Memori van Toelichting

Tidak semua karya disini itu saya salin, ada pula yang murni dari analisis pribadi, sehingga tidak memerlukan lagi catatan kaki ataupun daftar pustaka Sedangkan apabila anda tidak senang dengan blog ini karena mungkin anda merasa ada karya anda yang saya terbitkan tidak menyertakan sumber, saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya; semua semata-mata hanya kekhilafan, karena motivasi utama saya dalam membuat blog ini adalah "demi kemajuan bangsa Indonesia untuk lebih peka terhadap hukum sebagaimana yang dicita-citakan oleh Bung Karno". Serta yang terpenting ialah adagium, "Ignorantia iuris nocet" yang artinya Ketidaktahuan akan hukum, mencelakakan, semoga blog bermanfaat untuk semua orang untuk sadar hukum.

Disclaimer


Blog ini bukanlah blog ilmiah, dan Informasi yang tersedia di www.raja1987.blogspot.com tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum,
namun hanya memberikan gambaran umum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi.

------------------------------

nomor telepon : 0811 9 1111 57
surat elektronik : raja.saor@gmail.com
laman : www.rikifernandes.com

Tugas HAN (Good Governance, included)

DEPKEU Finalisasi Rancangan PP Suskuk
(Republika. Jumat, 16 Mei 2008)

Makna panjang judul eksentrik dari koran republika ini sebenarnya adalah Departemen Keuangan yang telah menyelesaikan Rancan Peraturan Pemerintah Sukuk. Dalam hal ini rancangan Peraturan Pemerintah ini dapat dimasukan dalam pembahasan ilmu perundang-undangan sebagai ilmu yang menjadi bagian dari hukum administrasi negara.
Pembentukan PP lebih mudah daripada pembentukan suatu Undang-undang, atau suatu Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu), oleh karena pembentukan PP adalah kewenangan Presiden dalam melaksanakanundang-undang, yang tidakmelibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selama ini pembentukan PP maupun Peraturan Presiden (dahulu Kepres) dan peraturan perundang-undangan lainnya dilaksanakan menurut Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang. Sebenarnya Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang ini juga mengatur mengenai proses pembentukan Peraturan Pemerintah, dan keputusan Presiden serta perundang-undangan lainnya diselenggarakan juga sesuai dengan tata cara tersebut.
Dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang, ditetapkan bahwa, “ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan pemerintah penngganti undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan presiden diatur dengan peraturan presiden”. Peraturan presiden yang dimaksud adalah apa yang telah ditetapkan presiden pada tanggal 14 November 2005, yaitu tentag Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Penganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan juga Rancangan Peraturan Presiden. Pada pasal 39 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tersebut dirumuskan bahwa, “dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Perakarsa membentuk panitia Antardepartemen dan tata cara pembentukan panitia Antardepartemen, pengharmonisasi, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden yang berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Bab II. Dengan adanya perumusan berlaku mutatis mutandis dalam pasal 39 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tersebut maka penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah disesuaikan dengan ketentuan dalam padal 2 sampai Pasal 24. Penerapan ketentuan dalam Bab II Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 ini adalah sebatas pengaturan terhadap hal-hal yang tidak berhubungan dngan Dewan Perwakilan Rakyat, oleh karena itu pembentukan Peraturan Pemerintah adalah wewenang pengaturan presiden dengan melihat uraian Bab I Huruf C pada PP tersebut.

Proses pembentukan dari artikel tersebut yang dapat ditangkap adalah pertama pensusun beberapa peraturan pemerintah mengenai ekonomi syariah. Kemudian diharmonisasikan pada Departemen Hukum dan HAM, setelah pembahasan di Dephukham rampung maka akan dikirim ke Sekretaris Negara dan selanjutnya tinggal menunggu tanda tangan presiden. Di sisi lain menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang telah diatur bagaimana cara yang seharusnya mengenai pembentukan Peraturan Pemerintah (PP).
Dalam pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Tahun 2007 tentang Pengesahan, pengundangan, penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dirumuskan bahwa: “Presiden menetapkan rancangan peraturan pemerintah penggantu undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan presiden yang telah disusun berdasarkan ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan presiden”. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Mentri Sekretaris Negara melakukan penyiapan naskah rancangan peraturan pemerintah kemudian presiden menetapkan Peraturan Pemerintah dengan membubuhkan tanda tangan, sesuai Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007. Sesudah itu Mentri Sekretaris Negara membubuhkan nomor dan tahun pada naskah Peraturan Pemerintah untuk disampaikan kepada mentri untuk diundangkan (Pasal 8 ayat (4) huruf a Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007. Mentri akan mengundangkan Peraturan Pemerintah tersebut dengan menempatkannya dalam lembaran Negara Republik Indonesia disertai dengan nomor dan tahunnya, dan menempatkan Penjelasannya dalam tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dengan memberikan nomor sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 9 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007. Selanjutnya mentri akan menandatangani pengudangan dengan membubuhkan tandatangan pada naskah Peraturan Pemerintah dan kemudian menyampaikannya kepada Mentri Sekretaris Negara untuk disimpan sesuai Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007.
Peraturan Pemerintah merupakan salah satu bentuk perbuatan hukum (rechthandeligen) dan keputusan-keputusan (beslissingen) Administrasi. Perbuatan-perbuatan hukum Administrasi Negara yang relevan bagi masyarakat pada umumnya menciptakan hubungan hukum (rechtbettrekkingen). Hubungan-hubungan administrasi negara adalah hubungan hukum yang merupakan hubungan tertentu antara penguasa dan warga masyarakat, yang tidak diatur oleh hukum perdata. Isi dari hubungan hukum administrasi negara dapat berupa: kewajiban (obligasio, verplichtting) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, hak untuk menagih atau meminta, izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya dilarang, pemberian status kepada seseorang ataupun sesuatu. Ketetapan (beshikking) merupakan tindakan hukum administrasi negara yang paling sering digunakan. Isinya dapat digunakan bagi semua pelaksanaan hubungan hukum administrasi berupa kewajiban-kewajiban untuk berbuat atau mengizinkan sesuatu hal; subsidi (bantuan); izin; serta pemberian status.























Program 10.000 MW Kedua Dimulai 2009
(Republika. Jumat, 16 Mei 2008)

Program 10.000 MW merupakan perencanaan tindak administrasi negara (bestuurhaneligen) di bidang hukum publik. Namun sebelumnya dapat diperhatikan adalah bahwa tindakan pemerintahan ini nantinya dapat terdiri dari tindakan material (feitelijk handeligen) yang berupa pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara dan panas bumi (geo thermal) dan juga tindakan hukum (rechthandeligen) yang berupa kontrak kerja ataupun perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan pemenang tender.
Sedangkan apabila ditinjau dari pengertian perencanaannya, menurut Prajudi Atmosudirjo, rencana merupakan suatu perangkat tindakan terpadu dengan tujuan agar tercipta suatu keadaan yang tertib bilamana tindakan tersebut selesai direalisasikan. Suatu rencana haruslah menunjukan kebijakan yang akan dijalankan oleh Administrasi Negara pada suatu lapangan tertentu dan dalam hal ini adalah pengadaan Pembangkit Listrik baru untuk pemenuhan kebutuhan listrik pada pulau Jawa, Bali dan Madura. Sedangkan menurut Belifante yang mengemukakan rencana merupakan keseluruhan peraturan yang mengusahakan terwujudnya suatu keadaan yang tertib dan teratur, dalam Program 10.000 MW ini keadaan tertib dan teratur ini dapat berakibat langsung pada masyarakat diakibatkan apabila tidak adanya tindak administrasi negara ini nantinya dapat berakibat padamnya listrik di Jawa, Bali dan Madura secara berkala.
Menurut De Haan dan Fernhout yang membedakan tiga macam rencana, yaitu: rencana informatif, kumpulan prognosayang akan terjadi di masa mendatang, tidak akan membawa akibat hukum apapun terhadap masyarakat; rencana indikatif, kumpulan niat yang tidak membawa akibat hukum secara langsung namun merupakan suatu kerangka kebijakan untuk tindakan hukum atau materiil oleh pemerintah; rencana normatif, mengandung norma hukum yang mengikat warga dan pemerintah. Dari ketiga teori diatas maka program 10.000 MW merupakan rencana
Dalam pembuatan rencana menyangkut berbagai pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, para pihak yang berkepentingan yakni Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Departemen ESDM dan juga beberapa perusahan survei yang menentukan seberapa besar kebutuhan listrik masyarakat di Jawa, Bali dan Madura. Oleh karena itu, para pihak yang berkepentingan dapat mengetahui tindak yang ditentukan terhadap suatu rencana pemerintah yang akan dibuat dan beelaku terhadapnya tetapi juga trhadap hak orang lain. Setiap rencana juga harus memperhatikan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (Good Governance).
Kemudian menurut A. D. Belinfante menyebutkan suatu norma kongrit (Concrete Normgeving) yaitu tindakan Hukum Administrasi Negara yang dapat memberikan isi yang kongret serta pelaksanaan praktis menurut tempat dan waktu pada ketentuan yang mengikat. Norma kongrit terjadi karena keterbatasan kemampuan pembuat undang-undang, yaitu pertama pembuat undang-undang tidak mengatur secara rinci karena prosedur pembuatan undang-undang berat dan lambat. Serta pembuat undang-undang hanya memberikan konkretisasi secara khusus diserahkan kepada Administrasi Negara. Dalam hal ini konstitusi serta beberapa undang-undang telah mengatur mengenai pelayanan publik namun tetap saja masih mengatur mengenai hal-hal yang umum, sehingga perlu peraturan untuk pelaksanaan pengadaan pembangkit listrik berkapasitas 10.000 MW untuk wilayah Jawa, Bali dan Madura.
Penciptaan peraturan hukum oleh Adninistrasi Negara yang dimaksudkan sebagai garis-garis pedoman (richlijnen) pelaksanaan kebijakan (policy) untuk menjalankan suatu ketentuan undang-undang dan dipublikasikan secara luas. Maka akan timbul bayangan (spiegelrecht) yang membayangi undang-undang atau hukum yang bersangkutan. Berasal dari kewenangan diskresi yang umumnya dipakai untuk menentukan pelaksanaan ketentuan undang-undang. Dengan kata lain hukum asli berasal dari legislator, hukum bayangan berasal dari Administrasi Negara.
Bahwa nantinya pemerintah dalam kasus ini akan mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga yang biasanya akan berbentuk perjanjian perdata. Bahwa pada sela-sela seminar mengenai Indonesia China Electrical Power Equipment & Technologi di Jakarta. Akan terlihat adanya sinyalemen pemerintah Indonesia akan menunjuk salah satu dari persusahaan China untuk menangani proyek ini sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Kedutaan Besar RRC di Jakarta, Fang Quichen. Sehingga proyek pembangunan 10.000 MW ini pada hakikatnya merupakan perbuatan Administrasi Negara yang bertujuan naar buiten gebracht schriftelijk beleid (keluar menampakan suatu perbuatan tertulis), tetapi tanpa akan disertai kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat Administrasi Negara yang menciptakannya.
Pemberian kewenangan dari pemerintah terhadap perusahaan Cina yang nantinya akan ditunjuk oleh pemerintahan Indonesia melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Manusia merupakan suatu model kontrak standar. Sedangkan kontrak standar adalah suatu model perjanjian dimana telah ditentukan sebelumnya mengenai beberapa pihak yang akan dipilih oleh sepihak. Dalam hal ini beberapa perusahaan asal Cina telah ditentukan sebelumnya oleh pemerintah Indonesia dengan kesepakatan lisan yang dibuat melalui seminar. Dalam penerapan kontrak standar ini akan melahirkan kontrak adhesi yaitu seluruhnya telah disiapkan oleh sepihak yang dalam hal ini pemerintah RI demgan memuat beberapa syarat. Sehingga kontrak tersebut bagi pihak lawan tidak dimungkinkan pilihan lain kecuali menerima atau untuk menolak (take it or leave it)

























Kepemimpinan Bupati Sorong Setelah Enam Bulan
(Gatra. Sabtu 26 Maret 2008)

Melihat dari sisi Hukum Administrasi Negara, setelah terpilih menjadi Bupati Sorong, Stephanus Malak terus mengenjot pembangunan sektor infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta pemberdayaa ekonomi maka tindakan Bupati Sorong ini dapat dinalisis dengan kaidah Administrasi Pembangunan. Administrasi Pembangunan yang dikembangkan dari disiplin ilmu yang mendahuluinya yakni Administrasi Negara hendaknya perlu diketahui terlebih dahulu mengenai fungsi dasar dari administrasi negara sebagaimana dikemukakan oleh Bintoro Tjokroamidjojo yakni sebagai formulasi atau perumusan kebijakan (perencanaan), sebagai pengaturan atau pengendali unsur-unsur administrasi yang meliputi organisasi, keuangan, kepegawaian dan sarana-sarana lain (pengawasan), sebagai dinamika penggunaan dinamika yang meliputi pimpinan kordinasi, pengawasan dan koordinasi (manajemen). Sehingga dapat dikatakan, ilmu administrasi negara mengatur mengenai kerjasama manusia dalam mencapai tujuan tertentu.
Menutut Liang Gie yang menyatakan, administrasi merupakan keseluruhan proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama manusia untuk mencapai tujuan manusia untuk mencapai pula tujuan pemerintahan. Berawal dari fungsi ini administrasi pembangunan berusaha untuk menyempurnakan dirinya agar bagaimana ketiga fungsi tersebut dapat diterapkan kepada negara berkembang dan juga pada daerah-daerah berkembang seperti yang dilakukan Bupati Sorong, Stephanus Malak. Beliau juga berusaha untuk melangsungkan pembangunan, di mana derah tempat wewenangnya berkembang dan mengalami perubahan dari tradisional menuju ke arah industri.
Dalam administrasi pembangunan biasanya memiliki karakteristik yang lebih maju daripada adaministrasi negara. Adapun ciri-ciri dari administrasi pembangunan adalah memberikan perhatian terhadap lingkungan masyarakat yang berbeda-beda terutama bagi lingkungan masyarakat; mempunyai peran aktif dan berkepentingan teradapt tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam pelaksanaannya yang efektif, bahkan administrasi ikut serta mempengaruhi tujuan masyarakat dan menunjang tujuan sosial; berorientasi pada usaha-usaha yang mendorong perubahan-perubahan ke arah keadaan yang dianggap lebih baik.; berorientasi pada tugas-tugas pembangunan yang memiliki kemampuan untuk merumuskan kebijakan sebagai agen pembangunan (development agent); mengaitkan diri dengan substansi perumusan kebijakan dan pelaksanaan tujuan pembangunan di berbagai bidang; sebagai agen perubahan; dan yang terakhir adalah memiliki pendekatan lingkungan berorientasi kepada kegiatan dan bersifat pemecahan masalah.
Selanjutnya menurut Prajudi Atmosudirjo, pemerintah sebagai administrator memiliki peran dan fungsi pemerintah berhubungan erat dengan usaha pembangunan berencana suatu negara. Perencanaan itu merupakan suatu pernyataan pemerintah terhadap kegiatan ekonomi sosial dan budaya. Secara umum kegiatan dalam pembangunan dapat dikelompokan dalam tiga macam yakni kegiatan pembangunan (goverment activities), kegiatan pembangunan (development activities), kegiatan kehumasan (public relation activities). Maka keempat tindakan yang telah dilakukan oleh Bupati Sorong dapat dicermati dari beberapa sudut, apabila kita melihat beberapa tindakan yang telah dilakukannya diantaranya adalah mengirimkan putra terbaik daerah untuk mendapatkan beasiswa ke pulau Jawa merupakan salah satu kegiatan pembangunan, sedangkan apabila melihat tindakan pembebasan izin IMB dan juga dibarengi oleh regulasi di bidang ekonomi maka termasuk dalam ranah kegiatan pemerintahan. Sedangkan apabila tindakan Bupati Sorong ini diliput oleh media massa dan juga diberitakan secara nasional inilah yang dinamakan kegiatan kehumasan.
Selanjutnya menurut Prajudi Atmosudirjo, pemerintah sebagai adninistrator, mempunyai tugas yang rumit sekali, terlebih dalam organisasi yang sangat besar terutama negara dan kususnya provinsi. Tugas yang utama dari seorang administrator adalah pertama, menguasai dan menghayati tujuan yang utama dari yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan (dalam hal ini dasar yang paling utama adalah UUD selanjutnya diatur oleh berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku), Bupati Sorong telah menghayati mengenai makna undang-undang yang sesuai dengan semangat otonomi daerah. Kedua tugas dari seorang administrator adalah merumuskan lebih lanjut mengenai segala kebijakan yang diatas, ke dalam bentuk yang dapat dipahami secara kongkrit oleh bawahan dan dapat diselenggarakan secara nyata. Ketiga, administrator harus memelihara dan mengembangkan organisasi negara yang dipercayakan kepadanya secara setepat-tepatnya, keempat memelihara dan mengembangkan sistem informasi yang setepat-tepatnya. Kelima, memelihara dan mengembangkan sistem manajemen yang setepat-tepatnya. Dan yang terakhir adalah administrator adalah untuk membuat semua tujuan tercapai dengan sebaik-baiknya. Maka tindakan dari Bapak Bupati Sorong ini merupakan tindakan yang seharusnya dilakukannya selaku kepala administrator di wilayah Sorong.
Pemerintah sebagai birokrat, melaksanakan pembangunan berdasarkan landasan Idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945. Oleh karena itu perlu mengetahui sejauh mana peran pemerintah yang harus dilaksanakan untuk menunjang berhasilnya pembangunan. Untuk itu peran pemerintah harus dilaksanakan dalam lima macam, yaitu: selaku motivator, moderenisator, katalisator, dinamisator, dan juga stabilisator.
Hal yang paling akhir untuk pelaksanaan pembangunan administrasi negara adalah segi pertanggungjawaban aparatur pemerintah sebagai administrator. Biasanya pertanggungjawaban dapat dilakukan berkala setiap satu tahun dan juga pada akhir kepemimpinannya. Jadi pendekatan administrasi tidak saja mementingkan masalah tertib administrasi, termasuk juga efisiensi kegiatan unit pemerintahan, melainkan menunjukan lebih majunya administrasi pembangunan daripada administrasi negara.























Sambas Rekrut Pemuda Perbatasan untuk Bela Negara
(Kompas. Rabu, 9 April 2008)

Dalam ilmu Administrasi Negara PAUL PIGOR pernah mengungkapkan bahwa Administrasi kepegawaian adalah suatu kecakapan atau seni dari perolehan, pengembangan dan pemeliharaan angkatan kerja sedemikian rupa untuk melaksanakan fungsi serta tujuan organisasi dengan se-efisien dan se-ekonomis mungkin. Sedangkan tidak jauh berbeda THE LIANG GIE juga acapkali menyatakan Administrasi kepegawaian adalah segenap aktivitas yang bersangkutan dengan masalah penggunaan tenaga kerja untuk mencapai tujuan tertentu. Masalah pokoknya terutama berkisar pada penerimaan, pengembangan, pemberian balas jasa dan pemberhentian.
Pemerintah daerah Sambas sebenarnya telah melakukan tindakan administrasi kepegawaian. Maka perlu ditinjau Masalah perekrutan terhadap masyarakat di derah sekitar perbatasan yang dilakukan oleh pemerintahan Sambas dapat dimasukkan ke dalam ranah administrasi kepegawaian. Administrasi kepegawaian merupakan unsur penting dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Administrasi kepegawaian sendiri merupakan fungsi dasar menejemen yang menembus semua tingkatan dalam suatu organisasi. Sedangkan setiaporamg dalam organisasi sebenarnya bertanggung jawab atas tujuan organisasi. Lalu organisasi yang dimaksudkan adalah negara Indonesia dan setiap orang yang dimaksudkan disini adalah setiap orang dalam negara indonesia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari organ negara untuk menjalankan tugas utama negara yang tercantum dalam pancasila, pembuakaan UUD dan juga Batang Tubuh UUD.
Sementara dalam arti khusus organ yang dimaksudkan diatas adalah pemerintahan daerah Sambas yang akan mencapaikan tujuan organisasi. Tujuan organisasi menurut doktrin dalam pembahasan administrasi kepegawaian adalah suatu proses memilih pegawai baru, mempergunakan dan memperkerjakan pegawai lama; segala kegiatan yangberkaitan dengan pegawai, mulai dari penerimaan sampai dengan pemberhentian (oensiun) pegawai; hingga perencanaan dan pengendalian semua kegiatan untuk mendapatkan, memelihara, mengembangkan dan menggunakan pegawai sesuai dengan beban kerja dan tujuan organisasi. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan organisasi adalah instansi dimana seorang pegawai bekerja.
Agar pembinaan pegawai dalam suatu instansi dapat berjalan dengan baik pemimpin instansi perlu memperhatikan dan berpedoman pada prinsip-prinsip administrasi kepegawaian. Adapun prinsip-prinsip dalam administrasi kepegawaian adalah: Prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan pekerjaan, pegawai harus diperlakuka sebagai manusia yang memiliki perasaan dan harga diri dan keinginan. Oleh karena itu mereka harus di hargai hak-haknya dan diperlakukan secara manusiawi. Jadi dalam pemberitaan ini pelatihan bela negara yang dimaksudkan haruslah sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada dan tidak boleh dilatih berlebihan tidak sesuai dengan kapasitas dari peserta; Prinsip demokrasi antara pimpinan dan pegawai bawahannya harus saling menghormati dan saling menghargai. Dalam memberikan tugas kepada bawahan pimpinan harus menghindari cara-cara yang bersifat memaksa; Prinsip the right man in te right place, dalam hal pegawai harus disesuaikan dengan latar belakangan, pendidikan, kemampuan, dan keahlian yang bersangkutan sehingga tujuan profesionalisme sumber daya manusia dapat terwujud; Prinsip equal pay for equal work pemberian gaji harus sesuain dengan kemampuan dan prestasi kerja yang ditunjukan oleh pegawai; Prinsip kesatuan arah, kesatuan tujuan, kesatuan komando intinya adalah untuk mencapai tujuan yang sama setiap pegawai wajib memiliki satu tujan, satu komando dan juga satu arah; prinsip efesiensi dan produktifitas kerja serta disiplin bahwa setiap pegawai hendaknya melakukan disiplin kerja, efesiensi dalam pekerjaan dan juga produktifitas kerja yang baik; serta yang terakhir prinsip wewenang dan tanggung jawab yakni pimpinan tidak harus mengerjakan sendiri semua pekerjaannya dan dapat melimpahkan wewenangnya kepada orang-orang tertentu, dan pelimpahan wewenang tersebut harus diikuti dengan tanggung jawab orang yang diserahi wewenang tersebut.
Sementara dapat dicermati apakah perekrutan pemuda perbatasan untuk bela negara ini dapat dikategorikan sebagai pegawai negri atau tidak. Namun sebelumnya menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok kepegawaian adalah: Setiap orang warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundan-undangan yang berlaku. Dalam hal ini jelas bahwa secara formil dan sepintas pemuda-pemuda telah memenuhi semua unsur pasal ini, namun secara materil tetap saja tidak dapat dikatakan sebagai pegawai negri. Dapat dikatakan pasukan bela negara ini bukanlah TNI dan juga bukanlah pegawai negri sipil. Hal ini dikarenakan bahwa dalam pembahasan lebih lanjut memang mereka telah diserahi tugas negara yakni untuk menjaga keamanan dan menyebarkan nasionalisme di sekitar daerah perbatasan. Namun perekrutan ini sebenarnya walaupun dibiayai oleh APBD Sambas tetapi bukan saja dikatakan pegawai negri. Hal ini dikatakan dari pembahasan unsur selanjutnya yakni unsur digaji berdasarkan ketentuan berlaku karena tidak manusiawi menggaji setahun 50 orang sebesar 48 juta saja atau setahun kurang dari sejuta rupiah. Ini melanggar prinsip kepegawaian yakni prinsip equal pay for equal work. Dan hal ini sangat bertentangan dengan UMR Kota sambas yakni sebesar Rp. 702.560,00 untuk pegawai negri sipil.
Membahas mengenai pengajian maka dapat diketahui bahwa ada beberapa sistem penggajian yakni Sistem skala tunggal (monoscale system) yaitu kepada pega yang berpangkat sama diberikan gaji yang sama pula (berlaku nasional); Sistem skala ganda (multiscale system), yaitu pemberian tunjangan kepada pegawai yang melakukan pekerjaan tertentu, yang didasarkan pada sifat pekerjaan, prestasi dan beratnya tanggung jawab. Tunjangan ini diberikan sebagai tambahan gaji. Akumulasi gaji dan tunjangan inilah yang disebut “take home pay”.
Sedangkan ketika menyoroti mengenai tunjangan yang akan didapatkan oleh pembela negara ini apabila mereka adalah pegawai negri maka berdasarkan jenis tunjangannya maka mereka dimungkinkan untuk mendapatkan tunjangan jabatan fungsional (berdasarkan sifat pekerjaan, misalnya dokter, dosen, pengamat gunung berapi, pustakawan, peneliti, hakim, dll); tunjangan jabatan struktural (berdasarkan jabatan dalam organisasi, misalnya dirjen, irjen, kepala biro, dll); tunjangan keluarga (sejak 1994 yang ditanggung adalah pasangannya dan 2 anak); tunjangan kemahalan (diberikan untuk yang bertugas di daerah yang kebutuhan pokoknya tinggi); tunjangan daerah terpencil (diberikan untuk yang bertugas di daerah terpencil, misalnya daerah indonesia timur); tunjangan cacat dalam menjalankan tugas kedinasan.














Perizinan Satu Atap untuk Percepatan Pembangunan
(Kompas. Rabu, 9 April 2008)

Perizinan satu atap ini sebenarnya dikeluarkan oleh para developer yang intinya untuk memudahkan izin usaha dan memangkas ongkos pembangunan rumah susus 100 tower yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai solusi perumahan di Jakarta. Maka perlu juga ditinjau mengenai izin yang juga merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Hal ini dikarenakan pemerintah menggunakan izin sebagai instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warganya agar mau mengikuti cara yang dianjurkan oleh pemerintah guna mencapai tujuan yang konkrit. Sampai dengan saat ini pemerintah Indonesia sudah cukup banyak mengeluarkan peraturan perizinan dalam berbagai bidang, namun demikian masih banyak masyarakat yang belum mengindahkan peraturan perizinan tersebut dan pemerintah juga belum secara tegas menerapkan sanksi kepada masyarakat yang belum mematuhi peraturan perizinan tersebut.
Izin dalam pengertian luas adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari larangan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan hal ini menyangkut tindakan demi kepentingan umum. Di samping itu izin juga dapat dibedakan atas berbagai figur hukum, yang meliputi izin dalam arti sempit, pembebasan / dispensasi dan konsesi. Sedangkan izin dalam arti sempit adalah izin yang pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau menghalangi keadaan-keadaan yang buruk; pembebasan / dispensasi adalah pengecualian atas larangan sebagai aturan umum, yang berhubungan erat dengan keadaan-keadaan khusus peristiwa; konsensi adalah izin yang berkaitan dengan usaha yang diperuntukkan untuk kepentingan umum (Philipus M Hadjon, 1993: 2 – 3)
Tugas pemerintah dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu tugas mengatur dan memberikan pelayanan kepada umum. Tugas mengatur meliputi pembuatan-pembuatan peraturan yang harus dipatuhi masyarakat, sedangkan tugas memberi pelayanan kepada umum meliputu tugas-tugas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sarana finansial dan personal dalam rangka meningkatkan pelayanan di bidang kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya. Sistem perizinan muncul karena tugas mengatur dari pemerintah, karena perizinan akan dibuat dalam bentuk peraturan yang harus dipatuhi masyarakat yang berisikan larangan dan perintah. Dengan demikian izin ini akan digunakan oleh penguasa sebagai instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya, guna mencapai tujuan yang konkrit.
Adapun tujuan pemerintah mengatur sesuatu hal dalam peraturan perizinan ada berbagai sebab : Keinginan mengarahkan / mengendalikan aktifitas-aktifitas tertentu (misalnya izin bangunan); Keinginan mencegah bahaya bagi lingkungan (misalnya izin lingkungan); Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (misalnya izin tebang, izin membongkar monumen); Keinginan membagi benda-benda yang sedikit jumlahnya (misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk); Keinginan untuk menyeleksi orang-orang dan aktifitras-aktifitasnya (misalnya pengurus organisasi harus memenuhi syarat-syarat tertentu) (Philipus M Hadjon, 1998:4 – 5)
Sementara itu ada berbagai macam dan bentuk isi dari izin itu sendiri dikarenakan izin adalah merupakan salah satu bentuk keputusan tata usaha negara. Keputusan tata usaha negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindoakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, Indiividual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (UU No. 5 Tahun 1986 Pasal 1 ayat 3), maka berdasarkan hal tersebut di atas, maka izin akan selalu berbentuk tertulis dan berisikan beberapa hal sebagai berikut: Organ pemerintah yang memberikan izin; Siapa yang memperoleh izin; Untuk apa izin digunakan; Alasan yang mendari pemberiannya; Ketentuan pembatasan dan syarat-syarat; Pemberitahuan tambahan.
Dikarenakan keputusan perizinan adalah termasuk salah satu bentuk perwujudan keputusan tata usaha negara, maka izin adalah juga merupakan norma penutup dari semua norma yuridis yang ada. Hal ini dikarenakan lahirnya izin pasti akan didahului dengan adanya norma abstrak terlebih dahulu atau norma yang sifatnya masih umum belum ditunjuk subyeknya, waktunya, tempatnya dan izin akan terletak pada deretan paling akhir dari semua norma abstrak yang menadahuluinya, dan tentang hal yang dituju atau sudah bersifat konkrit , Individual dan final sehingga akan langsung digunakan untuk melakukan aktifitas tertentu.
Dari berbagai macam izin maka pembangunan izin 100 menara rusun di 16 lokasi berbeda ini mencakupi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). IMB diatur dengan Perda, dan akan diproses oleh Dinas Pekerjaan Umum atau Dinas Tata Kota dari masing-masing kabupaten/kota. Pemerintahlah yang mengatur masalah ini IMB dengan tujuan untuk mengarahkan, mengendalikan aktifitas membangun supaya tidak bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Kota/Kabupaten yang bersangkutan, yang mengatur mengenai rencana pemanfaatan lahan,rencana ketinggian bangunan, rencana kepadatan bangunan, rencana garis sempadan, rencana penanganan lingkungan, dan lain-lain. Adapun prosedur pengurusan IMB adalah sebagai berikut: pemohon mengisi formulir yang tel;ah disediakan, dilegalisasi kepala desa dan camat tempat bangunan berada, dengan disertai lam,piran gambar rencana bangunan,fotokopi sertifikat tanah atau surat keterangan pemilikan tanah dari kepala desa, surat persetujuan tetangga, dan foto kopi KTP. Besarnya retribusi IMB adalah 1 per mil dari nilai bangunan.
Adapun Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) yang nantinya akan digunakan untuk membuat Rumah Susun walaupun telah disahkan oleh Wakil Presiden Indonesia Muhammad Jusuf Kalla pada saat peresmiannya namaun pada saat menangani masalah izin dalam bentuk IPPT yang diatur dengan Keputusan Bupati/Walikota. Adapun unit kerja yang akan memproses adalah Kantor Pertanahan tingkat Kabupaten/Kota masih juga mengalami hambatan. Pemerintah mengatur IPPT ini dengan tujuan mengarahkan/mengendalikan aktifitas perubahan penggunaan tanah, supaya terbatas pada tanah yang tidak produktif. Adapun prosedur pengurusan IPPT adalah sebagai berikut: pemohon mengisi blanko permohonan yang diketahui kepoala desa dan camat, surat keterangan pemilikan tanah yang juga diketahui kepala desa dan camat, fotokopi sertifikat, mengisi surat perjanjian, foto kopi KTP, surat keterangan pembayaran PBB terakhir. Disamping syarat umum sebagaimana tersebut diatas, terdapat pula persyaratan khusus;: keadaan tanahnya tidak produktif,lingkungannya telah ada beberapa bangunan, terletak ditepi jalan, tidak terlalu jauh dari pemukiman terdekat, dan layak untuk pemukiman. Untuk turunnya iIPPT ini pemohon juga diharuskan membayar retribusi.















KPUD Perlu Menyeseuaikan Diri
(Kompas. Jumat, 2 Mei 2008)





















Subway, Terobosan Cerdas Atasi Kemacetan di Jakarta
(Suara Karya. Senin, 12 Mei 2008)

Terminologi kebijakan publik menunjuk pada serangkaian peralatan pelaksanaan yang lebih luas dari peraturan perundang-undangan, mencakup juga aspek anggaran dan struktur pelaksana. Siklus kebijakan publik sendiri bisa dikaitkan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan evaluasi kebijakan.
Bagaimana keterlibatan publik dalam setiap tahapan kebijakan bisa menjadi ukuran tentang tingkat kepatuhan negara kepada amanat rakyat yang berdaulat atasnya. Dapatkah publik mengetahui apa yang menjadi agenda kebijakan, yakni serangkaian persoalan yang ingin diselesaikan dan prioritasnya, dapatkah publik memberi masukan yang berpengaruh terhadap isi kebijakan publik yang akan dilahirkan. Secara tidak langsung rakyat Jakarta telah langsung terjun untuk mempengaruhi kebijakan publik di bidang transportasi ini. Sementara itu persoalan yang acapkali terjadi dalam dunia lalu lintas ibukota Indonesia Jakarta adalah kemacetan. Pemerintah seharusnya membuat suatu kebijakan untuk masyarakat atau publik untuk menyeselasaikan permasalahan tersebut. Begitu juga pada tahap pelaksanaan, dapatkah publik mengawasi penyimpangan pelaksanaan, juga apakah tersedia mekanisme kontrol publik, yakni proses yang memungkinkan keberatan publik atas suatu kebijakan dibicarakan dan berpengaruh secara signifikan.
Kebijakan publik menunjuk pada keinginan penguasa atau pemerintah yang idealnya dalam masyarakat demokratis merupakan cerminan pendapat umum (opini publik). Untuk mewujudkan keinginan tersebut dan menjadikan kebijakan tersebut efektif, maka diperlukan sejumlah hal: pertama, adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui publik apa yang telah diputuskan dalam hal ini telah dirancangnya beberapa perda yang nantinya dapat dijadikan landasan hukum untuk pembuatan Subway ini; kedua, kebijakan ini juga harus jelas struktur pelaksana dan pembiayaannya, kejelasan pelaksanaannya dapat dilihat dalam pembangunan infrastruktur secara riil sedangkan dalam hal pembiayaan maka seluruhnya akan dibiayai oleh APBD; ketiga, diperlukan adanya kontrol publik, yakni mekanisme yang memungkinkan publik mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau tidak. Sebuah kontrol pengawasan publik terhadap kebijakan publik akhir-akhir ini tidaklah perlu dikhawatirkan, karena pengaruh media massa berdasarakan UU Penyiaran tealah menjadi kontrol tersendiri bagi terlaksananya pelayanan publik. Dalam masyarakat autoriter kebijakan publik adalah keinginan penguasa semata, sehingga penjabaran di atas tidak berjalan.
Tetapi dalam masyarakat demokratis, yang kerap menjadi persoalan adalah bagaimana menyerap opini publik dan membangun suatu kebijakan yang mendapat dukungan publik. Kemampuan para pemimpin politik untuk berkomunikasi dengan masyarakat untuk menampung keinginan mereka adalah satu hal, tetapi sama pentingnya adalah kemampuan para pemimpin untuk menjelaskan pada masyarakat kenapa suatu keinginan tidak bisa dipenuhi. Adalah naif untuk mengharapkan bahwa ada pemerintahan yang bisa memuaskan seluruh masyarakat setiap saat, tetapi adalah otoriter suatu pemerintahan yang tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi dan berusaha mengkomunikasikan kebijakan yang berjalan maupun yang akan dijalankannya. dalam pendekatan yang lain kebijakan publik dapat dipahami dengan cara memilah dua konsepsi besarnya yakni kebijakan dan publik. terminologi kebijakan dapat diartikan sebagai pilihan tindakan diantara sejumlah alternatif yang tersedia. artinya kebijakan merupakan hasil menimbang untuk selanjutnya memilih yang terbaik dari pilihan-pilihan yang ada. dalam konteks makro hal ini kemudian diangkat dalam porsi pengambilan keputusan.
Charles Lindblom adalah akademisi yang menyatakan bahwa kebijakan berkaitan erat dengan pengambilan keputusan. Karena pada hakikatnya sama-sama memilih diantara opsi yang tersedia. Sedangkan terminologi publik memperlihatkan keluasan yang luar biasa untuk didefinisikan. akan tetapi dalam hal ini setidaknya kita bisa mengatakan bahwa publik berkaitan erat dengan state, market dan civil society. merekalah yang kemudian menjadi aktor dalam arena publik. sehingga publik dapat dipahami sebagai sebuah ruang dimensi yang menampakan interaksi antar ketiga aktor tersebut.
Sedangkan segala dasar hukum mengeanai kebijakan publik dari hasil penelusuran saya tersebar dalam beberapa ketentuan yakni pada UU Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Undang-undang APBN-P, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2005, Undang-undang Perpajakan, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, Undang-undang Nomor 32 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Undang-undang Sektoral, Berbagai macam peraturan Presiden atau Pemerintah dan Menteri Keuangan.
Pemerintah sebagai regulator dan juga katalisator merupakan salah satu sifat ataupun cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk menjembantani antara pengembang, Japan International Corporation Agency (JICA) dengan masyarakat yang kesulitan untuk melakukan lanju transpotasi. Sebenarnya menurut Prajudi Atmosudiro mengungkapkan ada 7 penuaian tugas, fungsi dan kewajiban yang harus dipeuhi oleh pemerintah sebagai organ administrasi negara yakni : Efektifitas bahwa diharapkan dengan pembangunan Subway atau yang dinamakan MRT (Mass Rapid Transit) ini dapat berjalan efektif untuk menghentikan kemacetan Jakarta; selain syarat yuridiktas, Legalitas, Moralitas serta teknis, dan Efisiensi.

KPUD Akui PDS Pimpinan Ruyandi Hutasoit
(Suara Karya. Senin, 12 Mei 2008)

Keputusan yang tidak sah (niet-rechtsgeldige beschiking) dapat berupa bermacam-macam pembatalan. Dan dalam hal ini dapat digolongkan menjadi tiga macam yakni: batal (nietig) atau batal mutlak (absolut nietig). bagi hukum akibat suatu perbuatan yang dianggap tidak ada. Pembatalan oleh hakim karena adanya kekurangan esensil. Pembatalan ini bersifat ex-tunc; Batal demi hukum (nietig van rechtswege). Akibat suatu perbuatan untuk sebagian ataupun seluruhnya bagi hukum dianggap tidak ada tanpa diperlukan putusan hakim atau badan pemerintahan lain yang berkompeten. Pembatalan bersifat ex-tunc; Dapat dibatalkan (vernietigbaar). Bagi hukum perbuatan yang dilakukan dan akibatnya dianggap sah sampai waktu pembatalan oleh hakim atau badan pemerintahan yang berkompeten. Pembatalan karena ada sesuatu kekurangan dan bersifat ex-nunc.
Sesungguhnya adanya kesalahan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sudah mengakui kepengurusan kepengurusan Partai Damai Sejahtera (PDS) yang dipimpin Ruyandi Hutasoit sebagai peserta Pemilu 2009 tidak luput dari keteledoran dari staff KPU. Hal ini apbila dikaitkan dengan macam-macam keputusan yang tidak sah maka akan dapat disimpulkan bahwa keputusan yang tadinya mengukuhkan PDS dibawah kepemimpinan Rachmat Manullang adalah batal demi hukum. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa batal demi hukum yaitu pembatalan sebagai suatu akibat dari suatu perbuatan untuk sebagian ataupun seluruhnya bagi hukum dianggap tidak ada tanpa diperlukan putusan hakim atau badan pemerintahan lain yang berkompeten. Jadi pada hakikatnya bahwa isi dari keputusan itulah yang harus dipermasalahkan karena tidak sah. Dan dalam hal ini yang menjadi objek permasalahannya adalah bahwa pendaftaran PDS yang dipimpin oleh Rahmat Manullang tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak dilegalisasikan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, sementara yang mendapatkan legalisasi dari Departemen Hukum dan HAM hanyalah satu pihak setiap partai yakni dari kubu Ruyandi Hutasoit.
Kemudian apabila telah ditetapkannya PDS versi Ruyandi Hutasoit yang disahkan oleh KPU maka terlebih dahulu harus diadakan pencabutan keputusan terhadap keputusan terdahulu terhadap PDS versi Manullang. Dalam pencabutan keputusan harus memperhatikan enam asas, kecuali kalau UU melarang dengan tegas untuk mencabutnya, yakni: keputusan yang dibuat karena adanya tipuan, maka setiap waktu dapat dinyatakan tidak berlaku secara ab-vo (sejak awal dianggap tidak ada); keputusan yang isinya belum diberitahukan sebelumnya kepada ybs, yang berarti belum melahirkan hubungan hukum, dapat dinyatakan tidak berlaku ab-vo; keputusan yang menguntungkan yang diberikan dengan syarat-syarat dapat dicabut bila pihak yang diuntungkan lalai memenuhi persyaratan yang ditentukan; keputusan yang menguntungkan tidak dapat dicabut setelah jangka waktu tertentu, kalau dengan pencabutan itu menyebabkan sesuatu keadaan yang semula sah menjadi tidak sah; bila sebagai akibat keputusan yang tidak benar, terjadi keadaan yang tidak sah, keadaan tidak sah ini tidakboleh ditiadakan dengan mencabut keputusan kalau pihak yang terkena akibat pencabutan akan dirugkan; pencabutan suatu keputusan harus pula memenuhi persyaratan yang sama seperti pada waktu keputusan tersebut dibuat (asas contrarius actus)
Lalu dari keenam asas tersbut maka asas yang melekat terhadap tindakan dari PDS versi Manullang adalah asas dikarenakan adanya tipuan, sangat jelas bahwa sesuai dengan Munas PDS di Bali beberapa bulan yang lalu memutuskan bahwa ketua partai PDS adalah Ruyandi Hutasoit, sehingga terlihat jelas bahwa PDS versi Manullang memiliki itikat buruk (bad faith) untuk menjadikannya pemimpin dengan tanpa hak. Kemudian apabila melihat asas berikutnya yakni bila keputusan yang tidak benar terjadi keadaan yang tidak sah. Jadi dengan akan ditetapkannya PDS versi Manullang akan mengakibatkan keadaan yang tidak sah, sehingga diperlukan pencabutan keputusan untuk mengganti PDS versi Manullang.
Lalu menyikapi mengenai objek dari PTUN yang menjadi perselisihan dari PDS versi Manullang dan juga PDS versi Ruyandi Hutasoit maka menjawab permasalahan tersebut hendaknya harus menggunakan wilayah kekuasaan kehakiman dari ruang lingkup Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 yakni tentang Pengadilan Tata Usaha Negara. Jika melihat pada pasal 144 undang-undang tersebut dinyatakan Peradilan Tata Usaha Negara sama pengertiannya dengan peradilan administrasi, jo UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan Atas Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara. Subjek sengketa tata usaha negara biasanya disebut penggugat yakni orang pribadi ataupun badan hukum privat (Manullang) dan juga terguggat yakni badan atau pejabat tata usaha negara , baik di tingkat pusat maupun di daerah yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
Objek dari sengketa Tata Usaha negara yang dipermasalahkan oleh Partai Damai Sejahtera adalah Keputusan tata usaha negara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta keputusan tata usaha negara, hal tersebut bertentangan dengan asas-asas umum pemerinthan yang baik. Walaupun pengadilan mempunyai tugas dan wewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan maalah sengketa tata usaha negara, hal tersebut baru dapat diselesaikan apabila seluruh upaya administrasi telah digunakan oleh yang bersangkutan. Yang menarik adalah apabila kita melihat putusan atas penggugat manullang yang kasusnya ini ditolak oleh PTUN Jakarta Pusat. Maka secara teoritis apabila ditinjau putusan peradilan administrasi negara dapat berupa pembatalan terhadap keputusan pejabat administrasi negara yang melanggar ketentuan perundang-undangan, yakni pembatalan terhadap keputusan KPU terhadap pengesahan PDS versi manullang; keputusan terhadap keputusan pejabat yang keliru; membetulkan interpretasi yang salah, perintah mengindahkan tata tertib; perintah pembayaran ganti rugi. Dan pada akhirnya dikarenakan permohonan PDS versi Manullang ditolak maka harus dilampirkan oleh PDS versi Ruyandi Hutasoit mengenai putusan penolakan gugatan PTUN terhadapnya.






















Dua Sisi Uang Logam kabupaten Malinau
(Kompas. Selasa, 13 Mei 2008)

Dengan telah disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah mengisyaratkan adanya secercah harapan bagi daerah terhadap reformasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah di Indonesia, dari kondisi yang selama ini kurang memberikan ruang yang cukup bagi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah, menjadikan daerah sedikit terlepas dari kungkungan Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dalam kaitan dengan implementasi kebijakan reformasi penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, yang harus dipahami semua pihak adalah makna dan arti reformasi itu sendiri secara benar, yaitu reformasi sebagai suatu langkah perubahankearah perbaikan tanpa merusak atau seraya memelihara dengan diprakarsai oleh mereka yang memimpin suatu sistem.
Pelaksanaan Otonomi Daerah sebagai usaha untuk dapat mewujudkan otonomi bagi Daerah agar memiliki keleluasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, maka menurut Agus Syamsuddin (1999: 5) terkait dengan beberapa hal sebagai berikut : Pertama, Self Regulating Power, yaitu kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi Daerah demi kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Kedua, Self Modifying Power, yaitu kemampuan melakukan penyesuaian-penyesuaian dari peraturan yang ditetapkan secara nasional dengan kondisi daerah. Ketiga, Local Political Support, yaitu menyelenggarakan pemerintahan daerah yang mempunyai legitimasi luas dari masyarakat, baik pada posisi Kepala Daerah sebagai unsur eksekutif maupu DPRD sebagai unsur legislatif. Dukungan politik lokal ini akan sekaligus menjamin efektivitas pe-nyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Keempat, Financial Recources, yaitu mengembangkan kemampuan dalam mengelola sumber-sumber penghasilan dan keuangan yang memadai untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat yang segera menjadi kebutuhannya. Kelima, Developing Brain Power, yaitu membangun sumber daya manusia aparatur pemerintah dan masyarakat yang handal yang bertumpu pada kapabilitas intelektual dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Sebagai implikasi dari kerangka pemikiran tersebut, maka hal-hal yang bersifat mendasar dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang tidak dijumpai dari undang-undang sebelumnya yang mengatur Pemerintah Daerah (Undang-Undang No. 5Tahun 1974) yaitu : Penyelenggaraan otonomi daerah, yang semula dilakukan dengan pola bertahap, sekarang dilakukan dengan penyerahan secara total, bulat, utuh dan menyeluruh terhadap semua kewenangan pemerintahan kecuali 7 (tujuh) bidang tertentu seperti Bidang Luar negeri, Hankam, Moneter/ Fiskal, Peradilan dsb. yang tetap ditangani Pemerintah Pusat; Pelaksanaan asas-asas pemerintahan bagi Propinsi, dipergunakan asas Desentralisasi dan Dekonsentrasi, sehingga Propinsi berfungsi sebagai Daerah Otonom sekaligus sebagai Wilayah Administrasi, sehingga Gubernur disamping berstatus sebagai Kepala Daerah sekaligus sebagai Kepala Wilayah; Asas desentralisasi sepenuhnya diterapkan pada Daerah Kabupaten dan Kota, sedangkan Kecamatan tidak lagi sebagai perangkat Dekonsentrasi dan Wilayah Administratsi, akan tetapi sepenuhnya menjad perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Kelurahan sepenuhnya diserahkan kepada Daerah masing-masing; Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Perangkat Daerah lainnya, sedangkan DPRD bukan lagi sebagai unsure Pemerintah Daerah akan tetapi merupakan kelembagaan mandiri yang mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah serta dapat sebagai tempat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat agar kepentingan-kepentingannya tercermin dalam kebijakan Pemerintah Daerah; Kepala Daerah Kabupaten dan Kota dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD, sedangkan Gubernur selaku Kepala Wilayah Administrasi bertanggung jawab kepada Presiden akan tetapi selaku Kepala Daerah tetap bertanggungjawab kepada DPRD. Untuk itu Peraturan Daerah yang disusun cukup ditetapkan oleh Kepala Daerah dan DPRD tanpa perlu pengesahan pejabat diatasnya.
Selanjutnya daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan dan kesejahteraan, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai kebutuhan dan kemampuan Daerah. Pada bidang keuangan daerah, sumber-sumbernya dapat berasal dari PAD, Dana perimbangan, Pinjaman daerah dan lain- lain pendapatan yang sah; Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedangkan pada Propinsi otonominya terbatas. Kewenangan yang ada pada Propinsi adalah otonomi yang sifatnya lintas kabupaten dan kota. Disamping itu kewenangan pada bidang-bidang tertentu yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota; Wilayah Propinsi ditetapkan pula meliputi wilayah laut sepanjang 12 Mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedangkan Wilayah Kabupaten/Kota yangberkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut Propinsi (4 Mil). Dengan kewenangan ini memungkinkan Daerah untuk menggali potensi yang berada di lautan dalam upaya meningkatkan PAD. Dan yang terakhir adalah Kelembagaan Daerah disamping DPRD sebagai lembaga legislatif, dibentuk pula kelembagaan eksekutif yaitu Kepala Daerah, Sekertaris Daerah, Dinas-Dinas Daerah atau Lembaga Staf teknis lainnya yang dapat dibentuk berdasarkan kebutuhan Daerah. Sedangkan kelembagaan yang ada di daerah seperti Pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikotamadya Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kantor Departemen dihapus.
Apabila melihat adanya prinsip Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomot 22 tahun 1999. Prinsip-prinsip otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dapat dikemukakan sebagai berikut: Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah; Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada prinsip-prinsip otonomi luas, dinamis, nyata dan bertanggungjawab dalam kerangka negara kesatuan; Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh Diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Kota, sedangkan otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi Negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Daerah; Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, karenanya dalam suatu Daerah Kabupaten dan Kota tidak ada lagi Wilayah Administrasi; Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif DPRD, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaran Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan asas Dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah; Pelaksanaan tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa dengan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dengan telah dikeluarkannyanya beberapa macam Peraturan pemerintah (PP) pada tanggal 6 Mei 2000, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka Bentuk dan Susunan Pemerintahan Daerah akan diwujudkan sebagai berikut: Di Daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah; Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya seperti Dinas-Dinas Daerah; Setiap Daerah dipimpin oleh Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif, yang dalam bertugas dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah; Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur yang karena jabatannya merangkap sebagai Kepala Wilayah yang merupakan wakil pemerintah yang dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD ataupun dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, Gubernur berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden; Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati dan Kepala Daerah Kota disebut Walikota. Sedangkan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya selaku Kepala Daerah, Bupati/ Walikota bertanggungjawab kepada DPRD; Perangkat Daerah terdiri dari Sekretaris Daerah, Dinas-Dinas Daerah dan lembaga Tehnis Daerah lainnya sesuai dengan kebutuhan Daerah; Sekertariat Daerah; Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah. Dinas Daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang diangkat oleh Kepala Daerah dari PNS. yang memenuhi syarat atas usul Sekertaris Daerah. Kepala Dinas bertanggung jawab kepadKepala Daerah melalui Sekretaris Daerah; Penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah (Pusat) kepada Gubernur (Propinsi) selaku Wakil Pemerintah dalam rangka asas Dekonsentrasi, dilaksanakan sepenuhnya oleh Dinas Propinsi; Kecamatan; Pemerintah Desa
Pelaksanaan Otonomi Daerah sebagai perluasan otonomi daerah sebagaimana tercermin dalam kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah merupakan suatu peluang untuk memberdayakan daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Namun demikian dalam pelaksanaannya akan banyak ditemukan masalah dan kendala antara lain sebagai berikut: Otonomi Daerah yang berarti kepemilikan kewenangan atau otoritas lokal oleh daerah yang bersangkutan. Pada hakekatnya hal ini merupakan pengembalian hak daerah untuk mengambil inisiatif dan prakarsa kreatif bagi kepentingan masyarakat. Dalam hal ini berarti pula secara administratif dan politis, maka daerah harus dapat secara terkendali dapat menyelenggarakan kekuasa-annya tanpa banyak campur tangan Pemerintah Pusat.
Hal ini penting oleh karena untuk menghindari bias operasional dari implementasi UU. No. 22/1999 akan muncul baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Bias operasional ini dapat berupa ketidakjelasan atau kerancuan mekanisme dilapangan maupun ketumpang tindihan fungsional kelembagaan. Otonomi daerah harus diimplementasikan dalam kerangka orientasi agar daerah benar-benar mampu mengambil inisiatif dan prakarsa kreatif menuju keberlangsungan dan keberhasilan pembangunan daerah yang pada gilirannya nanti, inisiatif dan prakarsa kreatif daerah itu akan dilaksanakan sendiri dan penentuan hasilnya jugaakan kembali kepada daerah yang bersangkutan; Implementasi otonomi daerah harus didukung oleh segenap kemampuan Pemerintah Daerah, struktur kelembagaannya dan masyarakat daerah itu sendiri. Kemampuan tersebut secara nyata harus memiliki tiga komponen dasar berupa kemampuan perencanaan, kemampuan pelaksanaan dan kemampuan kontrol atau pengawasan. Sehingga dengan demikian ke tiga demensi ini yang akan dapat menggerakkan roda pembangunan di daerah secara otonom dan berorientasi pada kepentingan masyarakat; Pemerintah Daerah harus melakukan penataan restrukturisasi kelembagaan daerah agar kondusif bagi pelaksanaan otonomi. Karenanya, arah restrukturisasi harus ditujukan pada penataan kelembagaan sesuai kebutuhan daerah setempat seperti dalam membentuk Dinas Daerah atau penyatuan kelembagaan Kanwil/Kandep kedalam Dinas Daerah menuju kelembagaan yang efektifitas dan efisien sehingga tidak terjebak pada terjadinya keruwetan-keruwetan birokratis pasca perluasan otonomi daerah.
Kemudian proses restrukturisasi kelembagaan daerah harus diiringi dengan penyiapan aparatur Pemerintah sebagai sumberdaya manusia yang benar-benar profesional dan visioner. Sumber Daya Manusia ini nantinya harus dapat diatur dan dikelola secara tepat dalam suatu iklim kerja yang dinamis dan demokratis, baik menyangkut rekruitmen, seleksi dan penempatan maupun pengembangan karier serta komposisi prestasi. Dengan demikian aparatur Pemerintah ini akan dapat menggerakkan lembaga-lembaga daerah melalui ide dan prakarsa-prakarsa kreatif menuju terwujudnya otonomi daerah sebagaimana yang diharapkan; Untuk dapat tercapainya otonomi daerah sebagaimana yang diharapkan tersebut, maka yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah diperlukan adanya persepsi yang sama dari semua pihak, baik para pengambil keputusan dan pelaksananya, serta masyarakat luas terutama masyarakat di daerah yang nantinya akan merasakan hasilnya melalui pemberdayaan dalam kerangka mencapai masyarakat madani yang diharapkan bersama akan segera dapat terwujud.


















Kepala Disidik Ditahan
(Kompas. Rabu, 14 Mei 2008)

Campur tangan negara tersebut harus tetap dalam kerangka Negara Hukum da oleh sebab itu Negara mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya secara konstitusional. Hal ini berarti yang perlu dijaga adalah jangan sampai kekuasaan negara tersebut oleh Pejabat Tata Usaha Negara disalahgunakan, sehingga diperlukan pengawasan terhadap administrasi negara.
Salah satu sarana perlindungan hukum yakni Peradilan Tata Usaha Negara yang merupakan sarana perlindungan hukum represif terhadap perkara-perkara yang diajukan ke pengadilan menyangkut tindakan administrasi negara.
Upaya administratif adalah salah satu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara. Hal ini adalah merupakan upaya selain adanya upaya yuridis dengan menempuh upaya hukum melalui pengajuan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara.
Dari sudut pandang hukum batasan setiap tindakan/perbuatan dari seseorang pejabat haruslah didasarkan pada suatu dasar kewenangan yang sah, yaitu harus didasarkan pada aturan tertentu, baik aturan hukum tertulis meupun aturan hukum tidak tertulis. Termasuk tindakan tersebut yang didasarkan atas "Freis Ermesen". Apabila tindakan tersebut bertentangan atau melanggar aturan hukum yang ada, maka demi perlindungan hukum kepada masyarakat harus ada proses atau jalur untuk meminta pertanggungjawaban secara hukum kepada Pejabat Tata Usaha Negara yang melakukan pelanggaran hukum tersebut.
Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam sengketa Tata Usaha Negara dapat dijadikan sebagai salah satu obyek pengawasan agar keputusan yang akan diterbitkan pada masa yang akan datang tidak terjadi adanya kesalahan hukum di dalam membuat sebuah keputusan Tata Usaha Negara. Untuk dan oleh sebab itu fungsi pengawasan terhadap berbagai macam produk hukum termasuk "keputusan atau Beschiking" yang dapat dijadikan obyek gugatan Tata Usaha Negara perlu lebih ditingkatkan. Argumen dari pengawasan adalah adanya kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan sebagaimana adagium Lord Action to Corrupt and Absolute Power Will Corrupt Absolutely. Untuk mencegah hal tersebut maka elemen pengawasan mempunyai posisi yangs trategis utnuk menghasilkan pemerintahan yang bersih.
Untuk itu perlu diketengahkan bagaimana kondisi rill pengawasan saat ini yakni: Sulitnya integrasi pengawasan internal oleh karena terjadinya tumpang tindih pengawasan oleh instansi pengawasan yang berbeda; Aparat kepolisian dan Kejaksaan sering melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap perangkat daerah tanpa koordinasi dengan instansi pengawas daerah (BAWASDA); Kontrol legislatif (DPRD) sering kurang ditindak lanjuti dan tidak ada mekanisme yang jelas antara kontrol DPRD dengan kontrol yang dilakukan oleh aparat internal pemerintah daerah (BAWASDA); Tidak terdapatnya mekanisme "Inter Face" yang jelas antara pembinaan umum dan pembinaan teknis dalam pelaksanaan tugas pengawasan;
Dari permasalahan pengawasan, maka perlu disusun beberapa tindak lanjut yakni antara lain: Menetapkan sanksi-sanksi yang tegas bagi pejabat yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; Menyusun mekanisme yang jelas antara hubungan pengawsan internal (BAWASDA) dengan pengawasan DPRD dan pengawasan masyarakat; Menyusun mekanisme yang jelas hubungan Pemerintah Daerah dengan aparat penegak hukum (Polisi dan Kejaksaan) sehingga tersusun prosedur tetap penyelidikan dan penyidikan terhadap perangkat daerah; Menyusun dan menetapkan peraturan pemerintah tentang pembinaan dan pengawasan yang termuat kejelasan "Inter Face" antara pembina umum dan pembina teknis dalam pelaksanaan tugas pengawasan;
Sejalan dengan pelbagai uraian diatas, maka dapat dikatakan penyelenggaraan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia merupakan suatu kehendak konstitusi, dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap rakyat yang berupaya menyelesaikan kasus terhadap putusan dan Pejabat Tata Usaha yang dianggap merugikan kepentingan secara individual. Sengketa Peradilan Tata Usaha dapat dikatakan sengketa antara pemerintah dengan rakyat. Adapun obyek gugatan atau pangkal sengketa Tata Usaha Negara adalah keputusan Pejabat Tata Usaha Negara dan tolak ukur subyek sengketa Tata Usaha Negara adalah orang (individu) atau badan hukum perdata di satu pihak dan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di pihak yang lain. Sedangkan tolak ukur pangkal sengketa adalah akibat dikeluarkannya suatu keputusan Tata Usaha Negara.
Perbuatan Administrasi Negara (TUN) dapat dikelompokkan menjadi tiga macam perbuatan mengeluarkan keputusan yang tentu saja dalam prakteknya tidak menutup kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan yang menyimpang dan melawan hukum, sehingga dapat menimbulkan berbagai kerugian bagi yang terkena tindakan tersebut dan hal inilah yang akan diperiksa dan diadili dalam Peradilan Tata Usaha Negara.
Bahwa salah satu tolak ukur dari adanya pemerintahan yang baik dan bersih yakni dimana setiap tindakan atau perbuatan penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas atau ada legalitasnya baik berdasarkan hukum yang bersifat tertulis maupun berdasarkan hukum tidak tertulis tidaklah salah bila dikatakan peranan Peradilan Tata Usaha dalam turut serta mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih melalui putusan pengadilan yang bersifat obyektif dan tidak memihak.
Tindak Administrasi Negar























KPUD Perlu Menyeseuaikan Diri
(Kompas. Jumat, 2 Mei 2008)

Bahwa dalam hal KPUD yang berusaha untuk melarang seorang individu secara perseorangan atau non-parpol dalam pemilihan umum tadinya adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Dalam menjadi Penggunaan kekuasaan negara terhadap individu dan warga negara, individu dan warga negara acapkali diperlakukan secara sewenang-wenang sebagai obyek. Tindakan dan intervensi negara terhadap individu harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh legislatif dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pengawasan terhadap keputusan-keputusan Administrasi Pemerintahan merupakan pengujian apakah setiap individu yang terlibat telah diperlakukan sesuai dengan hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan hukum yang secara efektif dapat dilakukan oleh lembaga negara dan peradilan administrasi yang independen.
Karena itu, sistem, proses dan prosedur penyelenggaraan negara dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan negara dan pembangunan harus diatur oleh produk hukum. Tugas pemerintahan adalah untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan tugas tersebut merupakan tugas yang sangat luas. Begitu luasnya cakupan tugas-tugas administrasi negara dan pemerintahan, sehingga diperlukan peraturan yang dapat mengarahkan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan menjadi lebih sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat (citizen friendly), membatasi kekuasaan administrasi negara dalam menjalankan tugas pemerintahan, pelayanan dan pembangunan. Ketentuan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan tersebut diatur dalam sebuah Undang-Undang yang disebut Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan merupakan keseluruhan upaya untuk mengatur kembali (reformasi) tindakan aparatur penyelenggara pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar, Filsafah dan asas-asas hukum yang dihayati oleh masyarakat dan warga negara Indonesia; dan bukan hanya semata-mata pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar pelayanan pemerintahan kepada masyarakat dan pembangunan negara dan bangsa benar-benar tertuju pada peningkatan dan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat luas. Undang-Undang ini menjadi payung hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan oleh semua Instansi Pemerintah di Pusat dan Daerah.
Melihat pada rancangan undang-undang Administrasi pemerintahan pada pasal 8 mengungkapkan bahwa Keputusan Administrasi Pemerintahan berlaku sejak ditetapkan, kecuali ditetapkan lain. Dan dalam hal ini Pada dasarnya Keputusan Administrasi Pemerintahan berlaku sejak tanggal ditetapkan. Jika ada penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya hendaknya dinyatakan secara tegas dalam diktum Keputusan Administrasi Pemerintahan. Penggunaan frasa mulai berlaku efektif sedapat mungkin dihindari, karena frasa ini menimbulkan ketidakpastian mengenai saat resmi berlakunya Keputusan Administrasi Pemerintahan.nantinya setiap keputusan sebagaimana yan kita ketahui berlaku semenjak ditetapkan. Hal ini memang menjadi asas yang telah melekat dalam asas dasar hukum. Namun sampai saat ini masih ada yang belum mempositifkan hal ini.

0 komentar: