
(1) Untuk mewakili negara Republik Indonesia sebagai salah satu negara pihak dalam memenuhi hak dan kewajiban berdasarkan Undang-Undang ini, dibentuk Otoritas Nasional.
(2) Otoritas Nasional bertugas sebagai koordinator dan penghubung pemerintah Indonesia dengan organisasi internasional dan/atau negara pihak.
(3) Otoritas Nasional berwenang menetapkan kebijakan nasional untuk melaksanakan Undang-Undang ini.

Pasal 17
(1) Otoritas Nasional diketuai oleh Menteri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
(2) Keanggotaan Otoritas Nasional terdiri atas perwakilan instansi pemerintah terkait.
(3) Susunan keanggotaan Otoritas Nasional ditetapkan melalui Keputusan Presiden.
(4) Untuk mendukung pelaksanaan operasional Otoritas Nasional, dibentuk Sekretariat Otoritas Nasional.
(5) Sekretariat Otoritas Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 18
Biaya pelaksanaan tugas Otoritas Nasional dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas dan wewenang organisasi, serta biaya pelaksanaan tugas Otoritas Nasional diatur dengan Peraturan Presiden.

Bagian Kedua
Kerja Sama Internasional

Pasal 20
(1) Pemerintah Indonesia dapat mengadakan kerja sama dengan negara pihak dan organisasi internasional dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Koordinasi dalam penyelenggaraan kerja sama internasional dilakukan oleh Otoritas Nasional.

Pasal 21
(1) Pemerintah Indonesia menjamin kelancaran pelaksanaan tugas Tim Inspeksi Internasional dalam melakukan verifikasi.
(2) Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Inspeksi Internasional wajib didampingi oleh Tim Inspeksi Nasional yang ditunjuk oleh Otoritas Nasional.

BAB V
KETENTUAN PIDANA

Pasal 22
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 23
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 24
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 25
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 26
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 27
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 28
Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27.

Pasal 29
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.
(3) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).

Pasal 30
Selain dapat dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. perampasan bahan, alat, dan barang yang digunakan atau yang diperoleh dari tindak pidana;
b. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun; dan/atau
c. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang mengatur bahan kimia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA

TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
No. 4834 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 49)

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2008
TENTANG
PENGGUNAAN BAHAN KIMIA
DAN
LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA

I. UMUM

Negara Indonesia yang berbentuk republik, merupakan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur serta berlandaskan hukum. Oleh karena itu, untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut, pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai salah satu wujud keaktifan Indonesia dalam masalah ketertiban dan keamanan dunia, pada tanggal 13 Januari 1993 di Paris, Indonesia ikut menandatangani Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on their Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya) bersama-sama dengan 129 negara. Dalam perkembangannya, sampai dengan tahun 2007 Konvensi itu telah ditandatangani oleh 182 negara atau lebih kurang 90% (sembilan puluh persen) dari negara di dunia. Upaya bersama negara di dunia untuk melakukan perlucutan senjata pemusnah massal dimaksudkan untuk membebaskan dunia dari bencana yang dapat ditimbulkan dari keberadaan dan penggunaan senjata pemusnah massal, yaitu senjata nuklir, biologi, dan kimia.
Langkah konkret yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap masalah pelarangan senjata pemusnah massal tidak hanya sebatas penandatanganan Konvensi Senjata Kimia, tetapi diwujudkan pula dalam pembentukan instrumen hukum berupa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on their Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya) yang ditetapkan pada tanggal 30 September 1998.
Konvensi itu memuat ketentuan dan sistem verifikasi yang wajib diberlakukan, diterapkan, dan dilaksanakan oleh Indonesia sebagai negara pihak dalam berbagai sektor, termasuk sektor industri, khususnya subsektor industri kimia dan industri farmasi. Di samping itu, Indonesia dapat memperoleh manfaat dalam upaya mengembangkan industri kimia dan industri farmasi nasional, baik melalui jaminan pertukaran informasi dan teknologi maupun melalui kerja sama internasional, dalam perdagangan bahan kimia demi pembangunan nasional. Indonesia sebagai negara pihak berkewajiban mengambil langkah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang relevan untuk menjamin penerapan Konvensi di tingkat nasional. Upaya lebih lanjut dalam menerapkan ketentuan dan sistem verifikasi serta pembentukan Otoritas Nasional diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
Di samping itu, kebutuhan mengenai pengaturan terhadap tindak pidana senjata kimia dan bahan kimia daftar serta bahan kimia organik diskret nondaftar bagi Indonesia sudah sangat mendesak mengingat tindak pidana kejahatan terorisme di tingkat regional dan di tingkat internasional semakin meningkat. Untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia, perlu pengaturan, pelarangan, pengawasan, dan pengenaan sanksi terhadap pelaku tindak pidana. Jaminan keikutsertaan Indonesia dalam keamanan internasional berguna untuk kelancaran kegiatan perdagangan impor-ekspor bahan kimia berbahaya yang juga berfungsi sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong proses produksi di industri kimia.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan:
"prinsip keselamatan dan keamanan" adalah untuk memberikan jaminan atas keselamatan dan keamanan kepada masyarakat, bangsa, dan negara dalam penggunaan, pemakaian, pemanfaatan, dan transportasi bahan kimia yang berpotensi untuk senjata kimia.
"prinsip pemanfaatan" adalah pemberian nilai tambah dalam rangka pemenuhan kehidupan dan penghidupan manusia dan lingkungannya.
"prinsip keseimbangan" adalah untuk memberikan keseimbangan manfaat antarpelaku usaha/masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan "bahan kimia daftar" adalah bahan kimia beracun dan prekursornya yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 1, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 1A dan 1B; Bahan Kimia Daftar 2, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 2A dan 2B; Bahan Kimia Daftar 3, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 3A dan 3B.
Huruf b
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "chemical abstract services number" adalah sistem penomoran khusus yang diberikan terhadap setiap bahan kimia dan berlaku secara internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 7
Ayat (1)
Bahan Kimia Daftar 1 pada dasarnya dilarang, tetapi dapat diadakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian, medis, dan/atau farmasi dengan izin Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "batasan jumlah" adalah jumlah minimum yang harus dideklarasikan sebagaimana tercantum dalam Konvensi Senjata Kimia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "saksitoksin" adalah zat beracun yang terdapat pada kerang spesies tertentu. Racun itu menyerang sistem saraf pusat karena membendung saraf otot.

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
huruf a
Yang dimaksud dengan "produk yang mengandung maksimal 1% (satu persen) Bahan Kimia Daftar 2A" adalah menunjukkan produk berkonsentrasi rendah sehingga tidak dapat dimurnikan lagi untuk diproses ke tingkat berbahaya.
huruf b
Yang dimaksud dengan "produk yang mengandung maksimal 10% (sepuluh persen) Bahan Kimia Daftar 2B" adalah menunjukkan produk berkonsentrasi rendah sehingga tidak dapat dimurnikan lagi untuk diproses ke tingkat berbahaya.
huruf c
Yang dimaksud dengan "barang konsumsi" adalah produk akhir yang tidak dapat lagi digunakan menjadi bahan baku.

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Otoritas Nasional merupakan bagian yang menyatu dengan kementerian yang mengurusi bidang perindustrian dan mempunyai fungsi koordinasi dengan instansi pemerintah terkait.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Yang dimaksud dengan "sumber lain" adalah bantuan teknis berupa penguatan kapasitas laboratorium, pelatihan personal, dan bentuk penguatan kapasitas lainnya.

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas

0 komentar: