Memori van Toelichting

Tidak semua karya disini itu saya salin, ada pula yang murni dari analisis pribadi, sehingga tidak memerlukan lagi catatan kaki ataupun daftar pustaka Sedangkan apabila anda tidak senang dengan blog ini karena mungkin anda merasa ada karya anda yang saya terbitkan tidak menyertakan sumber, saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya; semua semata-mata hanya kekhilafan, karena motivasi utama saya dalam membuat blog ini adalah "demi kemajuan bangsa Indonesia untuk lebih peka terhadap hukum sebagaimana yang dicita-citakan oleh Bung Karno". Serta yang terpenting ialah adagium, "Ignorantia iuris nocet" yang artinya Ketidaktahuan akan hukum, mencelakakan, semoga blog bermanfaat untuk semua orang untuk sadar hukum.

Disclaimer


Blog ini bukanlah blog ilmiah, dan Informasi yang tersedia di www.raja1987.blogspot.com tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum,
namun hanya memberikan gambaran umum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi.

------------------------------

nomor telepon : 0811 9 1111 57
surat elektronik : raja.saor@gmail.com
laman : www.rikifernandes.com

Resume Hukum Kekayaan Intelektual ( HKI atau HAKI)

1. Konsep Hak Kekayaan Intelektual
Kekayaan dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu:
1) Hak kepemilikan pribadi dalam kekayaan pribadi, yang dikenal dengan in tangible things
2) Kekayaan dalam pengertian riil, contoh: tanah dan bangunan
3) Kekayaan intelektual.
Konsep inilah yang dicoba dipergunakan sebagai dasar pemikiran dalam perlindungan hak kekayaan intelektual. Kekayaan intelektual membutuhkan olah pikir dan kreatifitas si pencipta, penemu atau sang kreator. Oleh karena itu pengambilan dengan tidak memberikan kompensasi bagi pemiliknya adalah suatu tindakan yang tidak dapat dibenarkan karena melanggar ajaran moral yang baik. Landasan moral ini pula yang dikenal dalam teori filsafat sebagai teori hukum alam.
Secara substantif, pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. HKI dikategorikan sebagai hak atas kekayaan mengingat HKI pada akhirnya mengahasilkan karya-karya intelektual yang dapat berupa: pengetahuan, seni, teknologi, di mana dalam mewujudkannya diperlukan pengorbanan waktu, tenaga, biaya, dan pikiran. Pengorbanan tersebut menjadikan karya intelektual menjadi memiliki nilai apalagi ditambah manfaat ekonomi yang dapat dinikmati.
Konsep dan pengaturan tentang HKI di Indonesia bisa dibilang baru. Sekalipun konsep HKI sudah ada sejak jaman Belanda akan tetapi tidak masuk dalam konsep hak kebendaan menurut KUH Perdata.

Legislasi pertama di dunia yang membahas tentang hak kekayaan intelektual adalah Statuta Anne (Statute of Anne) yang diundangkan pada 1709 dan berkekuatan hukum sejak 10 April 1710. Statuta ini dikeluarkan oleh Ratu Anne yang saat itu menduduki takhta Monarkial Inggris Raya dari 6 Februari 1665 sampai 1 Agustus 1714. Statuta berjudul asli An Act for the Encouragement of Learning, by vesting the Copies of Printed Books in the Authors or Purchasers of Such Copies ini pada pokoknya memberi dukungan pada pendidikan dan kebebasan berekspresi.
Dalam Statuta Anne, pengarang (author) lebih diberikan hak monopoli atas reproduksi hasil karya mereka, disini juga ada kewajiban bagi pencetak (printer) untuk mendistribusikan salinan buku yang mereka cetak kepada berbagai perpustakaan di Inggris. Statuta ini menggantikan rezim sebelumnya, Statute of Mary of 1551. Dalam Statute of Mary ini dijelaskan bahwa pencetak merupakan pemegang monopoli hak cipta dan masih banyak pengekangan terhadap karya cipta yang melarang peredaran buku berisi ide-ide tentang pemberontakan, penghinaan, pornografi, dan lainnya.

2. Pembidangan HKI
Di Indonesia, pembidangan HKI dibagi menjadi dua bagian besar meliputi industrial property dan copyrights.
 Industrial Property meliputi:
1. Paten ( UU Republik Indonesia No. 14 Tahun 2001)
“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.” (Pasal 1 angka 1 UU No. 14 Tahun 2001)
2. Merek (UU Republik Indonesia No. 15 Tahun 2001)
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur –unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa” (Pasal 1 angka 1 UU No. 15 Tahun 2001)
3. Perlindungan varietas tanaman (UU Republik Indonesia No. 29 Tahun 2000)
“Perlindungan varietas tanaman yang selanjutnya disingkat PVT, adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.” (Pasal 1 angka 1 UU No. 29 Tahun 2000)

4. Rahasia dagang (UU Republik Indonesia No. 30 Tahun 2000)
“Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.” (Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 2000)
5. Desain industri (UU Republik Indonesia No. 31 Tahun 2000)
“Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.” (Pasal 1 angka 1 UU No. 31 Tahun 2000)
6. Desain tata letak sirkuit terpadu (UU Republik Indonesia No. 32 Tahun 2000)
“Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalahelemen aktif yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.” (Pasal 1 angka 1 UU No. 32 Tahun 2000)
 Copyrights atau Hak Cipta (UU Republik Indonesia No. 19 Tahun 2002)
“Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangan yang berlaku.” (Pasal 1 angka 1 UU No.19 Tahun 2002)
Ketentuan hukum mengenai HKI di Indonesia sebenarnya sudah sangat lengkap. Ketentuan hukum tersebut disesuaikan dengan ketentuan HKI pada tingkat internasional terutama dengan ketentuan TRIPs karena Indonesia telah ikut serta menjadi anggota GATT/WTO melalui proses ratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia.
Menurut ketentuan TRIPs, HKI dapat dikelompokkan menjadi delapan bagian yang masing-masing terdiri dari:
1. Copyrights and Related Rights
2. Trademarks
3. Geographical Indications
4. Industrial Design
5. Patents
6. Layout-design (Topographies) of Integrated Circuits
7. Protections of Undisclosed Information
8. Control of Anti-Competitive Practices in Contractual Licenses
Setelah melihat pembidangan HKI di Indonesia dan berdasarkan ketentuan TRIPs, dapat kita lihat disini bahwa kedua pembidangan tersebut memiliki banyak kesamaan mengenai hak-hak yang diaturnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pengaturan mengenai HKI merupakan salah satu hukum yang pengaturannya sama di seluruh dunia. Mungkin yang berbeda hanya lembaga yang mengaturnya. Ada negara yang memisahkan lembaga yang mengatur industrial property dan copyrights seperti Jepang dan USA, namun ada Negara yang menggabungkannya seperti Indonesia yaitu di bawah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI).
3. Tujuan Perlindungan HKI
Secara umum, tujuan perlindungan HKI dapat dibedakan menjadi dua jenis tujuan yaitu tujuan ideal dan tujuan pragmatis. Tujuan idealnya adalah untuk melindungi hak milik seseorang berdasarkan filosofi ajaran moral yakni “jangan mengambil apa yang bukan milikmu” . Tujuan perlindungan yang kedua adalah tujuan pragmatis untuk memberikan rangsangan berkreasi dengan….
Secara khusus, jika kita membicarakan mengenai perlindungan terhadap traditional knowledge maka ada dua jenis perlindungan yaitu perlindungan dalam bentuk hukum dan perlindungan dalam bentuk non hukum.
Tujuan perlindungan dalam bentuk hukum:
 Mendorong penciptaan karya-karya intelektual baru
 Adanya keterbukaan karya-karya intelektual baru
 Memfasilitasi ketertiban pasar melalui penghapusan kebingungan dan tindakan unfair competition
 Melindungi ketertutupan informasi dari pengguna yang tidak beritikad baik
Sedangkan perlindungan non hukum diberikan kepada traditional knowledge yang sifatnya tidak mengikat , meliputi code of conduct yang diadopsi melalui internasional, pemerintah dan organisasi non pemerintah, masyarakat professional dan sektor swasta. Perlindungan lainnya meliputi kompilasi penemuan, pendaftaran, dan database dari traditional knowledge.
4. Alasan Perlindungan HKI
Secara logika, jika kita berbicara mengenai alasan perlindungan HKI, maka akan jelas bahwa HKI merupakan suatu hak dan agar suatu hak dapat dipertahankan maka diperlukan pengaturan dan perlindungan terhadap hak tersebut agar tidak disalahgunakan maupun dilanggar.
Konsep perlindungan terhadap HKI pada dasarnya adalah memberikan hak monopoli, dan dengan hak monopoli ini, pemilik HKI dapat menikmati manfaat ekonomi dari kekayaan intelektual yang didapatnya. Perlu diakui bahwa konsep HKI yang kita anut berasal dari Barat, yaitu konsep yang didasarkan atas kemampuan individual dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan temuan (invention). Pemberian hak monopoli kepada individu dan perusahaan ini, sering bertentangan dengan kepentingan publik (obat, makanan, pertanian). Disamping itu, berbagai perundangan HKI pada kenyataannya tidak dapat melindungi pengetahuan dan kearifan tradisional (traditional knowledge and genius).

5. Pengaruh Konvensi Internasional terhadap HKI di Indonesia
• TRIPs
Setelah meratifikasi WTO Agreement, Indonesia melakukan banyak revisi terhadap berbagai undang-undang di bidang hak kekayaan intelektual yang ada. Untuk memahami hal ini, sebaiknya kita meninjau terlebih dahulu legislasi berbagai bidang hak kekayaan intelektual sebelum Indonesia memasuki WTO Agreement yaitu sebagai berikut:
 Hak Cipta : UU No. 6 Tahun 1982 diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987
 Paten : UU No. 6 Tahun 1989
 Merek : UU No. 19 Tahun 1992
Perubahan terhadap ketiga undang-undang tentang hak kekayaan intelektual tersebut di atas, setelah ratifikasi TRIPs, masing-masing dilakukan dengan:
 Hak Cipta : UU No. 12 Tahun 1997
 Paten : UU No. 13 Tahun 1997
 Merek : UU No. 14 Tahun 1997
Pada intinya, perubahan terhadap semua undang-undang hak kekayaan intelektual sebagai akibat penyertaan Indonesia pada WTO Agreement ditekankan pada perlunya penciptaan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya serta terlindunginya karya intelektual guna melancarkan arus perdagangan internasional.

0 komentar: